prolog - cast

44 5 1
                                    


🌸

Hari itu sudah sore dan langit sedikit lebih gelap dari sore biasanya. Langit mendung. Seakan-akan menyuruh manusia untuk mengakhiri hari lebih cepat dan segera pulang ke rumah, untuk berteduh dalam keadaan hangat, jika tidak ingin basah dan dingin. Karena terkadang kehangatan bisa sulit didapatkan.

Hari itu seperti biasa pula Abi menjadi orang yang terakhir keluar dari ruang himpunan dan menguncinya. Ia keluar beberapa menit setelah teman-temannya sudah benar-benar meninggalkan kampus. Abi berjalan menuju parkiran dengan keadaan kampus yang sudah sangat sepi, hanya tinggal beberapa manusia saja yang terlihat.

Saat sudah hampir sampai di parkiran, Abi melihat dari jarak yang tidak terlalu jauh, ada seorang perempuan yang sedang berdiri memunggunginya di halte yang berada tepat di depan kampus. Perempuan itu hanya sendiri. Abi melihat ke sekitar bermaksud untuk memeriksa apa ada orang lain selain si perempuan, namun tidak ada, itu benar-benar sepi. Dengan hati yang baik dan mungkin saja Abi kenal, ia memutuskan untuk menghampiri perempuan itu. Begitulah pikirannya saat itu. Maka dari itu, Abi tidak jadi ke parkiran. Ia malah berjalan ke arah halte.

Saat sudah hampir sampai, Abi bisa melihat siapa perempuan itu walau hanya baru bisa melihat sisi sampingnya saja. Abi kenal, namun tidak tau namanya. Karena perempuan itu adalah salah satu juniornya, ia pernah melihatnya beberapa kali. Seingatnya.

"Nunggu jemputan?" Abi bertanya seraya mendekat pada si perempuan.

"Eh?" si perempuan cukup kaget dan menoleh. "Kak Abi... Iya kak, nunggu dijemput," tentu saja ia tau siapa itu Abi, karena memang tidak ada manusia yang tidak kenal Abi di kampus. Abi adalah ketua himpunan yang baik hati dan tentu saja tampan, poin utama yang membuatnya terkenal.

"Dijemput pacar?" Abi menebak.

"Iya kak," jawab si perempuan yang cukup gugup. Itu wajar, karena ia sedang berhadapan langsung secara dekat dengan ketua himpunan yang terkenal dan ketampanan yang bisa menyihir banyak perempuan.

Dengan santai Abi duduk di bangku halte yang tersedia. "Duduk dulu, capek nungguin sambil berdiri gitu," ia menepuk bangku di sebelahnya beberapa kali, bermaksud agar si perempuan duduk juga.

"Iya kak," walaupun tidak menolak tapi dengan ragu si perempuan duduk, berjarak dengan Abi.

Kemudian hening. Si perempuan semakin terlihat gugup dan menunduk, sesekali ia melihat ke arah kiri jalan sambil memainkan jari-jarinya yang memegang ponsel. Tapi ia tidak tau di sebelah kanannya ada Abi yang sedang memperhatikannya dengan lekat.

"Cantik ternyata..." gumam Abi dengan sangat pelan, memang ia berniat cuma dirinya sendiri yang bisa dengar dengan jelas. Mungkin bukan cuma ia saja yang akan menganggap si perempuan cantik saat melihat secara dekat seperti saat ini, bisa dipastikan kalian juga akan beranggapan sama.

"Iya kak?" si perempuan noleh ke Abi, karena merasa Abi berbicara dengannya.

"Nama kamu siapa?" ternyata Abi sudah terpesona, makanya setelah berkata cantik yang ditujukan untuk si perempuan walaupun tidak terdengar, dengan berani ia juga bertanya namanya. Tentu saja ia berani, toh cuma bertanya nama saja. Itu juga hal yang wajar untuk ditanyakan senior kepada juniornya.

"Aluna kak tapi biasa dipanggil Una," jawab si perempuan yang kini sudah diketahui Abi bernama Aluna atau lebih suka dipanggil Una, ia terlihat malu-malu waktu Abi bertanya namanya. Namun Abi tersenyum melihatnya yang malu-malu.

"Fakultas apa?" Abi kepo.

"Fakultas seni kak," terlihat dengan jelas kalau Una sangat sopan menjawab pertanyaan random dari Abi.

"Sefakultas dong."

"Iya kak."

"Jurusan?"

"Seni tari kak."

just ME and HERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang