Kepercayaan

5 0 0
                                    

Saat aku kelas empat sd ternyata berita ini sudah diketahui oleh teman-teman kelas ku. Aku sangat terpukul dengan ejekan dari anak laki-laki. Tak heran dengan segala omongan tetangga yang buruk selalu menimpaku, walau aku selalu tak peduli, namun karena itu aku masih mengingatnya. 

Akhirnya aku memilih tinggal bersama Ibu dan Ka Andri, sedangkan papah menetap di Ibu Kota dan sesekali pulang namun ke rumah nenek. Aku senang karena aku masih bisa hidup ditemani oleh keluarga yang lengkap. Aku bahagia walau Ayah dan Ibu berpisah, namun aku selalu meyakinkan diriku bahwa mereka tetap orang tuaku. Aku jadi terbiasa sendiri, pergi ke sana sini pun sendiri.

Suatu hari aku sedang bermain di rumah nenek, aku tak mengabari bahwa aku akan datang, namun saat aku sampai.

“Loh, kok sepi, Assalamualaikum... Nekkk, Kakekk, Tantee..” Tidak ada yang menjawab ketukan pintu dari aku.

Aku memutuskan untuk menunggu di kursi luar. Sampai akhirnya Paman aku datang membawa motor menggunakan baju batik, dan berkata.

“Kenapa ga bilang dulu kalau dateng? Biasanya kan bilang dulu kalau ke sini? Sini masuk dulu” Sambil mengambil kunci pintu di saku celananya.

Padahal aku belum menjawab semua pertanyaan itu, namun Paman sudah mebukakan pintu. 

“Iya kan kirain ga pada pergi, emang pada kemana?”

“Ada perlu dulu, udah makan belum?”

Aku tak menjawab itu, dan diam saja langsung masuk ke kamar nenek dan tiduran sambil guling-guling, karena kamar nenek itu tempat ternyaman untuk semua cucu tidur. 

Sekitar sore, akhirnya semua keluarga datang, ternyata kayaknya mereka habis dari undangan, aku sama sekali tidak bertanya dari mana, aku hanya bertanya mereka bawa makanan apa, hahaha begitulah kelakuanku yang memang senang sekali makan.

“Bawa apaa?”

“Bawa makanan?”

Tapi semua malah nyuruhku makan yaudah aku seneng banget. Kayaknya dulu itu adalah sogokan untuk aku yang paling ampuh.

Saat malam hari, aku lagi ngobrol sama sepupu ku namanya Nafa , dia sepupuku yang berbeda usia denganku sekitar setahun. Tapi aku di panggil sama Paman oh ya namanya Paman Romi yang mengajakku untuk keluar dari kamar, kayaknya ada yang mau di omongin.

“Ra mau ketemu Ayah ga?” Paman tiba-tiba bahas Ayah

“Emang Ayah pulang? Lah kok pulang, dimana?" Aku seneng dong tau Ayah pulang

“Ayah ga disini, Ayah baru nikah lagi baru banget tadi”

Hah? Cukup bukan cukup lagi sih ini kaget parah, dan anehnya lagi kenapa orang-orang ga ada yang kasih tau aku satu orang pun? Aku nangis lama dari situ, sampai akhirnya aku mau ketemu Ayah dan Ibu tiri, aku sangat benci dengan mereka ya tentu aku jadi mengubah pandangan terhadap Ayahku.

Tak jauh dari rumah Nenek aku di antar sama Paman Romi buat ketemu Ayah, saat sampai di sana aku hanya salam biasa saja, dan memang aku sangat tidak tau siapa wanita ini sebenarnya. Siapa orang yang berani mengambil Ayah aku? Apa aku seharusnya marah-marah disana? 

Tapi aku masih memikirkan adabku terhadap orang tua, bagaimanapun itu Ayahku sendiri, dan aku tak pedulikan wanita disebelahnya. Akhirnya aku di ajak makan bersama mereka ke sebuah restoran terdekat disana. Lagi dan lagi, aku memang sangat gampang sekali di sogok oleh makanan, sampai aku lupa bahwa aku benci mereka. 

Singkatnya, aku sudah tidak mau lagi bertemu Ayah sekitar enam bulan lamanya, karena aku pikir aku tak di butuhkan lagi Ayah, karena Ayahpun begitu sama saja tak pernah mengabariku lagi kalau pulang. 

Sampai akhirnya aku baru saja pulang sekolah, aku mendengar suara Ibu yang keras dari luar rumah, aku masuk pelan-pelan ternyata Ibu sedang menelefon Ayah, kurang lebih seperti ini.

“Nih ya kalau saya meninggalkan anak saya tidak akan meninggalkannya bagaikan sampah, saya akan selalu menjaganya, merawat, dan mendidiknya, kamu tau? Sekarang Rara ga butuh Ayah sudah ada saya Ibu sekaligus Ayah baginya, tapi apa? Saya tidak pernah melarang Rara untuk tidak menemuimu, untuk menemui nenek dan kakek nya, tapi apa? Rara sendiri yang sudah mulai beripikir, Rara sendiri yang sudah mengerti walau dia kelas empat sd"

Aku Tidak Sendiri [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang