Mati

8 2 0
                                    

Sunny menatap nanar ke arah sumur, di mana merupakan tempat peristirahatan terakhir ponselnya yang baru saja terjatuh beberapa detik yang lalu. Kedua tangannya terjatuh lemas di sisi tubuhnya. Harapan terakhirnya untuk pulang, musnah seketika. Tangannya mengacak-acak rambutnya merutuki kebodohannya yang melepaskan ponselnya begitu saja. Sekarang dia harus apa?

Chanyeol yang juga menyaksikan detik-detik terakhir ponsel itu terjatuh pun hanya bisa terdiam. Memperhatikan gadis di depannya yang sedang mengacak rambutnya kehilangan akal. "Aku bisa membelikanmu yang baru" ucapnya memecah suasana. Sunny tersadar. Dia pun berbalik dengan satu sentakan dan menatap Chanyeol murka.

"INI SALAHMU PAMAN!" Serunya menjerit kesal. Satu-satunya benda yang bisa membantunya kini tenggelam ke dasar sumur. "Kenapa kau muncul tiba-tiba dan membuatku terkejut?!" Pekiknya kesal setengah mati. Pria itu mengernyitkan dahinya merasa tidak terima karena dituduh.

"Kau yang ceroboh, tidak memegang ponselmu dengan benar dan tidak menjaga tubuhmu sendiri! Kau bisa saja jatuh ke dalam sumur kalau tidakku tahan tadi" balas Chanyeol tidak terima. Gadis itu bahkan bisa dalam bahaya jika dirinya tidak tanggap menahan tubuhnya, bukannya berterima kasih gadis itu malah menyalahkannya.

Walaupun demikian, Sunny tetap merasa kesal. Bagaimana dia akan pulang sekarang?

"Aku bisa memberikan yang baru" ucap Chanyeol menawarkan. Sunny memasang wajah datar. Bila diberikan ponsel baru pun percuma saja karena, "aku tidak mengingat kontak siapa pun, apa gunanya ponsel baru?" Ujar Sunny sia-sia. Sunny merengek meratapi nasibnya.

"Bagaimana caraku untuk pulang sekarang?" Gerutunya menyedihkan. Sunny sekarang menjadi gelandangan. Bagaimana tidak, dia tidak membawa barang, uang, atau pun cara untuk pulang. Nenek Haewon pun menyarankan Sunny untuk tinggal sementara di rumahnya sampai bisa menemukan cara agar Sunny bisa pulang.

Sunny menatap langit dari balik jendela salah satu kamar milik nenek Haewon. Tatapannya terpancar sendu. Walaupun nenek Haewon adalah orang baik yang mau menampungnya, tapi tetap saja tempat ini terasa asing baginya. Dia merindukan rumahnya yang sepi. Merenung menatap bulan yang hanya setengah. Memikirkan bagaimana caranya pulang, prakarya kelompoknya dan sekolah. Bertanya-tanya adakah yang mencarinya? Adakah yang mengkhawatirkannya?

Orang tuanya?

Haha, mungkin mereka tidak tahu kalau anak perempuan mereka terdampar di daerah terpencil. Sejak kecil orang tuanya tak pernah terlalu memedulikannya. Orang tuanya terlalu sering melakukan perjalanan bisnis dan menetap di rumah hanya satu sampai tiga hari, setelahnya mereka dalam sekejap berada di belahan bumi bagian lain. Kakaknya pun lebih sering tinggal di apartemen pribadinya dan sibuk kuliah.

Sunny memang hidup dengan berfasilitas baik, tapi keluarganya hampa. Tidak ada kasih sayang di rumahnya yang besar. Hanya asisten rumah tangganya lah yang peduli padanya. Sejak kecil Sunny lebih banyak menghabiskan waktu dengan asisten rumah tangganya dari pada bersama orang tuanya. Sunny tidak tahu kenapa orang tuanya tak peduli padanya. Mungkin kelahirannya ke dunia bukanlah harapan orang tua atau bukan yang dinanti-nantikan oleh mereka. Mungkin hadirnya ke dunia merupakan kesalahan orang tuanya.

Setetes air mata jatuh ke pipinya tak diduga. Di mana pun ia berada, Sunny selalu merasa kesepian. Entah dia ada di rumah atau tersesat, tidak ada yang mengkhawatirkannya. Memeluk lipatan kakinya dan menenggelamkan kepalanya. Dia benci kesepian, dia benci menjadi beban. Dia berharap ada orang yang bersyukur akan kehadirannya. Dia berharap ditemukan oleh orang yang menginginkannya.

*****

Sudah satu minggu semenjak kejadian tertinggalnya dan hilangnya kontak Sunny. Pihak sekolah terutama sang wali kelas berusaha mencari keberadaan muridnya yang hilang. Guru Lee sudah mencoba menghubungi kedua orang tua Sunny, tapi tak pernah ada jawaban dari mereka. Pihak sekolah tidak bisa melibatkan polisi tanpa persetujuan wali muridnya, tapi bagaimana pun gadis itu harus ditemukan. Pria berumur tiga puluh lima tahun itu pun melakukan berbagai cara untuk mencari muridnya.

Un MeseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang