7. Tak Disangka

16 4 0
                                        

Note author : Baca ceritanya sampai habis, jangan setengah-setengah ya. Soalnya ntar jadi salah paham.

🌿🌿🌿

Saat itu jam satu malam, di rumah Yuki. Yuki pikir semua orang telah tidur. Yuki keluar dari kamarnya. Yuki pergi ke dapur, melihat sang ayah tidur di sofa di depan televisi. Sepertinya hal yang sama akan terjadi lagi. Sehabis dari dapur Yuki kembali ke kamarnya. Lima menit kemudian, Yuki sengaja belum tidur.

"Baru pulang kamu?" Yuki mendengar suara ayahnya yang bernada tegas.

Yang ditanya tak mengubris. Ibunya hanya diam. Yuki pikir, untuk apa ibunya akhir-akhir ini pulang tengah malam atau dini hari? Apa benar kata ayahnya, bahwa ibunya selingkuh?

"Jawab aku Karura," bentak ayah Yuki pada istrinya.

"Aku gak mau berantem sama kamu mas. Besok aja kita bicarakan lagi." Ucap ibu Yuki dengan suara seperti biasanya.

"Jadi benarkan Yuki bukan anak aku? Benarkan kalau Yuki itu anak dari selingkuhan kamu?"

Karura mengepalkan tangannya, sampai buku-buku jarinya memutih. Karura menahan emosinya, dia hanya diam lalu berlalu masuk ke kamarnya. Suaminya mengikutinya masuk ke kamar, memeluknya.

"Kenapa kamu ngekhianatin aku Karura? Kamu gak pernah lihat ya betapa cintanya aku sama kamu."

"Mas udah ya," Karura melepaskan pelukan suaminya. "Aku ngantuk mau tidur."

🌿🌿🌿

Minggu pagi semuanya berjalan seperti biasa. Yuki melihat ibunya sudah bangun pagi-pagi sekali, melakukan aktivitas layaknya ibu rumah tangga. Di meja makan juga makanan sudah tersedia. Kakaknya Sai terlihat sudah tidak sabar untuk sarapan dan duduk di meja makan sebagai orang pertama. Tak lama ayahnya menyusul ikut duduk di meja makan.

"Yuki, kenapa masih berdiri? Ayo duduk." Yuki mengangguk, lalu duduk.

Karura kemudian ikut bergabung juga. Karura tak lupa untuk menempatkan makanan ke piring suaminya. Sai juga minta diambilkan oleh ibunya itu dengan manja. Yuki yang ditawari ibunya untuk diambilkan makanan menolak. Jujur saja, Yuki tidak bisa berakting seolah-olah keluarga ini masih harmonis. Apalagi Yuki merasa ibunya bukan lagi sosok yang bisa dia percayai.

Sarapan mereka berlangsung sekitar 20 menit. Sai membantu ibunya mencuci piring setelah itu, sementara Yuki cuek. Yuki masih termenggu di meja makan. Ayahnya kemudian pamit pergi, dengan alasan pergi memancing bersama temannya. Tentu saja itu hanya alasan. Yuki berpikir, mungkin ayahnya ingin mencari ketenangan berharap mendapat jalan keluar dari permasalahan ini. Tetapi mengapa Sai kakaknya tetap bertingkah biasa pada ibunya? Apakah kakaknya itu belum tahu apa yang ibu mereka lakukan pada ayah mereka?

"Okasan, nii-chan pergi ke rumah teman ya."

"Yaudah, hati-hati." Sai mengangguk. Sai tak lupa juga untuk menyalim ibunya.

"Matte Sai (tunggu Sai)," Sai menghadap ibunya lagi. "Bento,"

"Arigato okasan (terima kasih ibu)," senyum Sai terlihat tulus pada ibunya.

Setelah perginya Sai, Karura mendatangi anaknya. Maksud hati Karura dia ingin membicarakan sesuatu dengan anaknya.

"Yuki, okasan mau bicara."

"Untuk apa?" Ucap Yuki dingin. Hati Karura teriris mendengarnya. "Okasan mau bilang ya, kalau benar okasan selingkuh. Papa kurang baik apa okasan?"

Karura diam, tidak bisa menjawab pertanyaan Yuki. Yuki juga tak mau banyak bicara dengan ibunya dan masuk ke kamarnya. Dia yakin sebentar lagi juga ibunya akan pergi juga. Paling menemui selingkuhannya itu. Jujur Yuki sangat kesal, apalagi setelah ibunya pergi dia masuk ke kamar orang tuanya dan menemukan surat cerai di laci lemari milik ibunya.  Padahal Yuki masih berharap ibunya tidak melakukan semua itu.

Mari, Duduk SejenakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang