Aku hanya bisa berani memandangimu dari jauh. Berusaha mencari segala tentangmu dalam diam.
.
.
.
Serpihan SenjaSuara pekikikan kuda menggema di kandang serta di area circuit khusus latihan. Semua orang berusaha bersahabat dengan hewan ini. Tak terkecuali Zahlia, dia tampak sedang mengelus rambut Aswad dan menungganginya dengan debu dan angin yang menemaninya. Dia sangat suka berkuda dan memanah. Sudah banyak prestasi yang ia raih, namun dirinya tak sombong dan masih terus berlatih.
Seusai menunggang Aswad. Dia duduk di bangku dan mengibaskan wajah cantiqnya dengan tangan, hingga ada yang menyodorkan tisu ke arahnya.
"Nih," ucapnya.
"Untuk aku?" tanya Zahlia seraya menunjuk dirinya sendiri.
"Iyalah, masa buat kudamu." cetusnya.
"Yang ikhlas donk ngasihnya!"
Pemuda itu meletak'kan tisu itu ke pangkuan Zahlia dan duduk di sampingnya dengan jarak tak begitu dekat. Mereka tak berdua, banyak orang yang sibuk serta berlalu lalang.
"Ngapain kamu kesini?" cetus Zahlia karna bagaimanapun dirinya tak suka kepadanya.
"Jutek amet sih neng. Kepengen aja!" ucap Gus Fatah.
Zahlia hanya diam dan tak menatap Gus Fatah. Seakan, pacuan kuda lebih menarik di banding wajah Gus Fatah yang berada di sampingnya.
"Kamu cantik Zahlia tapi sayang, kamu sangat dingin padaku." batin Gus Fatah.
Sadar akan zina mata, Gus Fatah segera menunduk dan beristigfar dalam hati. Ia sadar, bahwa Zahlia belum halal untuknya.
Zahlia pun bangkit dan pergi menuju ke tempat area pemanahan yang mana pasti ada Abuya Nafiz disana.
Gus Fatah pun kesal, karna Zahlia begitu cuek dengan kehadirannya atau mungkin, mengganggap dirinya tak ada. Dia pun mengikutinya dari belakang dengan mengajak kang santri tentunya. Tak lucu jikalau dirinya kepergok seorang diri karna mengikuti Zahlia dari belakang.
Area pemanahan sama dengan area kuda. Bercampur baur dengan santriwan maupun santriwati. Namun, pergerakan mereka tetap di awasi dan tak luput dari pandangan para mudabbir pondok.
"Sekarang aku tau banyak tentangmu Zah. Selain lihai dalam berkuda, kamu juga lihai memanah." batin Gus Fatah.
"Assalamu'alaikum buya," sapa Zahlia hormat dan mencium tangan beliau.
"Wa'alaikumussalam nak. Kenapa kamu kesini hm? bukannya kamu sudah pintar?" goda Abuya Nafiz.
"Sepintarnya Zahlia, Zahlia masih butuh bimbingan Abuya. Pisau saja bisa tumpul kalau tidak di asah, apalagi kemampuan Zahlia. Akan hilang jika tak sering di asah." ungkap Zahlia yang sukses membuat Abuya bangga punya murid seperti dirinya.
Zahlia mohon pamit ingin mengasah kemampuannya lebih dalam. Serta tak lupa, jika ada yang bertanya kepadanya. Dengan senang hati, dia akan mengajarkannya dan menjelaskan point demi point agar bisa menjadi pemanah yang handal.
Abuya Nafiz melihat putra bungsunya sedang mengintip bersama kang santri yang mau saja di suruh olehnya. Padahal ini termasuk mudhorot dan tau apa hukumnya. Abuya tersenyum smirk dan menghilang dari pandangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta seorang ustad killer {REVISI}
Teen FictionCinta tak memandang orang. Dia akan datang menghampiri orang yang di rasa sudah tepat. Dan akan pergi meninggalkan orang tersebut dengan meninggalkan luka. Apalagi itu cinta pertama. Gadis yang periang, pintar memanah serta berkuda diam-diam men...