(3) MAWAR POV

12 4 0
                                    

Jangan kembali jika kembalinya
dirimu bisa membuka luka
yang sudah lama dikubur
dalam-dalam.

Aku sangat terkejut, sangat terkejut. Siapa dia? Mengapa dia terlihat sangat santai duduk disofa ruang tamu? Siapa yang mengizinkannya untuk masuk?
"Mawar? kamu sudah besar nak?" Ucap laki-laki dihadapanku.

Aku menangis, menangis sejadi-jadinya dan berlari kekamarku. Bagaimana bisa dia masih berani memanggilku dengan sebutan anak? Apakah dia tak sadar kalau ucapannya sangat menggangguku? Rasanya ingin sekali kulenyapkan dari hidupku. Lagian siapa yang menyuruhnya untuk masuk kedalam rumah? Bukankah rumah sedang kosong? Atau ibu sudah pulang?
"Mawar? Bisa buka pintunya sayang?" Kata ibuku dengan lembut, tetapi aku juga mendengar suara isakan kecil.
"Nggak bu, jangan pernah pertemukan Mawar dengan laki-laki itu lagi!" aku masih saja terus menangis.

"Kak buka dong, Rifal pengen masuk" Sepertinya Rifal juga ikut menangis. Bagaimana bisa kami bertiga tidak menangis? Laki-laki itu sudah membuat hidup kami berantakan. Untung saja aku dan Rifal mempunyai ibu yang kuat, ibu yang selalu siap menguatkan kami.

Setelah kurasa diriku cukup tenang, aku turun dari kasur dan membukakan ibu dan Rifal pintu kamarku.

"Sudah sayang, ayahmu sudah pergi. Katanya dia berjanji tidak akan kembali menemuimu lagi, melihatmu dan adikmu sudah tumbuh besar saja sudah cukup. Sebaiknya kamu berusaha memaafkan kesalahan ayahmu dimasa lalu sayang, umur tidak ada yang tahu" kata ibuku mendekati kasur dan mengusap pipiku dengan lembut.
"E-enggak bu! Nggak akan pernah" diriku masih terlalu sakit untuk memaafkan. Kalaupun bisa, butuh waktu yang lama.
"Kak, Rifal juga kecewa sama ayah. Tapi kata guru Rifal sebenci-bencinya kita kepada orangtua mereka tetap orangtua kita kak, Rifal juga sudah mulai membuka hati untuk memaafkan kesalahan ayah" Rifal menambahkan ucapan ibu.
"Mengapa kalian tidak mengerti perasaanku?!" dengan tidak sadar aku refleks membentak ibu dan adikku.

Rifal langsung memelukku, seakan berusaha memberiku kekuatan. Rifal memang satu-satunya laki-laki yang aku percaya tidak akan menyakitiku. Bahkan dulu, aku mengetahui Rifal mempunyai pacar dan aku takut dan khawatir kalau Rifal tidak akan memperdulikanku lagi. Dan akhirnya aku berusaha mencari cara agar Rifal putus dengan pacarnya itu, tetapi sekarang aku sadar bahwa adikku juga berhak melakukan yang dia inginkan. Intinya Rifal adalah satu-satunya laki-laki yang aku punya didunia ini, yang selalu siap merangkulku kapanpun aku membutuhkan dirinya. Ibu hanya bisa terdiam dan menangis tersedu-sedu, hatiku sangat teriris melihat ibu menangis. Aku mendekati ibu dan berusaha menenangkannya.
"Bu, Mawar akan berusaha memaafkan dia demi ibu" ucapku dan ibu hanya bisa tersenyum.
"Setiap menatapnya, aku selalu saja mengingat kejadian 3 tahun yang lalu bu" tangisku kembali pecah dipelukan ibuku.
"Iya nak, sudahlah. Lupakan yang sudah berlalu. Ada ibu dan adikmu disini" ibu mengusap kepalaku lembut dan bisa kurasakan kalau ibu benar-benar berhati lembut. Seharusnya aku mesti mencontoh sifat ibu, disakiti berkali-kali tetapi masih bisa memaafkan. Tetapi hatiku tidak mampu, dadaku selalu saja sesak jika mengingat kejadian itu.
"Ibu kapan balik dari luar kota?" tanyaku heran, karena ibu sama sekali tidak memberi tahu.
"Tadi pagi sayang, sebaiknya kamu istirahat yah" ibu menciumku dan keluar bersama Rifal.
"Tidur lu kak, jangan nangis"
"Iya"

Orang yang tersenyum
bukan berarti dia bahagia,
bisa saja dia menyembunyikan
hatinya yang terluka atau Tuhan sengaja
mempertemukannya dengan orang yang salah. Lalu dengan orang yang benar, agar dia tahu rasanya bersyukur.

Malam ini rasanya sedikit berbeda, bintang-bintang dilangit sangat banyak bertebaran seakan ikut menghiburku dari kesedihan ini. Itulah aku sangat menyukai langit, dan benda-benda yang ada disekitarnya. Indah dan sangat menawan. Aku keluar keteras kamarku, menghirup udara segar dimalam hari. Tiba-tiba dia hadir dipikiranku, dia yang datang dihidupku hanya satu kali, dia yang tak ku ketahui seluk beluk kehidupannya. Ditengah lamunanku tiba-tiba ada yang menelefonku, tumben ada yang menghubungiku malam-malam begini.

PERFECT ROSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang