𝑹𝒊𝒆𝒏 𝒏'𝒆𝒔𝒕 𝒑𝒍𝒖𝒔 𝒑𝒓é𝒄𝒊𝒆𝒖𝒙 𝒒𝒖𝒆 𝒔𝒐𝒏 𝒆𝒙𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏𝒄𝒆.
𝑽𝒐𝒕𝒓𝒆 𝒆𝒙𝒊𝒔𝒕𝒆𝒏𝒄𝒆 𝒆𝒔𝒕 𝒍𝒂 𝒎ê𝒎𝒆 𝒒𝒖𝒆 𝒍𝒆 𝒎é𝒅𝒊𝒄𝒂𝒎𝒆𝒏𝒕 𝒒𝒖𝒊 𝒎𝒆 𝒈𝒖é𝒓𝒊𝒕.(14)
Hari ini seharusnya bukanlah jadwal kami untuk bertemu seperti yang sudah aku dan dia tentukan. Kami sudah sepakat untuk bertemu dua kali dalam sebulan dengan begitu banyak pertimbangan. Sejujurnya jika bisa, aku ingin bertemu dengannya setiap hari, di siang maupun malam hari, tapi itu tidak mungkin untuk kami. Tapi tidak hari ini. Sekarang kedua kakiku sedang berlari dengan cepat menuju mobil.
'Bagaimana kalau dia pingsan?'
'Bagaimana kalau ia terjatuh dan kepalanya terbentur sesuatu lalu akhirnya kehilangan kesadaran?'
'Bagaimana kalau....'Begitu banyak pikiran negatif yang memenuhi diriku yang sangat khawatir ini. Bagaimana tidak khawatir, dia tidak membalas pesanku sama sekali sejak siang tadi. Pesan terakhir darinya hanya memberitahukanku bahwa ia sedang tidak enak badan. Badannya panas dan tenggorokannya terasa kering, sampai ia bilang ia tidak sanggup untuk menelponku karena suaranya yg serak dan flu yang kunjung tidak berhenti. Aku membalas pesannya, menanyakan apa dia punya obat untuk ia minum? Tetapi sampai sekarang aku tidak mendapat balasan pesan darinya sama sekali. Tanpa berpikir panjang, akhirnya aku memutuskan untuk keluar membeli obat lalu pergi ke apartemennya untuk memeriksa keadaannya. Sampai di depan apartemen Gon, aku mulai menggedor-gedor pintu apartemennya sambil memanggil Gon, meminta untuk dibukakan pintu. Sampai aku tersadar, aku lupa kalau Gon sudah memberitahukan kata sandi untuk masuk ke apartemennya. Benar kata orang, jika sedang panik tindakan seseorang tidak akan berjalan dengan baik. Sambil menekan tombol angka sandi apartemen Gon, aku berusaha untuk menenangkan diri dan sudah siap dengan segala kemungkinan yang terburuk saat memasuki apartement ini. Begitu pintu terbuka, aku mulai mencarinya di setiap ruangan. Mulai dari kamar mandi, ruang makan, ruang tengah, balkon, tapi aku tidak menemukannya. Yang berarti, hanya kamar tidur yang belum kumasuki. Rasa panik, takut dan khawatir semakin membesar setibanya kedua kakiku tiba di depan pintu kamarnya sambil berharap semoga aku tidak menemukan Gon dalam keadaan tergeletak di lantai tidak sadarkan diri.
Setelah kubuka pintunya, aku mulai merasa sedikit lega. Setidaknya tubuh Gon berada di tempat yang benar, yaitu di tempat tidurnya. Dan akhirnya aku bisa tenang sepenuhnya karena Gon hanya tertidur setelah aku mendekat dan memeriksa keadaannya. Tubuhnya benar-benar terasa hangat, dia sepertinya demam. Heol... tadi itu benar-benar sangat menegangkan. Ini belum pernah terjadi padaku, aku tidak pernah sepanik ini hanya karena seseorang yang tidak membalas pesanku. Aku kembali bangun keluar dari kamar untuk menyiapkan obat beserta air untuk Gon. Ternyata, pintu-pintu di apartemen ini belum kututup kembali. Semua pintu ruangan masih terbuka termasuk pintu masuk apartemen Gon, itu terjadi karena diriku yang begitu tergesa-gesa. Aku kembali menutup semua pintu yang ada di ruangan ini. Saat ingin menutup pintu keluar aku malah tertawa. Menertawakan diriku yang ternyata dengan bodohnya memakai sepasang sepatu yang berbeda. Sepatu untuk kaki kanan berwarna hitam dan kaki kiri berwarna putih.
"Oppa? Kenapa kau ada disini?" Tawaku terhenti karena mendengar suara Gon yang terdengar serak. Ia berjalan duduk menuju sofa dengan tubuh yang lunglai.
"Oh maaf, aku membangunkanmu ya? Aku membelikanmu obat. Cepat masuk kembali ke kamarmu, aku akan bawakan obatnya."
Ia mengangguk menuruti perintahku. Meskipun wajahnya terlihat pucat, ia tetap tersenyum kepadaku lalu berjalan pelan menuju kamarnya.『※』
"Ini minum." Aku memberikan satu nampan penuh dengan obat, vitamin, buah-buahan, satu gelas air putih dan satu gelas air jeruk hangat. Wajah Gon semakin memucat setelah melihat apa saja benda yang ada di atas nampan ini.
"Oppa, apa ini semua harus aku minum dan makan?"
"Tidak, untuk sekarang minum dulu obat utama yang sudah kutaruh dekat air putih, kemudian minum air jeruknya ya. Bisa-bisanya kau di rumah sendiri tidak punya obat. Kau kemanakan semua obatmu?"
"Aku punya obat, tapi tidak ada obat untuk sakitku yang seakarang ini. Sekarang, obat spesialku sudah datang. Jadi sebentar lagi aku akan sembuh." Ia sudah selesai meminum semua obatnya kemudia tersenyum karena perkataannya yang menggambarkan diriku sebagai obat spesialnya.
"Tidak usah tersenyum seperti itu, tidurlah."
"Aku tidak mau tidur, kapan lagi aku bisa berbicara dengan Oppa di luar jadwal temu kita berdua?"
"Kau harus tidur dan istirahat agar cepat sembuh." Aku hendak menyelimutinya, tapi selimut yang ada di kasurnya sekarang tidak layak untuk di sebut sebagai selimut. "Aish, kenapa selimutmu tipis sekali sih? Dimana kau taruh selimut tebalmu?"
"Di lemari kamar tamu."
"Tunggu sebentar, akan kuambilkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Us, Ours
FanfictionCerita tentang mereka yang di satukan oleh takdir. Cerita tentang 'kita'. Cerita milik 'kami'. "𝐂'𝐞𝐬𝐭 𝐩𝐚𝐬 𝐦𝐨𝐢 𝐪𝐮𝐢 𝐭𝐞 𝐜𝐡𝐞𝐫𝐜𝐡𝐞, 𝐌𝐚𝐢𝐬 𝐥𝐞 𝐝𝐞𝐬𝐭𝐢𝐧 𝐪𝐮𝐞 𝐧𝐨𝐮𝐬 𝐫𝐞𝐭𝐫𝐨𝐮𝐯𝐞 ...."