Contact

1.8K 160 82
                                    

𝑪𝒐𝒏𝒏𝒆𝒄𝒕é𝒔 𝒍𝒆𝒔 𝒖𝒏𝒔 𝒂𝒖𝒙 𝒂𝒖𝒕𝒓𝒆𝒔 𝒄𝒐𝒎𝒎𝒆 𝒅𝒆𝒔 𝒓𝒖𝒃𝒂𝒏𝒔 𝒓𝒐𝒖𝒈𝒆𝒔. 
𝑵𝒐𝒖𝒔 𝒐𝒎𝒎𝒆𝒔 𝒄𝒐𝒏𝒏𝒆𝒄𝒕é𝒔...

(15)

Aku suka bermain game, tapi hanya game yang mudah dimainkan bukan game yang rumit seperti ini. Semenjak mengenalnya, aku akhir-akhir ini jadi sering memainkan game kesukaannya karena dia mengajarkanku bagaimana cara bermain game yang rumit ini. Ternyata seelah di pelajari, game ini cukup seru juga. Oppa terkadang mengajakku untuk bermain bersama. Aku masih termasuk ke dalam kategori pemain yang payah, tapi dia tetap membimbingku dengan sabar walaupun rasa kesalnya terkadang muncul dikarenakan aku yang agak sulit mengikuti arahan darinya.

"Gon ayo kita ke area sana bersama, kita serang semua musuh yang ada disana!"
"Oke berangkat!"

Biasanya kami bermain secara terpisah, dia di apartemennya dan aku di apartemenku sendiri. Tapi kali ini kami bermain di dalam ruangan yang sama, di kamar tidurnya. Dia membiarkanku untuk bermain menggunakan PCnya dan dia menggunakan laptopnya. Katanya agar aku lebih nyaman duduk di kursi khusus untuk bermain game dan dia duduk di atas tempat tidurnya. Sepertinya dia mengalah hanya untuk kenyamananku.

"Hari ini permainanmu bagus juga. Sepertinya kemampuanmu semakin meningkat ya?" Aku hanya tersenyum untuk menjawab pujiannya. "Jadi karena kau semakin handal... apa mau lanjut bermain lagi?" Saat ia mengajakku untuk bermain lagi, aku otomatis mengerutkan alisku. Apa? Lagi?
"Tidak mau." Dengan tegas aku menolaknya. "Aku bosan bermain game. Kita sudah bermain game dari sore dan lihat! Sekarang langit sudah gelap." Aku tidak percaya dengannya. Kita berdua sudah bermain belasan kali dan dia masih ingin lanjut? Oppa adalah tipe orang yang disaat bermain game dan saat bertemu teman-temannya, pasti ia lupa akan waktu yang terus berjalan. Aku harus selalu mengingatkannya untuk bermain secukupnya saja, jangan berlebihan.
"Oppa tidak kasihan dengan Choco? Dia sedaritadi hanya terdiam saja bosan karena tidak ada yang mengajaknya bermain. Tubuhku juga sudah terasa pegal, seharusnya kau juga sudah merasa pegal sekarang karena bermain diatas tempat tidur, bukannya malah ingin lanjut bermain lagi." Jika aku sudah kesal begini, dia pasti hanya diam dan tersadar atas kesalahan yang ia buat kemudian menuruti perkataanku.
"Eoh, baiklah. Ayo berhenti main game. Jangan marah lagi yaaa..." Kedua tangannya memegang wajahku, menggerakkan kepalaku perlahan sambil membujukku untuk berhenti marah.

"Ah! Aku lupa. Seharusnya hari ini kita kan harus menonton film pendekmu bersama. Kenapa kita malah bermain game?"
Setelah film pendekku yang berjudul 'Untact' rilis 2 hari yang lalu aku sudah menyuruhnya untuk menonton sendiri. Dia bilang tidak mau menontonnya sendirian, dia ingin menontonnya bersamaku tak tahu alasannya apa. Kami berdua malah lupa dengan tujuan utama dan malah bermain game sampai malam hari. Sebenarnya aku merasa lebih baik jika dia menontonnya sendirian, karena aku berpikir kalau sepertinya dia akan merasa kesal sepanjang menonton filmku. Tapi kalau dipikir-pikir, akan menyenangkan juga melihat ekspresi kesalnya saat melihat filmku. Dia saat menggemaskan saat kesal karena cemburu.

Lampu ruang tengah telah di redupkan, sehingga hanya cahaya dari televisi yang terlihat menonjol. Bantal sofa dan selimut juga sudah disiapkan tidak lupa beberapa makanan ringan dan minuman soda tertata rapih di atas meja tamu. Rasanya berkencan di dalam apartemen saja sudah cukup membuatku puas. Sekarang saja ruang tengah sudah terasa seperti bioskop sungguhan malah terasa lebih nyaman. Walaupun terkadang kami ingin berkencan di tempat umum seperti pusat perbelanjaan, tempat wisata dan taman bermain. Tapi aku selalu berpikir, mempunyai waktu dan bertemu dengannya saja sudah sangat berharga untukku. Untuk apa ke pusat perbelanjaan jika kami bisa membeli semuanya secara online? Untuk apa ke tempat wisata kalau dirinya saja sudah indah untuk dipandang? Untuk apa pergi ke taman bermain yang sering membuatku kepalaku pusing saat menaiki wahana-wahana yang ada disana? Lagipula sikap kekanak-kanakkannya saja sudah cukup sering membuatku pusing. Selain memang sulit untuk berkencan di tempat umum, kami berdua adalah pasangan yang lebih memilih untuk tinggal dan bersantai di dalam rumah.

Us, OursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang