Semesta

1.6K 167 10
                                    

Story by : hyuckers


.

.



Hari itu, kamu tersenyum teduh. Tanpa tau ada rahasia yang kamu tutupi saat itu. Semua berjalan seperti pada mesti nya. Seperti tanpa tanya namun semua tertutupi makna.

Aku duduk tepat di hadapan mu. Menyelami mata, yang selalu membuat ku jatuh. Benda bulat yang sudah ku sebut sebagai poros, tempat aku berputar di dunia.

Kamu berdehem, menghentikan suasana canggung yang tercipta. Sedang aku, hanya menanggapi dengan senyum yang masih setia ku sunggingkan.

"Maaf." katamu.

Dan perkataan itu cukup keras menampar ku. Aku tidak tau tentang 'kenapa kamu meminta maaf'. Namun entah kenapa kata 'maaf' membuat jantung ku berhenti, kemudian berdetak cepat. Bahkan hanya dengan kata itu senyum yang sedari tadi tercipta, luntur entah kenapa.

"Aku tau ini salah. Dari awal ini memang salah."

Apa maksud mu? Menyesal, huh? Seolah kamu meyesal dengan apa yang kita jalani kini. Meski aku tidak tau kamu berbicara apa, tapi sedikitnya aku khawatir kamu sedang membicarakan kesalahan yang ada dalam hubungan kita. Lalu perasaan takut itu hadir.

Aku menyerngitkan dahi, seolah menutupi perasaan takut yang kian membalut.

"Aku harus pergi. Ibu tidak merestui kita."

Itu sudah jelas. Dan aku tau betul apa yang ibu mu tidak suka. Aku sadar diri siapa aku disini, aku sadar siapa kini yang sedang aku puja ini. Kamu langit, terlalu tinggi untuk di gapai. Kamu tetap langit, yang menjelma menjadi ramah. Namun sebaik-baiknya langit, tetap tidak akan pernah mendapat restu dari semesta -ibumu- jika berhubungan dengan bumi yang kotor. Semesta -ibumu- tidak pernah baik, sebab ibu mu menjunjung tinggi kesombongan nya. Mana mau sang anak dengan Bumi yang hina, yang menjadi pijakan para makhluk berdosa.

Apa yang harus aku jawab sekarang? Sedang semesta adalah segala nya. Ucapan ibumu adalah seluruh patuh yang harus ku dengar. Tapi aku ingatkan, sekalipun semesta adalah segala nya. Tetap saja Tuhan jauh lebih tinggi dari ibumu, dari semesta. Aku tidak punya semesta seperti mu, tapi aku punya Tuhan, bukan?

Mari buat keputusan

"Baiklah."

Jawab ku yang membuat ku terhenyak. Entah untuk alasan apa kamu terkejut, namun aku sedikit berharap bahwa kamu juga tidak menginginkan perpisahan ini. Mata teduh mu menyendu, dan itu menyakiti ku. Aku tau, sebenarnya kita tidak ingin. Namun apa boleh buat?

Kerongkongan tanpa jakun menonjol mu terlihat menelan ludah. Seperti aku yang menelan kekecewaan. Tapi tak apa, ayo jalani ini terlebih dahulu. Kembali, kamu memandang ku dan aku mengangguk. Melempar senyum tulus, setulus aku mencintai namun harus melepas mu, kini. Tenang saja, sebentar lagi, entah berapa tahun lagi aku akan kembali memiliki mu. Pegang janji ku, meski kau tidak mendengar nya.

Aku berdiri, mencondongkan wajah tepat di hadapan mu. Mencium sekilas kening yang berisi otak jenius itu.

"Aku pergi. Dan tunggu aku untuk bisa pantas bersanding dengan mu."

Aku tau ini konyol. Dimana ada bumi yang pantas bersanding dengan langit? Ini lelucon dan aku tertawa pahit. Ini menyakiti ku sendiri. Namun tak apa, aku akan berusaha.

Sebuah usapan kecil aku berikan pada pipi yang kini sudah dialiri air bening itu. Menatap manik yang akan selalu membuat aku tenang. Yang selalu membuat aku akan tidur terlelap jika memandang nya. Sebagai salam perpisahan aku ucapkan

"Aku mencintai mu." tepat disamping telinga kanan mu.

Setelah menjauhkan wajah ku, aku mengangguk. Seolah menyampaikan kata yang tak bersuara bahwa semua akan baik-baik saja. Ya, semua akan baik-baik aja. Mengatakan pada mu bahwa aku berterimakasih atau waktu yang kita lalui bersama selama ini. Terimakasih sudah menerima cacian orang tentang kita yang memang tak pantas bersama. Terimakasih sudah bertahan selama itu. Setelah 4 tahun yang kita jalani berdua, ayo mulai berbalik arah. Memulai segala yang baru. Segala tanpa ada kata kita.

Sekali lagi aku mengangguk. Mengatakan maaf yang besar karna tidak menjadi kekasih yang baik untuk mu. Maaf tidak memberi kado yang spesial saat kamu ulang tahun atau saat tanggal jadi kita. Aku meminta maaf saat aku menjadi pencemburu padahal aku tidak pantas merasakan perasaan itu. Maaf karna aku terlalu memaksa mu selalu ada untuk Le, walau kamu sebenarnya ingin bermain dengan Jeongin dan Somi. Maaf, aku mencintai mu Zhong Chenle.

Meskipun begitu, aku tidak langsung beranjak. Aku masih menatap mu yang kini terisak pelan di kursi kafe. Ingin merengkuh, namun tubuhku kotor. Tentu saja, bumi akan selalu kotor dibanding kan dengan langit yang tak tersentuh makhluk kotor, bukan?

Baiklah, maafkan aku harus pergi. Harus meninggalkan mu. Aku terlalu hina mencintai langit seperti mu.

Sebelum berbalik aku sempat berbisik "Tunggu aku dear, aku akan kembali setelah pantas."









End


Bitter Sweet - JichenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang