Ten

200 30 4
                                    

happy reading gais:>

kalau ada typo maklumi, saya manusia bukan bulan hehe

Sama seperti suasana di chapter kemaren. Dangerous masih bingung memikirkan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh kriminal yang mereka incar.

Semakin di pikirkan, maka semakin pusing pula kepala mereka. Apa yang harus di ambil dari petunjuk kedua? Lalu siapa yang mengatakan lemah kepada Dangerous? Lalu, siapa pula yang berkhianat? Terakhir, di sekitar kalian, menuju ke benda atau orang? Sungguh hal yang rumit untuk dipikirkan.

Tuhan! Bolehkah mereka meminta satu tambahan otak, agar mereka bisa berpikir secara jernih? Kalau perlu kirimkan mereka sperkulasi yang setidaknya bisa membantu mereka. Bantulah orang-orang bodoh ini.

"Hey, apakah kita tidak bisa melacaknya? Kurasa setidaknya kita harus mendapatkan nomor telpon salah satu dari mereka," Baru saja Eunha beranjak ingin melacak menggunakan laptopnya. Suara berat dari arah samping, menghentikkan langkahnya dan membuat Eunha menoleh secara reflek.

"Tak perlu, sebenarnya tadi aku menemukan sebuah kertas lain di depan rumahmu," Kali ini Hanbin menyodorkan kertas berukuran lebih kecil dibanding kertas pertama tadi.

Tak mau ketinggalan petunjuk satu pun, mereka langsung mengambil dan melihat apa isi dari kertas usang tersebut.

"Oh, aku baru tau, sekelompok mafia yang menyerahkan dengan sukarela nomor mereka. Apa mereka takut?" Kekehan Irene entah mengapa membuat beberapa pasang mata memandangnya tak suka.

"Mungkin mereka menyadari bahwa otak kita sungguh rendah, jadi mereka dengan sukarela memberikan nomor ini," Celutukkan asal milik Jeon Jungkook mau tak mau memberhentikkan kekehan Irene.

Benar juga, sejak tadi mereka pusing dengan petunjuk sebelumnya, eh dateng nomor ini malah menyombongkan diri. Manusia kan.

"Coba kau hubungi, Rene-ya," Irene dengan gesit langsung mengambil handphone clone nya dan tentu saja menekan digit nomor yang tertera disana.

Sejenak Irene hening, menunggu telpon itu terhubung. Tersadar banyak pasang mata yang melihat nya, dengan segera ia meloudspeaker kan handphone nya tersebut.

Bunyi nada dering terhubung masih saja terdengar, bahkan membuat Jihyo menggerutu tak sabar.

"Tuhan! Kemana mereka? Apa mereka tidak menyangka bahwa kita berani menelpon mereka? Orang-orang pengecut," Yoongi pun menatap Jihyo dengan tatapannya yang seperti biasa, aneh.

"Bisa berhenti menggerutu? Kita menelpon mereka untuk menunggu informasi bukan untuk menggurutu payah," Mau tak mau, suka tak suka, Jihyo pun menutup mulutnya. Tidak Jennie, tidak Yoongi, sama saja. Hobby sekali membuat orang bungkam.

Setelah lama terdengar bunyi nada terhubung, akhirnya telpon itu pun di jawab dengan suara yang terbilang cukup berat.

"Apakah kalian para foolers? Biar kutebak, buntu petunjuk bukan? Yeah, aku tak salah menaruh kertas nomor itu dirumah mu,"


Satupun dari Dangerous, tak ada yang berani angkat bicara.

"Mengapa sunyi sekali? Bagaimana jika kita berali

h ke panggilan video? Melihat wajah para orang bodoh dapat memperbaiki mood ku,"


Step Brosist Zone [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang