Chap 9. Pendekatan

44 8 1
                                    

  Menyesali hati yang telah jatuh keperangkap salah tidak ada gunanya. Karena hati tau dimana ia akan berlabu.

***


    Rifa menstandarkan sepedanya. Ia meraih sisa daganganya yang tidak terjual. Badanya terasa begitu letih. Seperti akan lepas dari bautnya. Ini perdana Rifa mengais rezeki, sangat melelahkan. Jauh dari kata enak. Semoga lelah dan jerih payahmu menjadi berkah. Rifa.

"Assalamu'alaikum" Rifa menyambut tangan Nek Asmi dan menyalaminya.

Asmi tersenyum simpul "Wa'alaikumussalam"

"Gimana dagangannya?" Asmi meraih keranjang dari pegangan Rifa.

"Ada beberapa yang tidak habis Nek. Maaf Rifa gak bisa jual semuanya. Hari keburu malam" raut kusam, letih bercampur menjadi satu diparas Rifa.

"Tidak apa-apa. Nenek gak maksa harus laku semuanya. Yang penting Rifa mau berusaha" Asmi menyentuh puncak kepala Rifa dan mengelusnya.

"Yaudah mandi sana. Rifa pasti capek kan? Nenek mau buatkan teh untuk Rifa"

Rifa setuju. Keringat, bau sudah melekat ditubuhnya, tentunya sangat risih jika tidak dibersihkan. Ia harus begegas membersihkan diri agar kelihatan fresh. Sebentar lagi waktunya shalat. Tidak baik berlama-lama didalam kamar mandi apalagi menjelang maghrib.

   Adzan maghrib telah berkumandang. Menandakan dimulainya shalat. Pada saat itu juga Rifa baru selesai membersihkan diri. Bergegas ia memakai pakaian dan mengerjakan shalat. Setelah itu ia menghampiri Nek Asmi yang sedang menyaksikan acara televisi swasta dan berbaur disana.

"Diminum Nduk!" AsmI menggeser segelas teh hangat  yang dibuatnya untuk Rifa.

Rifa meneguk sedikit "Makasih Nek. Rasanya gak pernah berubah. Tetep enak" ucap Rifa tulus sembari tersenyum.

"Ah. Kamu bisa aja" balas Asmi tersipu malu. Cucu kesayanganya ini memang pandai menggoda. Padahal membuat teh hal yang paling mudah. Cukup memasukkan teh dan gula ke air yang panas, lalu diaduk dan siap diminum. Soal rasa tergantung selera masing-masing. Se-praktis itu bukan? Rifa saja yang terlalu berlebihan.

"Nek, Rifa mau tanya sesuatu. Boleh?" ujar Rifa disela-sela break time sinetron kesukaan neneknya.

"Mau nanya apa. Tanyakan saja" Asmi memutar posisinya tak lagi menghadap tv.

"Menurut nenek apa itu cinta?" Rifa sengaja menekankan kata terakhirnya.

"Cinta?" Asmi mengulang ucapan Rifa.

Rifa mengangguk pasti "Iya"

"Setau nenek cinta itu nama seseorang kan?" Setelah itu Asmi terpingkal-pingkal melihat ekspresi kaget dari cucunya.

"Ih nenek. Serius!" ucap Rifa merengek seperti anak kecil.

"Kamu jatuh cinta? Wah cucu nenek lagi di mabuk asmara" Asmi begitu berbinar. Tidak menyangka cucu kesayanganya sudah tumbuh dewasa dan memang sudah saatnya mengenal cinta.

Asmi bangkit serta berjalan membelakangi Rifa.

"Cinta itu memiliki dua sisi. Sisi negatif, sisi positif."

Rifa mencoba mencerna perkataan Neneknya. Tapi, otaknya pada saat ini tidak bekerja dengan baik. Sehingga menolak umpan apapun disana.

"Negatif atau positifnya tergantung diri kita sendiri. Ada yang memiliki cinta namun menyakitkan. Ada juga yang memiliki cinta bisa membawa faktor baik didalam hidupnya.

Rifa mendelik "Cinta yang menyakitkan itu seperti apa nek?"

Asmi mendesah berat. Cucunya terlalu kuno mendalami makna cinta dan perasaan. Wajar saja karena selama ini Rifa terlalu sibuk dengan dunia pendidikanya. Ia lebih mengedepankan ilmu.

ASKARA LOVE[Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang