Gemassss...
Shinki benar-benar gemas melihat tingkah adik sematawayangnya. Saking gemasnya, dia ingin melempar Sarada ke luar angkasa. Tapi, tentu saja tidak bisa. Yang ada dia malah dapat amukan dari sang amah tercinta.
Bagaimana tidak? Setelah berbicara dengan ikan, kini Sarada juga mengajak sepeda bicara. Arghh, apa yang ada di pikiran anak itu?!
"Dek, kamu kenapa makin hari makin gila, sih?!"
Sarada yang sedang mencuci sepeda onthel itupun menoleh ke asal suara.
"Sibuk amat sih, bang! Nggak ada kerjaan lain ya selain julid?"Shinki mendengus. "Nyuci sepeda ya nyuci aja, dek! Nggak usah diajak ngobrol juga!" Ujarnya selagi mengikat tali sepatu.
Sarada diam tak menanggapi. Dia masih sibuk dengan sepeda di depannya ini.
Shinki mendengus, lagi. "Kenapa sepeda tua itu dipake lagi? Kan bisa keluar pake motor abang!"
Sarada menghentikan kegiatannya, lalu menatap Shinki dengan tatapan yang sulit diartikan.
"Jangan bilang ini sepeda tua, Bang! Ini sepeda penjemput cinta! Abang inget kan kisah romeosuke dan juliekura?!"
Oh tidak. Shinki benar-benar tidak menyukai perdebatan ini. Tentu saja dia akan kalah bicara melawan Sarada. Lebih baik dia diam, pikirnya.
"Bang? Kok diem?!"
"Enggak, tuh!"
"Bang.. Abang inget kan cerita abah? Sepeda inilah bang yang selalu berjuang bersama abah. Abah rela tiap pekan dateng jauh-jauh dengan semangat membara. Abah rela menyeberangi gunung, lautan, dan lembah pake sepeda ke pesantren amah. Saat abah menghadapi berbagai badai yang menerjang, sepeda inilah yang jadi saksi perjuangan abah. Asal abang tau, sepeda inilah juga yang jadi saksi bisu kenapa abah sering ngerasa encok. Abang tau kan alesannya?"
Apa-apaan Sarada ini! Dia sebenarnya berniat memuji sepeda penjemput cinta itu atau malah mengejek abahnya yang extra tampan itu?! Ah entahlah, mungkin keduanya.
Shinki mendelik, menatap tajam setajam pisau yang baru diasah ke arah Sarada, lalu memejamkan mata. "Abahnya aja yang badung! Sok-sokan ngapelin santriwati, sih! Pake acara manjat tembok segala biar bisa ngasih surat cinta. Apa-apaan coba!"
Sarada terkekeh, "nah itulah penyebab si abah encok! Enak kalo suratnya mendarat ke amah, yang ada malah abahnya jatoh terus kena tumpukan tai sapi, surat cintanya bahkan kena juga!" Jelas Sarada.
Mereka terkekeh menertawakan kelakuan abah tercintanya saat muda dulu. Mereka bahkan lupa apa bahasan awal diantara keduanya.
Fix, mereka tak pantas ditiru! Orangtua sendiri kok di-ghibah-in! :vTanpa mereka sadari, lelaki paruh baya dengan netra hitam mendengar pembicaraan mereka sejak tadi. Maniknya yang tadi hitam kelam seketika berubah. Yang satu menjadi merah dengan 3 tomoe, satunya lagi berubah seperti bentuk bawang. Nampaknya, dia siap menginterogasi lalu menelan dua makhluk yang tadi sibuk membicarakannya.
Eh, canda deng!
Enggak ada siapapun disana!
Papasuke udah pergi kerja, sedangkan mamakura lagi asyik ngobrol di rumah tetangga.Aman deh aman~
dosa ghibah-nya aja yang nggak aman! ///Plakk!///***
Pake jilbab? Udah.
Kaos kaki? Udah juga dong.
Udah cantik? Pasti!Fix, siap meluncurr currr currr~
Sarada menaiki sepeda onthel abahnya lagi kali ini.
Ohiya, dimana Sumire dan Chocho?
Sumire? Anak itu sedang sibuk belajar untuk menghadapi tes masuk Perguruan Tinggi Negeri. Rajin? Harus! Jangan lupa jika mereka sudah lulus SMA tahun ini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Aishiteru Abang Bakso! ✓
Fanfiction"Mamang ganteng, baksonya manis kayak mamang." "Bakso nggak manis!" "Kan makannya sambil ngeliatin mamang, ya jadinya manis lah!" "Aing masih muda, jangan panggil mamang." "Kalo panggil sayang?" "Ogah, bukan mahrom!" "Eits.. nggak BUKAN, tapi BELUM...