"HOT NEWS GAISSS, HOT NEWS!!" Chocho berteriak heboh dengan netra masih terfokus pada layar gepeng di genggamannya.
Sumire dan Sarada memutar bola mata malas, melirik sebentar pada si gadis eksotis yang masih seenak jidat makan keripik kentang di kasur orang.
Chocho yang merasa ter-kacang-kan hanya mendengus, kemudian memasang raut muka serius.
Sumire menaikkan alis, menatap ke arah Sarada seolah mengatakan 'Chocho kenapa?' dan hanya dibalas gedikan bahu oleh si pengguna frame merah.
"Dengerin dulu, aku serius!" Murka Chocho.
Sarada meletakkan novel dan menatap sengit Chocho. "Aku duarius, Cho! Kamu jangan makan di kasur, ntar semutan!"
"Sumi aja nggak marah, tuh!"
Chocho menjawab santai mengingat ruang yang mereka porak-porandakan kali ini merupakan kamar Sumire.
Sumire melepaskan sapu di tangannya lantas menatap tajam ke arah Chocho. "Mau dijadiin kurban, Cho? Kebetulan bulan depan Idul Adha."
Chocho bergidik, sementara Sarada tertawa tanpa rasa bersalah.
"Kamu juga, Sar!" Desis Sumire lantas menunjuk ke arah rak buku di sudut kamar. "Siapa coba yang ngacakin rak itu?!"
Kini giliran Chocho yang tergelak tanpa dosa. Sarada mendengus, "iya iya, ntar kita beresin sama-sama. Sekarang mending cerita-cerita deh!" Usulnya.
"Gitu dong!" Sumire berujar riang dengan menampilkan cengiran khasnya dan beranjak menuju sofa di dekat Sarada, begitu pula dengan Chocho.
Mereka telah duduk bersisian, dan Sumire mulai membuka suara. "Gesss, aku rindu.."
"Jangan rindu, itu berat kayak Chocho."
Sarada menjawab seenaknya seraya merebut paksa keripik kentang dari genggaman Chocho.Chocho mendelik, geram dengan level kepedasan mulut temannya. "Lama-lama tak kuncir ntar tuh mulut!"
"Lakban aja, aku punya." Usul Sumire.
Sarada merasa aura sekitarnya makin mencekam. Dia bergidik, lantas mulai mencoba menjadi sang penenang kala badai menerjang.
"Ehm, kita mode serius dulu. Jadi Sum, gimana? Bisa cerita detail?""Bukannya tadi kamu yang nggak serius?!" Ketus Chocho tidak santai sembari melirik Sarada tajam.
Sarada melotot, meletakkan jari telunjuk di depan bibir, mengisyaratkan untuk diam.
Sumire membuka suara, mulai mengeluarkan rengekan dan uneg-uneg yang tertahan dua pekan terakhir. "Aku rindu mamas Mitsuuuuu!!! Aarghhh rinduuuuu!" Dia sedikit menjerit dengan tangan yang masih menarik-narik ujung jilbabnya sendiri. "Huh, rindu ternyata emang berat, lebih berat dari Chocho malah!"
Chocho yang lagi-lagi mendengarnya hanya dapat mengelus dada, berusaha sabar perihal berat badannya yang terus dibawa padahal tak melakukan apa-apa.
Sarada terkekeh kecil, "Ya wajar sih kamu rindu. Omong-omong, gimana tadi tesnya? Susah nggak? Yakin lolos, kan?"
Sumire tertunduk. "Yaa gitu. Soalnya mudah, jawabannya susah. Perihal lolos nggak lolos yaa gimana ya, aku nggak yakin.."
Sarada menepuk bahu Sumire, berusaha menjalarkan energi positif. "Harus yakin dong, Sum! Kami tunggu kabar baik darimu!"
"Ta-tapi kalo nggak lolos gimana?"
Chocho menelan keripik kentangnya, kemudian ikut bicara. "Hei, kamu kan udah do'a dan usaha, jadi sekarang saatnya tawakal. Percaya aja, Allah pasti ngasih yang terbaik, kok! Kalo kamu lolos, berarti itu emang yang terbaik buat kamu. Dan kalopun nggak lolos, berarti Allah udah nyiapin sesuatu yang jauh lebih baik buat kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aishiteru Abang Bakso! ✓
Fanfiction"Mamang ganteng, baksonya manis kayak mamang." "Bakso nggak manis!" "Kan makannya sambil ngeliatin mamang, ya jadinya manis lah!" "Aing masih muda, jangan panggil mamang." "Kalo panggil sayang?" "Ogah, bukan mahrom!" "Eits.. nggak BUKAN, tapi BELUM...