Telat

690 88 16
                                    

"Bang, kok ngebuletin satu itu nggak selesai² sih, Hima aja udah dapet 8 yang gede-gede!" Ujar Himawari, adeknya Boruto yang lagi ngebantu si abang bikin bakso.

Boruto dengan telaten masih membulat-bulatkan bakso pesanan si pembeli anehnya itu. Menyesuaikan ukuran yang kira-kira pas untuk porsi gadis yang sedang diet.

"Dek, kalo cewek diet biasanya pengen ukuran bakso yang sebesar apa?"

"Hah?! Abang mau diet kayak cewek?"

"Dih, bukan gitu! Kali aja kan ntar abang bikin menu khusus wanita yang lagi diet!" Alibi Boruto.

"Gini ya bang, Hima kasih tau. Yang namanya diet itu biasanya nggak makan bakso, bang! Biasanya makan makanan vegetarian gitu loh."

Boruto hanya manggut-manggut. Setelah dirasa menemukan ukuran yang pas, ia membulat-bulatkan bakso itu agar bulatannya sempurna. Himawari hanya melongo melihat tingkah saudara kuningnya itu.

"Abang ngapain sih?"

Himawari kemudian mendekati Boruto, lalu meletakkan telapak tangan ke dahi abangnya.
"Nggak panes tuh."

"Dih, emang kamu pikir abang sakit?!"

"Bang..."

"Hmm?"

"Abang udah minum obat?"

Boruto mengernyit. "Obat apaan?"

"Obat sakit jiwa lah, Bang!"

"Seolah-olah dan seikan-ikan, kamu!"

Naruto yang baru saja berdiri di ambang pintu lantas berkata, "Abangmu nggak kurang obat, dek."

Boruto membusungkan dada, menatap Himawari dengan senyuman bangga sambil menaik-naikkan sebelah alisnya.

"Dia itu overdosis!" Lanjut Naruto, kemudian melenggang keluar dari dapur.

"BABEHHH!!!!"

Hinata yang mendengar suara melengking Boruto segera menuju dapur. Matanya melototi putra sulungnya itu.

Boruto yang melihatnya bergidik ngeri. "Eh emak.. Boruto nggak sengaja teriak tadi."

"Bor, ganti baju cepet!" Titahnya.

"Eh? Kenapa mak?"

"Kita ke RSJ sekarang!"

"Dedek Bolt kenapa ternistakan di keluarga ini ya Allah?" Boruto menjerit dalam hati.

***


Boruto berulangkali mengecek ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul 14.45, tapi gadis aneh yang biasanya datang duluan itu belum ada disana.

Boruto melirik ke arah Mitsuki, tepatnya ke bangku dekat Mitsuki yang diduduki Chocho dan Sumire.
"Mereka temennya, kan?"

Kemudian dia melirik pentol bakso yang ukurannya berbeda sendiri itu.

"Arghh bodoamat!" Batinnya seraya mengacak rambut frustasi.


***

16.00 WIB

"Sarada, menikahlah denganku.." Ujar lelaki tampan di depannya.

Wajah Sarada merona hebat. "Be-beneran?!" Tanyanya.

Lelaki itu mengangguk.

Sarada melompat kegirangan di taman berbunga itu. Hatinya dipenuhi bunga beragam warna. Karena teramat senang, dia berlarian kesana kemari hingga tak menyadari jika ada sebuah batu besar yang siap membuatnya tersungkur kapan saja.

Aishiteru Abang Bakso! ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang