Jam 22.30 malam. Mika sudah sampai di rumahnya yang gelap. Ia menghidupkan lampu, lalu menutup seluruh jendela. Setelah beres, ia pun berjalan ke kamarnya.
Membuka pintu, dan menghidupkan saklar lampu kamar. Meletakan tasnya di meja belajar. Ia memilih untuk duduk terlebih dahulu di atas kasur.
Mika menatap foto yang berada di atas nakas. Foto keluarga Mika. Ia tersenyum dengan air mata yang sudah berkaca-kaca, sambil mengelus foto tersebut.
"Ibu ... Mika rindu Ibu," lirihnya. Dengan tetesan air mata yang terjatuh di pipinya.
"Udah dua tahun ibu pergi. Dan ... Ibu gak cari Mika sama sekali. Ibu ... Mika di sini sendirian," ujarnya dengan hati yang lara.
Ia tak sekuat itu. Menjadi orang yang pura-pura kuat dengan menampilkan senyuman. Seolah hidupnya ini baik-baik saja.
Ibunya pergi tak tau kemana. Sudah dua tahun pun Ibunya tak memberi kabar di mana dia tinggal. Mika ingin sekali menemuinya. Ia tidak membenci ibunya, walaupun ibunya sudah meninggalkannya.
Mika pun membaringkan tubuhnya dengan foto keluarganya yang berada di pelukannya. Air matanya terus mengalir. Rasanya lelah sekali yang saat ini Mika rasakan.
Sampai ngantuk pun datang. Dan membuat mata Mika secara perlahan-lahan tertutup, menandakan Mika sudah tertidur sehabis menangis tanpa membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.
🎧🎧🎧
"Mika. Lo udah fotocopy bahasa indonesia kan? Gak lupa kan?" Tanya Alma beruntun.
"Udah di fotocopy kok Alma bawel," sahut Mika. Sambil menggoes sepeda. Dengan Alma yang berada di boncengannya.
"Gue bawel sama lo. Karena peduli, tau gak," tutur Alma. Dengan wajah yang aga cemberut.
"Iya ya maaf deh."
"Senin besok udah ulangan. Duh ya ampun, gue paling goblok bet lagi di Mtk. Manaan gurunya tuh ngejelasinnya susah dimengerti," gerutu Alma.
"Lo yang gak ngerti. Atau emang beneran goblok Al?" Tanya Mika. Membuat Alma mendengus kesal.
"Mika kalau ngomong sangat berdosa sekali," sahutnya. Lalu Mika terkekeh.
"Gue cuma ngulang omongan lo kok."
Saat mereka sedang asik mengobrol tiba-tiba saja, ada segerombolan motor sport mengebut. Membuat Alma dan Mika kaget. Mika yang menggoes sepedanya pun menjadi oleng. Dan hampir saja membuat mereka terjatuh.
Mika menghentikan sepedanya. Lalu mereka berdua mengelus-elus dada karena sangat terkejut.
"Woi! Manusia gak ada ahlak. Kalau naik motor biasa aja dong! Gue jantungan nih," seru Alma, marah. Sambil berdiri.
Lalu ada satu motor yang berhenti dan menengok ke arah belakang.
"Nah kaya ya dia mau minta maaf tuh Mik. Awas aja kalau ke sini, gak gua maafin!" Ujar Alma. Namun dugaanya salah, lelaki itu kembali mengendarai motornya. Tanpa berbalik meminta maaf kepada mereka.
"Lo terlalu berharap tinggi Al," tutur Mika.
"Woi! Manusia. Bukanya minta maaf lo. Emang bener-bener manusia laknat, kesel gue," sahut Alma.
"Yaudahlah biarin aja. Nanti ada balesannya," lerai Mika, ia tidak ingin mempersulit keadaan. Namun Alma masih saja kesal dengan mereka yang senga di jalan.
"Yaudah sini ah. Gue yang bawa sepedannya," ucap Alma. Mika pun berdiri dan menggeser tubuhnya. Sekarang giliran ia yang di boncengi.
"Jangan ngebut-ngebut Al," peringat Mika.
"Kenapa emang?" Tanya Alma.
"Nanti jatoh. Lo kan gitu, kalau emosi suka seenaknya bawa sepeda," sahut Mika, aga khawatir dengan dirinya.
"Sotoy lo Mik. Gue gak gitu kok," kilahnya, enggan mengakui hal itu.
"Gue sotoy dari mana coba? Lo inget gak waktu kita kelas satu SMA lo bawa kebut sepeda gue. Karena lo kesel gara-gara cinta pertama lo itu udah jadian sama yang lain," ujar Mika, menceritakan.
"Ish! Lo ngapain bahas-bahas masa lalu coba, udah lewat itumah," sahut Alma yang kesal, karena mengingat cinta pertamannya telah di ambil orang lain.
"Dan pas pulang sekolah lo bawa kebut sepeda. Sampai lo nabrak batu bata dan kita jatoh berdua. Tau gak, kaki gue bungsut kena aspal. Dan lo ... Malah kabur, temen yang sangat berdosa sekali," timpal Mika.
Alma tertawa terbahak-bahak saat mengingat itu. Ia kabur lantaran ia takut jika ia akan kena omelan dari ibunya Mika. Padahal ia tidak diomeli sama sekali.
"Ya maaf. Abisnya gue udah takut duluan, terus juga lo nangis waktu itu," bela Alma. Ia tidak ingin di salahkan sendiri.
"Di sepanjang jalan gue nangis Al. Malahan lutut sakit. Gue udah kek orang patah hati aja kaya gitu," tutur Mika. Alma masih saja terus tertawa. Ia tidak bisa berhenti, karena kejadian itu sangat lucu sekali.
"Ya ampun hahaha. Padahal lo cerita gini udah sering, tapi kenapa gue masih ngakak aja si njer!" Jawab Alma.
"Humor lu receh si Al."
"Udah ah udah. Jangan cerita lagi Mik, sumpah perut gue sakit gak kuat hahah," sahut Alma.
"Oke-oke. Makanya lo bawa sepeda yang bener, harus fokus," cetus Mika. Sambil tersenyum.
Mika pun bernafas lega. Karena ia tidak ingin jatuh kembali ke jalan aspal karena itu rasanya sangat sakit. Membuat ia selalu wanti-wanti terhadap Alma yang membawa sepedanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RISALAH HATI
Teen FictionAku diam bukan berarti aku bisu. Terkadang berbicara tidak selalu penting untuk di ucapkan. Begitulah sosok Mika Syahira Faeza. Yang tak banyak bicara, namun teliti dalam mengamati sesuatu. Kehidupannya yang hancur karena keegoisan orang tuan nya. M...