01

3.3K 465 75
                                    

"Apa aku benar benar akan bertemu dengan Yedam?" Yoshi tampak sangat bersemangat, ia bahkan beberapa kali melihat keluar jendela mobilnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa aku benar benar akan bertemu dengan Yedam?" Yoshi tampak sangat bersemangat, ia bahkan beberapa kali melihat keluar jendela mobilnya.

Ayah dan ibunda Yoshi yang melihatnya dari depan hanya bisa tersenyum lirih, mereka memang senang akhirnya bisa melihat Yoshi tersenyum dan bersemangat seperti dulu lagi.

Tapi..... Mereka takut Yoshi akan sakit hati karena melihat Yedam yang— gila.

Bunda dari Yoshi itu tersenyum; menatap ke arah sang putra dengan lembut.

"Yoshi, apa kamu tetap menyayangi Yedam apapun yang terjadi?" Tanya Ibundanya.

Yoshi tersenyum; mengangguk dengan semangat. "Tentu saja."

"Baiklah kita sudah sampai."

"Ayah, kenapa kita berhenti di rumah sakit jiwa?"

"Ayah, kenapa kita berhenti di rumah sakit jiwa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cepat saja minum obatmu!"

"Tidak mau! Yedam hanya mau Yoshi!" Bentak Yedam secara rendom. Ia menangis sekeras kerasnya, berlari menjauhi psikiater yang memberinya obat.

"Bang Yedam dengarkan aku!" Bentakan keras sang psikiater itu mampu membuat nyali Yedam seketika menciut, ia bahkan langsung berhenti begerak.

"Yoshi atau siapalah itu—" Psikiater itu bicara dengan marah. "—ia tidak mungkin mau bertemu denganmu lagi, harusnya kamu sadar, kamu itu gila."

"Tidak!" Yedam berteriak sekencang mungkin. "Yoshi masih mau bertemu dengan Yedam, Yoshi masih menyayangi Yedam!"

Psikiater itu ingin berteriak marah, namun bunyi pintu ruangan yang dibuka membuat ia menghentikan aksinya.

Ia mendesah, sebelum meletakan obat jiwa milik Yedam dan pergi kearah pintu.

"Untuk apa kamu kemari nak?" Tanya psikiater itu. Ia menatap kearah orang yang baru saja masuk tersebut.

"Aku mencari Yedam."

Saat Yedam mendengar suara orang yang selalu ia hapal itu, Yedam langsung berlari kearah pintu masuk kamarnya.

"Yoshi!" Yoshi sedikit terhenyak kala suara yang begitu ia rindukan seakan mengalun indah di telinganya.

"Kamu datang! Kamu datang! Yedam rindu Yoshi! Yedam mau mati kalau Yoshi gak datang!"

Yoshi menangis, benar benar menangis. Ia menatap kearah Yedam yang memeluknya dengan erat. Dapat ia rasa dadanya basah karena air mata.

"..... Yedam tenanglah, aku disini sekarang— dan aku juga merindukanmu." Yoshi beberapa kali mencium pucuk kepala Yedam, menghapus air mata di pipinya sendiri kemudian.

"Biarkan mereka menghabiskan waktu mereka dok." Ucap ayah dari Yoshi tersebut.

Sang psikiater tersebut menghela nafas lelah. Sebelum benar benar keluar dari ruang rawat Yedam. Ia menepuk pundak Yoshi.

"Siapapun kamu nak, kamu adalah orang yang hebat!"

"Jangan menggoda Yoshi ku!" Celetuk Yedam tiba tiba.

Sang psikiater itu hanya bisa menggeleng gelengkan kepalanya. "Tidak ada yang mau mengambilnya! Sudah sana masuk kalian! Anak muda jaman sekarang aneh!"

Setelah mengoceh panjang lebar, sang psikiater itu keluar dari ruangan inap Yedam; menyisakan Yedam yang masih setia memeluk badan Yoshi.

"Ayo kita masuk."

Yedam terdiam sebentar, sebelum memegang tangan Yoshi.

"Yedam tidak mau disini, Yedam mau keluar, disini jahat, disini kejam, dokternya jahat, dokternya ngejar Yedam terus!"

Ini berat, hati Yoshi sudah teriris, air matanya bahkan sudah di ujung matanya, tapi ia berusaha menahannya.

"Ini buat kebaikan Yedam,"

Yedam menggeleng dengan kuat. "Disini sepi, tidak ada ibu, tidak ada ayah, dan tidak ada Yoshi."

"Kenapa berfikir begitu, Yedam harus yakin, aku akan selalu berada disampingmu."

Yedam menyilangkan kedua tangannya. "Tapi Yedam hanya butuh Yoshi. Dan Yedam tidak mau Yoshi nanti dekat sama orang lain."

"Yedam percaya padaku, Yoshi akan selalu bersama Yedam, jika tidak didunia nyata maka akan didunia mimpi. Percayalah Yoshi hanya menganggap dunia itu milik Yoshi dan Yedam." Mantap Yoshi.

"Percayalah dokter itu akan membantumu cepat sembuh, dan kembali pulang ke rumah bersama keluargamu."

"Tapi....." Yedam menatap Yoshi dengan penuh harapan, seakan sangat luas.

"....... Bagi Yedam, rumah Yedam adalah Yoshi."





Tuhan, apakah Yedam pantas disebut orang gila? Ia hanya banyak tertekan!

Tuhan, apakah Yedam pantas disebut orang gila? Ia hanya banyak tertekan!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Bahkan aku tak menganggap rumahku sendiri sebagai rumah yang sesungguhnya, karena sampai kapanku, hanya kamu lah yang ku anggap sebagai rumahku yang sesungguhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Bahkan aku tak menganggap rumahku sendiri sebagai rumah yang sesungguhnya, karena sampai kapanku, hanya kamu lah yang ku anggap sebagai rumahku yang sesungguhnya.”








YOSHIDAM FOREVER❤








—to be continued—

-You And Me- Yoshinori X YedamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang