[07-2] Fight

8.7K 794 37
                                    

Meninggalkan Wonwoo setelah pertengkaran adalah kesalahan paling fatal yang pernah Mingyu lakukan. Seolah-olah semua aturan yang ia buat untuk memperlakukan Wonwoo hanya angin lalu. Bagaimana tidak, saat ini Mingyu sadar 100% akan tindakannya ─yang sebenarnya─ salah. Hanya saja rasa egoisme yang tinggi membuat Mingyu buta akan hal itu.

Saat ini ia mengendarai mobilnya menuju Graha Seni tempat pamerannya mendatang. Dengan perasaan berkecamuk. Ingin kembali pulang atau tetap pada pilihan awal?

“Argh!” Mingyu berteriak kencang, tangannya beberapa kali memukul kemudi yang ada di hadapan, seolah tak peduli pada keselamatan. Ia benar-benar dilema. Namun, ia memilih untuk tetap pada pilihan awal, setidaknya ─menurut Mingyu─ ini adalah jawaban yang tepat untuk menengahi permasalahan. Meskipun hal yang ia ambil salah besar.

Kini Mingyu telah berada di Graha Seni. Kebetulan ia memegang kunci utaman dan memang tersedia satu ruangan khusus untuk petugas lembur. Dan beruntungnya tak ada satupun karyawan yang melaksanakan lemburannya hari ini sehingga Mingyu bisa lebih leluasa menginvansi ruangan demi projek besarnya.

Dalam ruang sunyi dan hanya ditemani suara gemuruh kecil pendingin ruangan, Mingyu tampak fokus dengan berkas-berkas yang ada di hadapannya sekarang.

Lima belas menit berlalu, pikirannya masih tampak tenang. Bahkan ia benar-benar melupakan keadaan sang suami manis yang entah sedang melakukan apa di rumah sana. Dalam keadaan fokus, konsetrasi Mingyu langsung terbuyar karena menatap pigora kecil yang terletak di meja kerja. Lebih tepatnya ada dua pigora di sana. Yang satu foto Mingyu dan Wonwoo yang di ambil satu tahun lalu di Paris, dan satu pigora lagi adalah semua janji Mingyu yang sengaja ia tulis dan ia letakan bersebelahan dengan foto mereka.

Matanya langsung tertuju pada tulisan itu, dan seketika tubuhnya membeku. Bagaimana tidak, ia teringat perasaan saat pertama kali menuliskan satu per satu janji yang ia buat. Perasaan bungah yang membuncah serta degup jantung yang seperti pacuan kuda. Ia mengingat rasa pertama kali.

Dan sekarang Mingyu begitu menyesal. Ia sendiri yang berjanji untuk tidak memarahi Wonwoo, namun yang ia lakukan adalah hal sebaliknya. Mingyu begitu menyesal.

Matanya mendadak memerah menahan emosi yang membuncah. Konsentrasi yang ia pupuk mendadak lebur bersamaan dengan memori inti yang mendadak memutar semua kejadian.

“Wonwoo...” Lirih Mingyu pelan. Matanya tak sanggup menahan kristal bening yang memupuk. Airmatanya luruh.

“Wonwoo...” Dan sekali lagi memori inti Mingyu kembali mengingatkan bagaimana kebiasaan buruk Wonwoo yang selalu mengurung diri di kamar mandi dengan guyuran air setelah bersiteru dengannya.

Dada Mingyu terasa sesak dan nyeri, takut-takut Wonwoo benar melakukan hal gila itu.

“Wonwoo!” Mingyu tak bisa berpikir jernih, ia hanya membawa kontak mobil dan kunci Galeri. Semua pekerjaan bahkan ponselnya ia tinggal di ruangan sana. Sekarang yang paling penting adalah sampai di rumah secepat mungkin. Karena, sekalinya ia terlambat. Mungkin Wonwoo tak akan selamat.

***

Dalam perjalanan, Mingyu hampir saja menabrakkan dirinya di tiang lampu merah karena tidak dapat mengendalikan emosi saat mengemudi. Untung saja ia tak seratus persen berada di alam bawah sadar. Sehingga laka lantas pun masih bisa ia hindari.

Saat mobilnya sudah menyentuh perkarangan rumah, Mingyu buru-buru memarkirkan mobil asal dan langsung berlari kencang ke arah rumahnya.

Teriakan nama Wonwoo begitu menggema setelah Mingyu datang. Dengan perasaan kacau ia menggeledah satu per satu ruangan guna menemukan sang suami.

[✔] Mr. Busy | MinwonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang