Sementara itu, "Hey! Bangun-bangun!" seseorang menggoyang-goyangkan tubuh. "Apa lagi, ini? Bentar, Mak. Masih ngantuk aku, ini," meracau seakan sedang berada di rumah saja. "Hey! Ingat, sekarang kamu lagi dimana?" suara serak terdengar samar-samar. "Baiklah baik! Berarti, kamu tidak ingin pulang rupanya," susunan alas bambu bergetar tanda adanya pergerakan. Lelapku terpecah akibat terperanjat, dan raga langsung dipaksa bangun. "Apa kamu yakin ingin pulang?" membalik badan ke arah diri yang masih menggosok-gosok mata demi memperjelas pandangan. Aku mengangguk lalu, merangkak mendekati pria seram paruh baya itu. "Hanya ada satu jalan, yang akan sulit untuk dilewati. Kamu akan menghabiskan waktu nan lama dengan berbagai tantangan kecuali...," ia mulai menjelaskan. "Kecuali apa?" pupil seketika membesar sebab, rasa ingin tahu mendadak meledak-ledak. "Ya, kamu harus berikan arloji itu kepada pemiliknya. Barulah, hidupmu akan tenang," lelaki tersebut berbicara sembari memakai baju usang sebelumnya. "Tapi, saya tidak tahu arloji itu dimana," membalas lirih sambil tertunduk. "Ya sudah, hanya tinggal dua pilihan. Satu, kamu tetap disini selamanya. Kedua, kamu menikmati waktu sekaligus bertahan hidup di dalamnya," melipat kedua jari berurutan sambil duduk bersila. "Kalau terjadi apa-apa terhadap saya, apakah saya akan tetap kembali?" bergumam dalam hati. "Sayangnya tidak. Kamu akan terus terkurung di masa itu lalu, menjadi bagian dari sejarah," jelas beliau dengan tenang. Kedua kaki melompat saking kaget,"Duh!". "Ha... ha... ha...," ia tertawa begitu keras. "Bagaimana? Apa yang akan kamu pilih, Nak? Tinggal atau nikmatilah?" melihat tajam sembari merentangkan tangan dengan agak sedikit ditekuk. "Seseorang, tolong aku!" batin menjerit-jerit.
Beberapa saat kemudian setelah lama bermenung-menung, "Saya akan mencoba maju!" mengepalkan tangan untuk membulatkan tekad. "Saya pilih untuk pergi!" penuh keyakinan. "Apa kamu yakin? Tidak akan berubah pikiran?" mendekatkan wajah. "Jadi takut sendiri melihat tampang kakek-kakek ini. Bukan hantu sekalipun tetap saja mengerikan, apalagi wajahnya terlalu dekat," spontan mendorong. "Eh! Maaf ya...," menggaruk leher meski, tak gatal demi menyembunyikan perasaan tidak enak. Dia bangkit lalu, mengibas-ngibaskan pakaian untuk, membersihkan sesuatu yang menempel setelah terjatuh. "Aku harus membantu!" pikirku sebelum mengulurkan tangan. Beliau menjentikkan jari lalu, muncul sesuatu seakan-akan menarik kuat tubuh agar masuk ke dalam. "Embah...! Aku belum menjawab...!" bobot terasa ringan dan semakin menjauh dari hadapan beliau. Terlihat ia malah melambai-lambaikan tangan.
Menggerak-gerakkan seluruh badan sebisa mungkin, dan tetap berusaha meraih tangan orang itu sampai portalnya tertutup tanpa ada celah. "Nak, semoga berhasil! Saya yakin tekadmu sudah bulat. Kamu telah siap menghadapi konsekuensinya," terdengar suara yang tak asing di telinga. "Itu suara Embah!" terhenyak. "Bah! Embah...! Tolong saya...!" berteriak keras-keras. Akan tetapi, tidak ada jawaban sama sekali. Memilih menutup mata karena kegelapan memenuhi sekitar. "Tenanglah, Nak! Kamu akan kembali setelah menyelesaikannya," pria itu bicara lagi. Pada akhirnya, memilih terbenam dalam lamunan untuk pasrah saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mesin Waktu
Historical Fiction"Menemukan diri terjebak di masa lalu, dapatkah aku kembali ke masaku?" Anda akan diajak bertualang sekaligus melihat kembali fakta-fakta unik di masa lampau yang dikombinasikan dengan cerita fiktif. NB: Dilengkapi fakta sejarah dari berbagai sumber