Aku sudah kembali kerumah. Sejak kejadian dirumah sakit tempo hari sampai saat ini, phi tae masih mendiami ku. Tak mau menyapa atau menjawab ku sekalipun.
Aku sedih tentu saja. Baru kali ini aku benar benar didiami seperti ini. Phi tae menghindari ku, lalu aku menghindari yang lain. Terutama kak yoongi.
Diagnosa dokter waktu itu benar. Aku hanya bisa menertawakan diriku miris. Tentang apa yang pernah aku bilang ke phi tae untuk merahasiakan ini, phi menurutinya untuk saat ini. G tau besok.
Penyakit ini membawa banyak pikiran di otak ku. Aku sayang mama, papa, kak yoongi juga yang lain. Tapi aku g mau bikin mereka sedih. Aku g mau bikin mereka kuatir dengan keadaan ku saat ini. Apa aku harus?
Semakin memikirkannya kepala ku makin berat. Aku harus memikul ini sendirian. Aku g mau ysng lain ikut merasakannya. Cukup aku. Hanya aku.
.
.
Kak jim masuk ke kamar ku dengan nampan yang berisikan bubur, air putih dan beberapa butir obat yang harus ku minum.Kak jim meletakkannya di meja belajar samping kasurku. Tangan kanan nya terulur menyentuh bahuku pelan.
"mikirin apa?" dia mendudukkan dirinya disamping ku.
"g ada" aku mengalihkan perhatian ku ke jendela kamar yang terbuka.
"dek, jangan bohong"
"g" aku masih enggan menatap wajah nya.
"kakak tau ada yang kamu pikirin. Mau cerita?" tangannya mengusap lembut tangan ku dan cepat ku tepis pelan.
"ya sudah kalo g mau cerita sekarang. Tapi jangan kamu pendam semuanya sendiri ya. Cerita ke kakak, sapa tau kakak bisa kasih solusi. G baik nyimpan terlalu lama. Bikin makin sakit kelamaan ditahan" ujar kak jim lembut.
Sebulir air mata lolos begitu aja dari sudut mata kiri ku. Sudah sebisa mungkin ku tahan, tapi lolos juga.
"hei, kenapa nangis hm? Sini" kak jim memeluk ku. Mengusap belakang ku lembut "kalau mau nangis, nangis aja. Kakak g tau permasalahan adek seberat apa kalau adek g mau cerita. Kakak akan selalu ada dekat adek"
Ucapan lembut kak jim bikin aku makin nangis. Ku balas pelukan erat kak jim. Tak peduli baju kaos nya makin basah dengan air mata ku. Aku hanya ingin menangis. Meratapi keadaan ku saat ini.
Setengah jam berlalu. Masih kulalui dengan tangis ku yang tak kunjung reda.
Tadi sempat phi tae masuk ke kamar ku saat dia melihatku menangis. Ku rasakan usapan lembut nya mengelus kepala ku dengan sayang. Ya. Hanya dia satu satunya orang yang tau apa yang kurasakan saat ini.
Sempat juga dia ingin mengalihkan ku ke pelukannya. Tapi aku makin erat memeluk kak jim. Terdengar hembusan napas kecewa phi tae.
"oke! Gue g akan maksa lo lagi. Sekarang terserah lo!" phi tae meninggikan suara nya kesal. Kak jim menatap phi tae tak percaya. Wajahnya seakan bertanya 'ada apa sebenarnya?'
"Gue capek ngadapin keras kepala lo! Mulai sekarang, lo lakuin apa yang mau lo lakuin! Silahkan! Gue g akan ngalangin lo lagi! lo g peduli sama diri lo sendiri, gitu juga gue, g akan peduli sama lo lagi! Mulai sekarang terserah lo! Gue muak" phi tae keluar kamar membanting pintu kamar ku.
Makin ku eratkan pelukan ku ke kak jim. Kak jim hanya bisa pasrah melihat kejadian yang masih membuat nya bingung. Banyak pertanyaan yang tersusun apik di kepalanya. Ingin sekali dia bertanya. Tapi sebisa mungkin ditahannya.
'phi maaf. Maafin adek phi'
.
.
Didalam kamarnya, phi tae terlihat berusaha menahan emosinya. Siapa yang g emosi, kalau kalian tau salah satu sodara kalian menderita sakit keras dan parahnya lagi dia g mau jujur soal sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Autism Brother
RandomG pintar bikin summary Langsung baca aja yaaa Brothership Start : 09112019 End : ?