Kelima orang itu terlihat berjalan di lobi kantor dan bercakap-cakap. Sesekali tawa terdengar dari mereka sebelum langkah mereka terhenti di luar kantor.
“Jo, bukannya itu Adikmu?” Tanya Indi begitu matanya menangkap kehadiran adik Jona di depan kantor dengan setelan kasualnya.
Jona segera menatap ke depan dan benar saja, terdapat adiknya yang sedang berdiri di sisi motor besarnya sambil memainkan kunci motornya.
“Kalian duluan nanti aku nyusul,” katanya seraya berlalu menghampiri Petra.
Masih sambil memainkan kunci motornya Petra menatap kakaknya yang sedang berjalan ke arahnya dengan langkah cepat.
Begitu berada di hadapannya Jona menatap Petra dengan bingung.
“Kamu ngapain di sini?” Tanya Jona.
Petra memasukkan kunci motornya ke dalam saku jaketnya. “Aku yakin Kana udah bisa menebaknya.”
Jona berdecak sebal. “Mending kamu pulang atau jalan ke mana gitu. Nggak usah pusingin aku.”
“Uang jajanku dan paket liburanku bakal ditarik, Kak,” kata Petra.
Sebenarnya Petra juga enggan menjemput kakaknya itu tapi karena diancam jadi dengan terpaksa Petra menuruti dari pada liburannya yang menjadi taruhan.
Jona menggelengkan kepalanya tidak percaya.
Ia selalu dikekang tapi untuk kedua adiknya tidak pernah dikekang, salah satu adiknya juga seorang perempuan tapi begitu bebas berbeda dengannya yang pada tahun ini sudah menginjak usia dua puluh lima masih diatur jam malamnya.
“Aku nggak akan ikut kamu ya, Dek. Bilang aja sama Papa aku bersikeras ingin nongkrong sama teman-teman. Jangan coba-coba ikutin aku dan bilang Papa untuk orang suruhannya pulang,” tukas Jona lalu berjalan menuju pinggir jalan untuk mencari taksi.
“Turutin Papa lah, Kak. Kana nggak sayang sama aku apa? Ayolah, Kak. Masa liburanku ke Maladewa batal sih?” Petra tidak menyerah begitu saja, ia mengikuti Jona yang sudah berjalan cepat itu.
Untung saja hari ini Jona memakai sneakers jadi ia tidak kerepotan untuk berjalan bahkan mungkin berlari.
Jona diam, mengacuhkan adiknya. Begitu ia melihat sebuah taksi berhenti tepat di depannya, Jona segera masuk dan membiarkan Petra menggeram frustasi.
Kini urusan Petra dan Papanya, ia hanya bisa berharap Papanya tidak menarik paket liburannya. Di sisi lain ia mengerti Jona tapi di sisi lain juga ia mempertaruhkan fasilitas Papanya.
Susah berada di posisi yang hanya bisa menjadi pesuruh dan diancam sana-sini.
Di dalam taksi Jona menghembuskan nafasnya dengan keras.
Ini sudah yang kesekian kalinya, Yves menyuruh Petra untuk menjemputnya semenjak Petra bisa bawa kendaraan. Tapi Jona tidak pernah sekali pun pulang bersama Petra kecuali ia yang meminta adiknya itu untuk menjemputnya.
Urusan dimarahi akan dipikirkan belakangan, lagipula ia sudah sering melakukan ini jadi sudah kebal.
Sekarang ia ingin berkumpul bersama rekan-rekannya terlebih dulu barulah dilanjutkan dengan menemui teman-teman kuliahnya.
===
“Kenapa telat? Ini udah jam berapa?” Seru Jona begitu melihat salah seorang temannya baru datang.
Mereka nongkrong bukan di kafe yang berkelas tapi memilih rumah makan cepat saji, McD karena di sini lebih leluasa bagi mereka untuk mengobrol dan sedikit ribut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just In Time [Completed]
Storie d'amoreNamanya Jeconiah Nistana, akrab disapa Jona, anak kedua dari empat bersaudara. Ia perempuan yang fleksibel, bisa menjadi dingin tapi bisa sangat ramah. Tergantung orang dan situasi. Jona itu tidak cantik tapi manis, dan mungkin karena ia tidak canti...