Mereka Bukan Pembohong...

111 7 0
                                    

"Dan akhirnya si kelinci berhasil pulang ke rumahnya dan berkumpul bersama keluarganya... " aku membaca baris terakhir dari buku cerita. Akhirnya kututup buku itu. Kulirik Wolfram yang berbaring disebelahku. Terdengar suara dengkuran halus. Wolfram sudah tertidur rupanya.

Aku tersenyum maklum, kemudian kutarik selimut biru muda lembut yang ada disitu untuk menyelimutinya. Untuk sesaat kutatap wajah mungil yang damai itu. Sampai sekarang pun, bagiku inilah saat saat Wolf terlihat paling manis : saat dia tidur dan saat dia makan.

Malam sudah larut. Tapi mataku belum bisa terpejam sama sekali. Wolfram sudah lama pulas di sampingku. Dia masih mendengkur kecil.

Akhirnya setelah cukup lama memaksakan diri untuk tidur, akhirnya aku terlelap.

-----------------

Rasanya baru satu jam aku tidur ketika aku terbangun karena mendengar suara burung engiwaru yang sangat nyaring itu. Burung itu memang selalu bersuara menjelang pagi, saat matahari keluar dari peraduannya.

Karena kaget, aku langsung bangkit dari kasur. Mengedipkan mata beberapa kali, berusaha membiasakan mataku dengan cahaya. Tiba tiba terdengar suara lengguhan kecil di sampingku. Aku menoleh.

Wolfram tampak pucat. Ada banyak cairan berbau menyengat di bajunya. Dia muntah.

"Wolf? Ada apa?" aku kaget. Wolfram tampak lemas, wajahnya semakin pucat.

Aku langsung keluar dan memanggil seorang penjaga untuk memanggilkan tabib istana.

------------------

Seseorang datang tak lama kemudian. Tabib yang kemarin. Ia datang bersama hahaue.

Selama beberapa menit, ia tampak memeriksa Wolfram, sambil sesekali bergumam sendiri. Setelah selesai, dia memanggil hahaue dan aku.

"Dia baik baik saja. Hanya trauma kepala ringan. Dia mual dan pusing karena kemarin terbentur cukup keras di kepala. Efeknya memang biasanya baru muncul beberapa jam setelah terbentur. Yang penting selama beberapa hari ini, cukup istirahat total di tempat tidur dan makan yang cukup. Jangan lupa kompres juga kaki kanannya dengan air hangat. Tolong jaga kakinya agar sebisa mungkin tidak bergerak, supaya cepat sembuh. Ini obatnya. Diminum setelah makan, ya" Tabib itu memberikan sebotol kecil obat herbal padaku. Baunya cukup menusuk hidung.

"Baik. Terima kasih"

"Semoga cepat sembuh. Saya permisi" dia pun pamit. Sesaat kemudian, terdengar suara pintu ditutup.

"Wolfram... Maaf, ya. Hari ini hahaue ada urusan penting, jadi harus pergi. Hahaue janji akan cepat kembali"
Hahaue tampak berbicara dengan Wolfram yang sedang berbaring lemas di tempat tidur. Matanya sayu, tapi sayup sayup terdengar suara,

"Orang dewasa itu semuanya pembohong... Tidak bisa menepati janji..."

Hahaue tampak kaget. Aku juga.

"Hahaue minta maaf... Tapi hahaue harus pergi... Para pelayan akan menemanimu..." suara hahaue terdengar sedih. Tidak tega, aku pun menawarkan diri untuk menjaga dan menemani Wolfram seharian ini.

"Saya bisa menjaga dan merawatnya. Anda tidak perlu cemas" aku berusaha meyakinkan hahaue sebelum dia pergi. Matanya terlihat gelisah, tapi kemudian mengangguk, lalu pergi.

Aku kembali ke samping tempat tidur dimana Wolfram berbaring. Wajahnya murung. Terlihat hampir menangis.

"Kenapa kau berkata seperti itu tadi?" tanyaku pelan.

"Memang selalu seperti itu. Hahaue selalu bilang akan cepat pulang, tapi ternyata tidak... Chisai aniue juga... Selalu janji untuk cepat pulang, tapi sampai sekarang pun dia belum kembali... Aniue juga... Semuanya sama saja... Kalau mau bohong, harusnya tidak usah buat janji apa apa..." Wolfram mulai terisak.

Suatu Hari, di Masa Lalu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang