Jangan Pergi Lagi

127 7 0
                                    

Aku terbangun. Kulihat sekeliling. Aku berada di gudang sendirian. Kulihat langit yang tampak merah. Sudah senja rupanya. Berapa lama aku pingsan disini? Mungkin seharian.

Kulihat mangkok itu tergeletak di lantai. Akhirnya kuletakkan saja mangkuk itu di atas salah satu meja di gudang itu. Besok Dacascos mungkin akan menemukannya sendiri.

Aku berjalan keluar gudang. Kepalaku masih dipenuhi rentetan kejadian sewaktu tersesat di masa lalu.

Jangan jangan yang tadi itu cuma mimpi?

Kurasakan ada sesuatu di dalam kantong celanaku. Botol obat. Aku tersentak, sadar sepenuhnya yang tadi itu bukan mimpi.

Aku melewatkan makan malam. Tubuhku lelah luar biasa. Ingin rasanya cepat terlelap tidur. Sungguh hari yang panjang. Dua detik setelah kepalaku menyentuh bantal, aku tertidur.

--------------

Aku tebangun. Masih subuh. Rupanya aku bangun lebih pagi dari biasanya karena tidur terlalu cepat tadi malam.
Tubuhku rasanya sudah jauh lebih baik.

Kembali aku teringat kejadian kejadian saat tersesat di masa lalu. Rasanya aneh sekali, tapi sekaligus menyenangkan. Aku tertawa dalam hati mengingat nama samaran konyolku.

Akhirnya karena kantukku sudah hilang sama sekali, aku memutuskan untuk jalan jalan sedikit.

Ketika berjalan, aku berpapasan dengan Wolfram di lorong.

"Conrad! Kemana saja kau kemarin?" Wolfram tampak kaget melihatku.

Kutatap dia beberapa detik. Tubuhnya tinggi, tidak kecil seperti kemarin. Suaranya pun berbeda.

"Hei, kenapa menatapku begitu?" Suaranya kali ini terdengar risih.

"Ah, maaf. Kemarin aku pergi ke desa perbatasan dan baru kembali malam hari" Aku berbohong sambil menyembunyikan rasa geliku. Semoga saja dia tidak curiga.

"Kau merindukan aku, ya?" tanyaku iseng.

"Tentu saja tidak! Memangnya aku anak kecil?"

Aku tertawa.

"Wolfram, kau mau temani aku jalan jalan sebentar?" reflek aku bertanya.

Wolfram nampak heran, tapi kemudian mengiyakan.

--------------

Dengan kuda masing masing, kami akhirnya menyusuri jalan di sekitar istana. Udara pagi yang segar sekaligus menggigit segera menyambut kami saat keluar dari istana.

Kami berjalan beriringan menggunakan kuda. Rasanya kenangan saat kami naik kuda berdua sewaktu kecil muncul kembali.

Kutatap Wolfram yang berjalan di sampingku. Rasanya agak aneh melihatnya setelah menghabiskan waktu bersama dirinya yang masih kecil di masa lalu.

"Di saat begini, aku jadi teringat satu hal... " Wolfram bergumam pelan. Kudanya berhenti.

"Wolf?"

"Kau ini memang selalu pergi diam diam, ya. Kemarin pun kau begitu" Wolfram menatapku serius.

Aku tersenyum rikuh. Yang kemarin tidak sengaja, aku membela diri dalam hati.

"Memangnya itu bukan yang pertama?"

"Kau sudah sering melakukannya, sejak kita masih anak anak. Mungkin kau sudah lupa... Kau selalu pergi tanpa pamit padaku, dan baru pulang beberapa minggu setelahnya"

Ah, ternyata dia masih ingat

"Setiap kau mengajakku naik kuda, pasti besok atau malamnya kau pergi. Tanpa bilang apa apa padaku... " Suara Wolfram mengecil. Wajahnya menunduk.

"Tidak kusangka kau akan mengajakku jalan jalan dengan kuda begini" Wajahnya kembali menatapku, namun kali ini wajahnya terlihat sedikit heran, kemudian tersenyum ringan.

Aku tersenyum menatapnya. Aku teringat saat saat pertama aku menggendongnya. Mungil dan lembut. Wolfram yang ada di depan mataku kini bukan lagi Wolfram yang masih kecil dan cengeng. Dia sudah tumbuh besar sekarang.

"Conrad... Jangan pergi dari Shinmakoku lagi, ya... "

"Ada apa? Kenapa tiba tiba... "

"Ini membuatku teringat masa lalu... Saat kau tiba tiba mengajakku jalan jalan begini, dan besoknya kau akan pergi..." Wolfram menatapku serius.

"Aku minta maaf untuk yang waktu itu. Tapi, sekarang kau bukan anak kecil lagi, kan, Wolfram? Karena itu semua akan baik baik saja. Apapun yang terjadi" aku tersenyum tipis.

"Ya. Aku akan baik baik saja, apapun yang terjadi. Tapi... Jangan lakukan hal yang membuatmu tidak bisa menghadapi wajah Yuri untuk kedua kalinya, ya" Wolfram berkata serius padaku.

"Aku berjanji, tidak akan. Tenang saja" aku menjawab sungguh sungguh.

"Makanya kan, kubilang aku akan baik baik saja! Tapi... "

"Tapi?"

"Kalau memang harus pergi, pastikan kau bilang dulu. Kalau tidak... aniue akan cemas... "

"Benar juga, ya. Aku mengerti" aku tersenyum.

"Ayo, pulang. Aku lapar. Sudah hampir waktunya sarapan" Wolfram mengalihkan pembicaraan. Langkahnya melaju.

Aku tersenyum, kemudian kususul langkahnya.

The end

Suatu Hari, di Masa Lalu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang