~ℂ𝕙𝕒𝕡𝕥𝕖𝕣 𝟜, 𝕪𝕠𝕦'𝕣𝕖 𝕟𝕠𝕥 𝕒𝕝𝕠𝕟𝕖~

18 2 0
                                    

Emma dan Lucy masih berjalan menuju ke tempat yang sudah Efude beritahu, yaitu 'Sapphire mountain'. 'Sapphire mountain' adalah gunung yang sebelumnya Emma lihat. Gunung itu sangatlah besar dan terletak lumayan jauh dari tempat Emma dan Lucy berada sebelumnya.

3 menit kemudian, Emma dan Lucy sampai di suatu sungai. Sungai itu sangatlah panjang untuk dilewati. Seandainya saja ada sebuah jembatan, Emma dan Lucy bisa melewati sungai tersebut. Begitulah yang mereka pikirkan.

"Ma-mari kita lihat sekeliling. Siapa tahu ada sebuah jembatan." Ucap Lucy yang berusaha menghentikan suasana canggung diantara mereka berdua.

"Kamu benar. Aku akan melihat ke sebelah kanan." Ujar Emma.

"Lalu, aku akan melihat ke sebelah kiri."

"Baiklah, jika sekitar 5 menit salah satu dari kita belum atau sudah menemukan jembatan, kita akan kembali lagi ke sini" Ujar Emma.

"Oke!" Akhirnya, Emma dan Lucy mulai berpencar untuk mencari sebuah jembatan.

Setelah 5 menit berlalu, Emma dan Lucy kembali ke titik pertemuan yang sudah mereka tentukan sebelumnya.

"Emma, aku sama sekali tidak menemukan satupun jembatan. Bagaimana denganmu?"

Emma melihat ke arah belakangnya, jalan yang baru saja ia lewati. Setelah beberapa saat, Emma menatap Lucy lalu berkata, "aku baru saja melihat jembatan, tapi sayangnya jembatan itu sudah rusak parah."

"Kalau begitu, bukankah sudah bagus?" Ucap Lucy sambil menatap Emma dengan matanya yang berbinar-binar.

"A-apa nya yang bagus?"

"Ekhem, kuas yang baru saja diberikan oleh Efude kan bisa-" Sebelum Lucy selesai dengan percakapannya, Emma memotong pembicaraan Lucy lalu berkata, "sayangnya kuas yang diberikan oleh Efude tadi tidak bisa membuat jembatan."

Lucy terkejut, "eh, apa?! Lalu bagaimana bisa kita melewati sungai yang panjang ini?"

Berpikirlah Emma! Apapun yang terjadi, kamu harus tenang dan memikirkan segala kemungkinan. Seketika, Emma mengingat sesuatu.

"Kuas ini akan membantu kalian menuju ke sana. Kuas ini hanya bisa melukis sebuah kendaraan dan benda-benda lainnya. Namaku adalah Efude. Kalian hanya perlu memanggil namaku sambil memegang kuas ini lalu katakan apa yang kalian inginkan."

Kendaraan! Itu dia! Emma menepuk bahu Lucy lalu berkata, "Lucy, kita bisa membuat sebuah kendaraan. Kita bisa membuat perahu untuk melintasinya!"

"Wah, ide yang bagus. Ayo gunakan kuas itu!" Seru Lucy.

Emma mengeluarkan kuas dari sakunya sambil membayangkan sebuah perahu lalu mengucapkan, "Efude, tolong buatkan kami sebuah perahu."

Seketika, ada sebuah cahaya yang berwarna biru safir keluar dari kuas tersebut. Cahaya itu mulai membentuk sebuah perahu. Setelah beberapa saat kemudian, perahu itupun akhirnya sudah jadi.

"Wah, Emma! Perahu nya sudah jadi!"

"Tunggu apa lagi? Ayo kita naiki perahu itu." Seru Emma. Kemudian, Emma dan Lucy mulai menaiki perahu itu.

"Biarkan aku yang mendayungnya." Ujar Emma sembari memegang kedua dayung dai perahu itu.

Lucy sedikit merasa tidak nyaman jika hanya Emma yang mendayungnya, "biarkan aku membantumu juga."

"Tidak perlu, jika ingin cepat menuju ke sana, kamu hanya diam saja dan biar aku yang mengendarainya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak perlu, jika ingin cepat menuju ke sana, kamu hanya diam saja dan biar aku yang mengendarainya. Mudah bukan?" Perkataan Emma sedikit mengganggu pemikiran Lucy. Tetapi, karena itu kemauan Emma, dia menyerah dan hanya mengangguk.

Kemudian Emma mulai mendayung.

Hal ini membuat Emma bernostalgia. Di dunia aslinya, setiap liburannya Emma dan keluarganya pergi menuju rumah kakek dan nenek mereka. Kebetulan rumah mereka dekat dengan danau. Sehingga membuat Emma menaiki perahu setiap kali Emma pergi ke rumah kakek dan neneknya.

"Emma!" Lucy berusaha memanggil Emma. Tetapi, Emma sama sekali tidak mendengarnya. Tiba-tiba, suara di sekeliling Emma mulai tidak terdengar dan kehilangan kesadarannya.

Emma!

Emma! Bagun, Emma!

Suara yang menggema ditelinga, membuat Emma membuka matanya lebar-lebar untuk melihat apa yang terjadi. Tanpa disadari, ternyata Emma sudah basah kuyup oleh air sungai.

Emma melihat Lucy yang sedang berusaha mem-bangunkannya. "Emma!" Serunya.

"Apa yang terjadi?"

"Tiba-tiba saja kamu terhantam oleh arus sungai yang sangat deras. Kamu yang tidak menyadarinya, membuat arus itu yang membuatmu jatuh dari perahu. Untung saja aku bisa menangkapmu sebelum kamu tenggelam ke sungai."

Emma terkesiap sekaligus terkejut. Dia tidak menyadari bahwa Lucy, orang pertama kali yang ia kenal-lah yang menyelamatkannya dari arus sungai yang deras itu.

Emma melihat ke arah tangan Lucy yang sedikit terluka akibat menolongnya. Emma merasa tidak enak sampai membuatnya ingin meminta maaf, "maaf. Karena aku, kamu sampai susah payah menolongku dan terluka-"

"Tidak perlu minta maaf!" Seru Lucy, "wajar saja jika aku menolongmu, karena aku ini temanmu. Kamu juga sampai susah payah mendayung perahu itu sendiri, aku berterima kasih padamu. Tapi, aku ada di sini. Kamu tidak sendirian, Emma!"

Emma melebarkan matanya. Lucy adalah orang pertama yang memperlakukan Emma sebagai teman sesungguhnya sampai melakukan hal nekat sekalipun.

Emma merasa terharu sampai membuatnya ingin menangis, "terima kasih... Lucy..."

Lucy menatap Emma kemudian tersenyum sembari menepuk bahu Emma, "sama-sama. Kita ini teman, bukan? Aku juga berterima kasih padamu karena mau mendayung perahu nya seorang diri."

Lucy tertawa lalu diikuti oleh Emma.

Kini aku tidak sendiri. Karena aku bersama dengan teman...

"Sama-sama, Lucy. Tapi, aku tidak sendiri lagi. Jadi, bolehkah aku meminta bantuanmu untuk mendayung perahu ini bersama-sama?"

"Tentu!" Akhirnya, Emma dan Lucy mendayung perahu itu bersama-sama. Setelah beberapa saat, akhirnya mereka sampai di daratan. Sebelum melanjutkan perjalanan mereka, Emma memberikan Lucy sebuah pertolongan pertama untuk menutupi Lukanya.

𝐻𝒶𝓅𝓅𝒾𝓃𝑒𝓈𝓈 𝑜𝓃 𝓉𝒽𝑒 𝒸𝒶𝓃𝓋𝒶𝓈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang