~ℂ𝕙𝕒𝕡𝕥𝕖𝕣 𝟙𝟙, 𝕙𝕒𝕡𝕡𝕚𝕟𝕖𝕤𝕤 𝕒𝕟𝕕 𝕤𝕒𝕔𝕣𝕚𝕗𝕚𝕔𝕖~

7 1 0
                                    

~Point Of View [P.O.V.] Third person~

Emma membuka matanya. Akhirnya dia telah sadar.

"Emma, kau sudah sadar!" Seru Lucy.

"Syukurlah, kau baik-baik saja!" Ucap Feliz dengan nada sedikit ditinggikan.

"Feliz, kecilkan suaramu. Dia baru saja sadar." Ujar Felix.

"Ups, maaf Emma."

Izar menghela napasnya, "apa-apaan kau ini Emma? Pergi untuk berkeliling dan mengatakan tidak akan jauh-jauh. Tiba-tiba saja Azora mengatakan bahwa kamu tenggelam ke dasar sungai."

Emma terkesiap, "Azora... Di mana Azora?"

"Aku di sini." Azora berbicara tepat dibelakang mereka. Otomatis Emma dan yang lainnya menoleh kebelakang.

Emma berusaha bangkit dari kasurnya. "Azora, aku-" Azora mengelak pembicaraan Emma, "tidak perlu minta maaf. Justru aku yang menjatuhkanmu hingga ke dasar sungai."

Kemudian, Azora membungkukkan badannya, "aku benar-benar minta maaf atas tindakanku yang tidak baik. Akulah yang mendorong Emma hingga jatuh dan tenggelam ke dasar sungai..."

Azora sedikit tidak yakin dengan permintaan maaf nya. Azora sedikit takut jika Emma dan yang lainnya tidak bisa memaafkannya. Tiba-tiba saja, Azora mulai menitikkan air matanya.

"Azora..." Lirih Emma, "aku... tidak memaafkanmu..."

Teman-teman Emma yang lainnya merasa terkejut, "Emma! Apa maksudmu?"

Sudah kuduga. Orang sepertiku tidak akan pernah bisa dimaafkan... Ucap Azora dalam batinnya.

Emma melanjutkan pembicaraannya, "aku tidak memaafkanmu, Azora. Karena sejak awal... kamu tidak bersalah."

Perkataan Emma membuat semua orang yang berada di dalam ruangan itu terkejut.

"Yang bersalah itu adalah aku. Akulah orang yang hanya bergantung pada orang lain. Tidak memiliki tujuan sama sekali untuk hidup dan selalu ragu dalam memilih." Emma menitikkan air matanya, "Azora... Kamu mendorongku bukan karena kamu jahat. Kamu... berusaha menolongku bukan?"

Azora terkesiap. Aku orang yang jahat. Aku mendorongnya hingga ia jatuh ke dasar sungai. Tetapi, mengapa ia berpikir bahwa aku ini sedang menolongnya?

"Mengapa... Mengapa kamu berpikir seperti itu. Padahal aku adalah orang yang mendorongmu lalu tenggelam hingga ke dasar sungai. Tindakanku ini... Bukankah tidak bisa dimaafkan?!"

Emma tersenyum, "mungkin tindakan itu memang tidak bisa dimaafkan. Tetapi, aku bisa mengetahui tujuanku mengapa aku bisa berada di dunia ini karena kamu mendorongku hingga tenggelam ke dasar sungai. Setelah tenggelam, akhirnya aku bisa mengetahui tujuanku dan maksud perkataan dari kak Alisa, tentang kebahagiaan di dalam kanvas... Sebelum mendapatkan kebahagiaan, memang membutuhkan pengorbanan, bukan?"

'Sebelum mendapatkan kebahagiaan, membutuhkan pengorbanan'... Memang persis seperti yang dikatakan Alisa. Sepertinya, pengorbanan Alisa tidak sia-sia. Ucap Azora dalam batinnya sambil menitikkan air matanya.

"Iya.. itu benar, Emma. Akhirnya kamu mengetahui tujuanmu ya, setelah banyak yang harus aku dan Alisa korbankan..." Lirih Azora sembari menghapus air matanya kemudian berkata, "sesuai janjiku. Aku akan mengantarkan kalian menuju dunia luar."

Emma dan yang lainnya menghapus air mata mereka dan mulai merasa senang karena dengan akhirnya mereka bisa kembali ke dunia mereka.

-----------------------------------

Azora membawa Emma dan yang lainnya menuju lantai paling atas. Mereka dibawa ke sebuah balkon. Balkon itu memiliki pemandangan yang berbeda dari sebelumnya. Balkon yang satu ini, memiliki pemandangan dari atas gunung. Mereka bisa melihat hutan dan sungai yang sebelumnya mereka lewati.

"Berdirilah di sana!" Azora memerintahkan Emma dan yang lainnya untuk berdiri di atas panggung yang terbuat dari keramik berwarna biru safir yang berkilauan.

"Tidak disangka, kita bisa pulang." Gumam Izar.

"Hei hei, Izar. Bukankah kamu mau tetap berada di sini?" Ejek Felix.

Izar merasa jengkel, "i-itu pikiranku sebelumnya, tahu!"

"Meskipun kalian ingin tetap di sini, dunia ini akan hancur." Ucap Azora.

"Hancur?"

Azora pun menjelaskan, "ya, seperti kata Emma. Dunia ini tidak sepatutnya ada. Tetapi, karena kalian telah masuk ke dunia ini, dunia ini akan terus ada selama ada kalian. Dan jika kalian sudah pergi meninggalkan dunia ini, dunia kanvas ini akan hancur."

Feliz mengeluh, "huwaa, sayang sekali. Padahal pemandangan di sini enak."

"Mungkin iya." Azora tertawa kecil, "Akulah yang membuat dunia ini. Mungkin aku akan merasa sedikit kecewa. Tetapi karena kalian sudah bahagia, aku tidak akan ragu lagi untuk mengorbankan dunia buatanku sendiri."

"Azora, kamu tidak ikut dengan kami?" Tanya Emma sedikit khawatir.

Azora hanya tersenyum, "maaf, aku tidak bisa. Sejak awal aku bukan seutuhnya manusia seperti kalian dan tidak akan pernah bisa ke dunia luar setelah mengeluarkan kalian dari dunia ini."

"Tetapi, apa kamu tidak merasa sedih?"

"Tentu aku merasa sedih. Tetapi, aku sudah puas hanya dengan bertemu dengan kalian juga Alisa. Kalian lah orang yang memercayaiku. Karena itulah, aku tidak ragu mengorbankan diriku hanya untuk bisa membawa kalian ke dunia luar. Aku sudah bahagia karena membantu kalian..."

Emma merasa khawatir dan sedih. Azora-lah yang juga membantu Emma. Tetapi, dia tidak bisa mengajaknya bersama teman-temannya pergi ke dunia luar.

Azoraberlari kemudian memeluk Emma. Azora membisikkan sesuatu, "tetapi...jika... Jikasaja aku mendapat kesempatan untuk bereinkarnasi dan kemudian kamu melihatku, tolong bertemanlah denganku saat itu juga."

Emma menitikkan air mata nya sekali lagi. Emma menatap Azora yang sudah dibasahi oleh air matanya.

 Emma menatap Azora yang sudah dibasahi oleh air matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tentu!"

Tiba-tiba panggung keramik itu bersinar dan mengeluarkan sebuah angin yang sejuk.

"Aku akan menunggumu di dunia luar, Azora!" Seru Emma.

Kemudian teman-teman Emma yang lainnya juga berkata, "kami juga!"

Azora tersenyum melihat mereka.

"Feliz Harkin, Felix Harkin, Izar oliver, Lucy Ackerley, dan Emma Mazarine!" Azora memanggil mereka secara satu per satu, "aku akan memberikan sebuah ingatan. Berjanjilah padaku bahwa kalian akan menjadi kuat setelah keluar dari sini!"

Semuanya serempak kemudian melambaikan tangan mereka ke arah Azora, "baik! Selamat tinggal Azora! Sampai ketemu lagi!"

Azora-pun juga melambaikan tangannya ke arah mereka sambil memberikan sebuah kuas biru safir kepada Emma. "Itu buatmu Emma!"

"Terima kasih, Azora!" Akhirnya Emma dan yang lainnya bisa keluar dari dunia kanvas itu.

"Efude..." Lirih Azora. "Bagaimana?"

"Azora... Aku sudah memutuskannya..."

Aku tidak masalah apa yang terjadi pada diriku. Teman baikku, kamu mengorbankan dirimu demi kebahagiaan adikmu. Aku ingin menolongmu, tetapi aku-pun juga tidak mau membiarkan pengorbananmu sia-sia. Suatu kebahagiaan yang membutuhkan pengorbanan. Aku sudah menjalankan permintaan tolongmu. Dan sekarang aku akan menerima takdirku untuk kedepannya... 

𝐻𝒶𝓅𝓅𝒾𝓃𝑒𝓈𝓈 𝑜𝓃 𝓉𝒽𝑒 𝒸𝒶𝓃𝓋𝒶𝓈Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang