11. Bahasaku, Bahasa Indonesia

712 6 0
                                    

Bahasaku, Bahasa Indonesia
Karya: Usmawati


"Assalamualaikum, perkenalkan nama saya Aleng, saya berasal dari Bangka Belitung, salam kenal semua, terima kasih. Wassalamualaikum."

Ini hari pertama Aleng sekolah di sini SMAN 1 Jakarta. Ia sangat senang walaupun sebenarnya ia juga sedih harus berpisah jauh dengan teman-temannya, tetapi ini juga demi masa depannya. Kalau tidak, maka ia tidak akan sekolah lagi kerena tidak menuruti permintaan orang tuannya.

Aleng senang setidaknya walaupun baru bersekolah di sini, ia sudah menemukan teman yang baik walaupun juga ada yang tidak menyukainya karena ia sangat dekat dengan guru-guru tertentu dan sering di tunjuk untuk mengikuti acara sekolah seperti lomba, kemah, sosialisasi, dan sebagainya.

Namun, Aleng tidak menghiraukan dan hanya bersikap bodo amat, toh bukan dia yang mau, tapi ini real dipilih oleh guru.

Sudah dua bulan ia bersekolah di sini, bukannya banyak teman malah ia sering di jauhi oleh orang. Hanya Udinlah yang setia dan ingin berteman dengannya.

Udin ternyata juga orang yang dulu pernah tinggal dikampung tempat Aleng tinggal. Namun, hanya dua tahun itu pun waktu Udin kelas dua SD. Udin juga bisa berbahasa seperti Aleng.

Biasanya saat mereka sedang berdua Udin menggunakan bahasa Bangka Selatan yang notabennya hampir sama dengan bahasa Palembang.

Namun, tidak dengan Aleng yang selalu menggunakan Bahasa Indonesia saat di sekolah. Baik dengan teman, apalagi guru.
Aleng juga termasuk anak yang rajin, baik dan ramah. Ia selalu tersenyum jika berpapasan dengan orang lain.

"Woi, Leng apo kabar kau?" ("Woi, Leng apa kabarmu?")

Aleng yang dipanggil pun menoleh ke belakang melihat ke arah sumber suara.

"Hai, Alhamdulillah baik, Din. Kamu apa kabar?"

"Ai, kau ni Leng, cak-cak pakai bahasa Indonesia pulak ni," ("Ah, kamu ini Leng, Sok-sokan pakai bahasa Indonesia,") ucap Udin, "Alhamdullilah, baiklah." ("Alhamdulillah baik juga.')

Aleng hanya tersenyum menanggapi perkataan Udin tadi, ia dan Udin masuk ke kelas untuk memulai pelajaran.

"Selamat pagi, anak-anak."

"Pagi, Bu," ucap semuanya serentak.

"Hari ini kita belajar berbahasa Indonesia dengan baik dan benar."

"Ayo, ada yang tahu kenapa kita harus berbahasa Indonesia dengan baik dan benar?" ucap Bu Nia.

"Saya, Bu."

Aleng menunjuk tangan yang hendak menjawab pertanyaan Bu Nia tadi.

"Silakan Alen," ucap Bu Nia memberi intruksi kepada Aleng.

"Karena kita harus bangga berbahasa Indonesia sesuai dengan sumpah pemudah nomor tiga, yang berbunyi
'Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia' bahasaku Bahasa Indonesia."

"Nah benar, nilai tambahan buat Aleng," kata Bu Nia bangga mendengar jawaban Aleng.

Aleng tersenyum dan kembali duduk menghadap kedepan.

"Jadi, kita harus wajib dan bangga menggunakan bahasa Indonesia, karena itu adalah bahasa persatuan kita."

"Jangan seperti Leo selalu menggunakan bahasa Maduranya," ucap Bu Nia meniru bahasa Leo. Semuanya tertawa termasuk Leo.

***

Jam istirahat berbunyi Aleng dan murid lainnya menuju ke kantin hendak mengisi perut yang sudah sedari tadi SMA. Ralat berbunyi.

Aleng and the geng duduk di meja paling pojok. Itu sudah menjadi tempat favorit mereka.

"Hai Aleng."

"Aa Aleng, dedek rindu."

Sapaan yang selalu membuat Udin dan teman-temannya senang tapi tidak dengan Aleng yang selalu risih. Aleng sudah terbiasa sejak MTs dulu.

Tiba-tiba, ada seseorang yang menggebrak meja Aleng dan membuat suara piring, gelas, sendok serta garpu bersahutan siring dengan meja yang sudah terbalik. Piring pecah dan makanan yang ada di meja tersebut tumpah tanpa bersisa.

"Maksud ko, apa, hah? Ucap Leo yang sudah tibak bisa menahan amarahnya.

"Tanyakan saja pada teman ko," tutur Dian yang mengejek serta meniru gaya percakapan Leo.

"Ko, kalau tidak suka sama sa, jangan seperti ini. Ayo kita berkelahi saja." Leo sudah semakin marah akibat ulah Dian dan teman-temannya.

"Sudah-sudah, jangan berkelahi! Ini sekolah bukan jalanan seenaknya kalian berkelahi."

Semua terdiam saat Aleng mengeluarkan suara. Para wanita tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, ada yang mengambil video saat Aleng sedang berbicara, kadang juga ada yang mengambil gambar muka Aleng yang sedang serius. Bagi mereka itu sangat ganteng.

"Assalamualaikum, panggilan kepada Dian dan Leo segera menemui saya di ruang Bk sekarang."

Diam, semuanya hanya menatap mereka dengan diam tidak ada yang bersuara selain bunyi mikrofon yang sudah pasti itu Pak Cahyo guru Bk.

Leo yang merasa tidak bersalah berjalan dengan santai menuju ruang Bk yang di ikuti Aleng, Udin dan Rio.

Dian dan teman-temannya hanya berlaga sok tidak peduli, walaupun sebenarnya ia yang salah.

"Kenapa kalian ribut di kantin?"

"Leo, Pak. Dia mengejek saya," ucao Dian.

Leo yang dituduh seperti itu marah, sebab ia tidak melakukan apa-apa malah dituduh yabg tidak-tidak.

"Bukan, Pak. Bukan sa, tapi ko yang mengejek sa," tutur Leo membela diri.

"Sudah-sudah, Bapak sudah katakan kalau di sekolah gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar, jadi tidak ada lagi yang berdebat tentang ini, kalian paham?"

Semua mengangguk. Dian akhirnya disuruh Pak Cahyo minta maaf kepada Leo.

Pesan: Kita harus bangga berbahasa Indonesia karena itu bahasa persatuan kita. Dan jangan saling mengejek satu sama lain, karena itu tidak baik.

Kami Bangga Berbahasa Indonesia (Antologi Cerpen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang