Masuk Hutan

49 7 4
                                    

Mereka jalan keluar dari vila, tempat mereka menginap.
Sepuluh menit kemudian, mereka tiba di jalan setapak untuk memasuki hutan.
Baru di awal saja suasana hutan di sini cukup membuat bulu kuduk mereka berdiri. Padahal, ini masih jam 8 pagi.

Shandy, sang leader dari perjalanan ini berada di barisan depan bersama Hana. Jaya dan Angel di barisan tengah, Reno dan Sindi di barisan belakang.
Ini bukan kali pertamanya Hana pergi ke hutan. Namun, Hana pertama kalinya pergi ke hutan yang soal kemistisannya beredar luas di masyarakat. Cukup disebut sebagai ide liar untuk pergi ke sana.

Entah kenapa saat melewati pohon asem besar, Hana mendadak merasakan pusing, pandangannya gelap. Hana lemas.

"Aduh." Hana terduduk di bawah pohon asem besar itu, sambil memegangi kepalanya yang terasa pusing.

"Loh, kenapa, Han?" tanya Shandy, khawatir.

"Han, pindah aja yuk, tempat duduknya." Reno yang dari belakang langsung merangkul Hana untuk pindah posisi beristirahat ke depan.

Shandy melengos melihat Reno yang merangkul Hana. Bukan apa-apa, Reno melihat sosok hitam besar di pohon itu yang sedang melihat ke arah Hana dengan sorot mata yang tajam. Reno menduga, sosok itu lah yang menyebabkan Hana mengalami pusing. Entah dari mana Reno mendapat penglihatan ini secara tiba-tiba, untung saja mentalnya kuat.

Hana duduk di pohon kelor yang tak begitu besar, cukup untuk daunnya dijadikan payung teduh untuk Hana, sekaligus penetral hawa negatif.

"Han, kamu nggak apa-apa?" tanya Shandy. Duduk di sebelah Hana.

"Udah sedikit ringan," jawabnya

Shandy mengambil air botol mineral di dalam tas, ingin memberikannya kepada Hana. Reno berbisik, "bacain doa."
Shandy mengiyakan ucapan Reno, lalu membacakan beberapa ayat alquran dan memberikannya kepada Hana. "Minum."

Hana mengambil, lalu meminumnya. Setelah beberapa tegukan masuk ke dalam tenggorokan, Hana bangun dari duduknya. "Makasih," ucapnya
"Yuk, lanjut."

Mereka pun melanjutkan perjalanan. Semakin dalam memasuki hutan, semakin banyak mereka menjumpai tumbuhan seperti lumut yang menempel di batang pohon, embun di lumut tersebut dapat menjadi sumber air, jika pasokan air yang dibawa sudah habis.

Waanjir!

Jaya berjungkat kaget, napasnya tercekat.

"Huh, gua kira apaan?! Taunya akar!"

"Jaga lisanmu, Jaya!" Reno tak segan-segan untuk menegur Jaya yang sompral itu.

"Eh, iya maap, bang."

Tiba-tiba, Angel mendengar seperti suara orang yang sedang berdeham.
Angel mangamati temannya satu persatu, mungkin ia salah dengar.
Hana menoleh ke arah Angel, Hana mengangguk seolah memberi tahu bahwa yang ia dengar itu benar.

"Kalian ada yang berdeham, ya?" tanya Angel, membuka suara yang sedari tadi bungkam. Angel memang tidak akan berbicara jikalau tidak ada yang penting.

"Enggak," jawab Shandy, singkat.

"Angel, udah." Hana memberi isyarat dengan lima jari terbuka menghadap ke Angel. Mengartikan bahwa, cukup. Tidak perlu dipikirkan.

Mereka lalu lanjut berjalan.
Reno merasakan bahwa dirinya dan teman-temannya sedang diikuti oleh beberapa orang di belakang. Namun, di saat Reno menoleh, tidak ada siapa-siapa.
Reno menyiapkan pisau. Takut bila ada orang ataupun hewan yang menyerang dengan tiba-tiba.
Namun, ini bukan orang atau bahkan hewan.

Selain senjata yang ia persiapkan, Reno juga selalu melantunkan ayat-ayat alquran di dalam hati.
Prinsip Reno, kalau orang, pisau udah siap, cowok ada tiga. Kalau 'mereka', senjata dalam hati –doa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 03, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lawang WatesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang