#02
Arisha hanya tinggal berdua dengan maminya. Sejak Arisha kelas lima SD, mami dan papinya bercerai. Maminya tak pernah menikah lagi, satu-satunya yang dimiliki hanyalah Arisha yang kian hari kian dekat. Mereka berdua kalau dilihat sudah tidak seperti ibu dan anak, lebih terlihat seperti kakak adik. Maminya yang masih berpenampilan modis, bekerja sebagai kepala marketing di salah satu rumah produksi film di Jakarta. Pekerjaan ini juga yang membuat Arisha tertarik di dunia perfilman. Ketertarikannya diwujudkan dengan sekolah di jurusan Film dan Televisi IKJ.
Arisha sedang bersantai di ruang TV ketika maminya memanggil dari dapur karena terdengar ketukan pintu. Ia sedang asyik bermain ponsel sambil tersenyum-senyum sendiri. Entah ada hal lucu apa yang ada di dalam ponselnya.
"Ca! Bukain pintu itu, Mami masih cuci piring ini," teriak maminya dari ruangan belakang.
Tanpa menjawab, Arisha meletakkan bungkusan keripik yang sedari tadi di pangkuannya, kemudian berjalan menuju pintu depan. Ia berjalan santai dengan pandangannya yang terus tertuju pada ponsel. Ia membuka pintu depan. "Iya?" katanya sambil mengalihkan pandangannya menuju tamu yang datang ke rumahnya.
Arisha sempat mundur sedikit begitu melihat siapa yang kini ada di depan rumahnya. Seorang cowok tinggi menggunakan kaos hitam dan celana jeans sedang berdiri di hadapannya sambil membawa satu piring penuh dengan roti.
"Arisha?" kata cowok itu menyadarkan Arisha dari rasa kejutnya.
"Eh maaf-maaf Abra, silakan masuk." Arisha menyingkir dari hadapan Abra dan berpindah sedikit ke samping kiri untuk memberikan Abra jalan.
Cowok yang dipanggil Abra itu hanya tersenyum menyodorkan piring yang dibawanya. "Gue cuma mau ngasih ini kok. Bunda ada sisa roti pesanan, jadi dibagiin ke tetangga."
Arisha tersenyum canggung dan menerima sepiring roti dari Abra. "M-makasih lho, repot-repot."
"Iya, sama-sama. Kalau gitu gue pulang dulu ya."
"Iya, ati-ati," kata Arisha yang langsung ia sesali. Arisha merutuki dirinya sendiri. Aneh saja bilang hati-hati pada orang yang rumahnya hanya berbeda empat rumah dari rumahnya.
Abra berbalik hendak pulang, tetapi setelah dua langkah, Abra berhenti. Berbalik menuju Arisha yang masih berdiri memegang gagang pintu melihat ke arahnya. Arisha semakin tegang didatangi oleh Abra. "Maaf Sha, mau nanya aja, lo udah tahu kan soal proyek 17-an RT kita? Kita berdua jadi panitianya."
"Proyek 17-an? Kita berdua, aja?" Arisha menaikkan satu alisnya. Arisha belum pernah mendengar soal itu.
"Iya, nggak berdua sih. Katanya ada Arian, Arvan, sama Anin juga," jawab Abra santai.
Berbeda dengan Abra, raut Arisha tidak ada santai-santainya. Ia belum pernah mendengar soal hal itu, padahal dirinya adalah satu-satunya dari Abra, Arian, Arvan, dan Anin yang tetap tinggal di gang 5A. "Tapi gue nggak bisa, gue punya banyak kerjasama endorsement liburan ini."
"Ah begitu? Yaudah deh gapapa. Kalau gitu gue pulang ya." Abra berpamitan sekali lagi. Kali ini benar-benar pergi. Meninggalkan Arisha yang masih memiliki pertanyaan soal acara 17-an yang belum pernah disebut oleh maminya itu.
Arisha menuju dapur untuk meletakkan roti pemberian Abra tadi sekaligus menemui maminya.
"Mi," panggil Arisha. Ia duduk di salah satu kursi di meja makan.
"Kenapa Ca? Itu tadi tamu siapa?" maminya hanya menoleh sambil melanjutkan mencuci piring.
"Tadi Abra yang ke sini, ngasih roti bikinan Bundanya, katanya ada lebih dari pesanan. Ma–"
KAMU SEDANG MEMBACA
Geng 5A [TAMAT]
Humor[SUDAH TERBIT] Beberapa part telah dihapus untuk kepentingan penerbitan. Setelah lima tahun lebih tidak bertegur sapa, Abra, Arvan, Arian, Arisha, dan Anin harus bekerja sama mengerjakan proyek 17 Agustus yang diberikan oleh bu RT mereka. Usai lulus...