#09
Pagi-pagi sekali Arvan sudah mengeluarkan mobilnya. Ia sibuk mencuci mobil yang sudah jarang sekali ia pakai itu. Di depan rumahnya, Arvan berpamitan dengan papanya yang bersiap untuk berangkat kerja.
"Tumben Pa, pagi-pagi banget?" tanya Arvan
Ia melihat papanya keluar rumah membuka pagar lebar-lebar untuk mengeluarkan mobil. "Papa ada janji ketemu klien. Kamu tumben banget udah cuci mobil? Gitu dong sering-sering dirawat. Papa belikan kamu mobil bukan cuma buat pacaran. Udah mandi belum?"
Arvan meringis menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dengan penampilannya yang hanya mengenakan kaus putih lengan pendek dan celana pendek berwarna abu, tentu saja Arvan belum mandi. "Arvan mandinya nanti aja deh, pas mau keluar sama temen-temen," jawabnya.
Papanya tidak bertanya lebih lanjut, papanya langsung berpamitan dan berangkat kerja. Arvan melanjutkan mencuci mobilnya dengan bersiul riang.
Tidak lama, seseorang keluar dari rumah sebelah rumah Arvan. Bapak-bapak yang sudah tua, berpakaian olah raga lengkap dengan headphone yang dikalungkan di leher.
"Pagi, Pak Jono!" sapa Arvan ramah.
Laki-laki yang dipanggil pak Jono itu melambaikan tangan ke arah Arvan, lalu berlari kecil mendekati Arvan.
"Tumben Van udah muncul pagi-pagi. Perasaan baru sekarang saya ketemu kamu sepagi ini. Biasanya bangun siang terus kan?" kekeh pak Jono membuat Arvan malu.
"Wajar kan, Pak. Sedang liburan, memang suka melampiaskan jam tidur," celetuk Arvan sambil melumuri mobilnya dengan sabun pencuci mobil.
"Mau ada acara apa?" Sedari tadi Pak Jono berlari di tempat sambil mengajak Arvan mengobrol.
"Nggak ada apa-apa kok, Pak. Mau jalan-jalan aja nanti sama temen-temen."
Pak Jono menaikkan satu alisnya, "Temen, apa temen nih? Temen special ya?" godanya pada Arvan.
Arvan terkekeh mendengarnya. "Temen beneran Pak. Anak-anak komplek sini kok. Bapak kenal Arvan, Ian, yang lain kan?"
"Oh sama mereka!" Pak Jono menepuk kedua tangannya di depan muka Arvan. "Kirain sama pacar kamu. Tapi kalau pacar sudah punya kan?"
"Sudah punya sih, Pak," jawab Arvan sedikit ragu. Bukannya apa-apa, ia tidak suka aja kalau nantinya mengaku, Pak Jono malah menggodanya habis-habisan.
Pak Jono menghentikan lari di tempatnya. "Bagus kalau punya pacar. Kalau bisa dipertahankan samapi menikah. Harus dipikirkan ke depan, mau ngapain aja, mau punya anak berapa, pensiun umur berapa, harus dipikirkan matang-matang. Jangan sampai menyesal seperti saya. Idealis waktu muda – "
Arvan memutar bola matanya. Ia sudah hapal sekali cerita Pak Jono ini. Setiap bertemu dengannya pasti bercerita betapa menyesalnya dia. Dulu waktu muda menunda-nunda punya anak karena ingin menikmati waktu berdua, eh sampai sekarang malah kesulitan punya anak. Padahal usia Pak Jono hampir sama dengan usia papanya. Arvan ingin mengasihasi, tapi ia juga suka kesal kalau harus mendengar kisah yang sama berulang-ulang.
"Meskipun begitu, saya tetap setia dengan istri saya meskipun tidak dikaruniai seorang anak. Kamu juga harus begitu, menjadi laki-laki tanggung jawab kepada perempuan. Jangan sampai disakiti perasaan suci mereka. Air mata dari orang yang kita cintai itu lebih menyakitkan dari air mata kita sendiri."
Akhirnya pak Jono menutup ceritanya dengan wejangan-wejangan berpasangan kepada Arvan. Ceritanya begitu panjang hingga mobil Arvan selesai dicuci. Pak Jono juga akhirnya pamit pada Arvan.
"Ingat terus pesan saya, saya pergi dulu." Pak Jono berbalik dan hendak memasuki rumahnya lagi.
Arvan heran, di dalam benaknya ia mengira pak Jono akan berolah raga. "Pak, bukannya tadi mau lari?" sergah Arvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geng 5A [TAMAT]
Humor[SUDAH TERBIT] Beberapa part telah dihapus untuk kepentingan penerbitan. Setelah lima tahun lebih tidak bertegur sapa, Abra, Arvan, Arian, Arisha, dan Anin harus bekerja sama mengerjakan proyek 17 Agustus yang diberikan oleh bu RT mereka. Usai lulus...