#06

31 5 0
                                    

#06

Sebenarnya Arisha malas sekali kalau harus ikut berkumpul di pos ronda. Tapi, dirinya sudah terlanjur mengiyakan. Ia sudah terlanjur bilang kepada Anin. Akhirnya Arisha mulai bersiap-siap juga. Seperti biasanya, Arisha akan tetap berdandan walaupun hanya di rumah atau keluar di sekitaran rumah. Sebagai seorang selebgram, Arisha harus tetap bisa tampil cantik kapan pun dan di mana pun. Tidak ada yang tahu kan kalau tiba-tiba ada yang mengambil fotonya diam-diam, dan dirinya sedang dalam keadaan yang tidak siap. Bisa berantakan citra yang selama ini sudah ia bangun matang-matang.

Arisha sudah duduk di depan meja riasnya. Bercermin dan mengagumi kecantikannya sejenak. "Gue cakep banget dah, tapi kenapa belum punya pacar sih?" gerutunya sambil menoleh kanan dan kiri. Memerhatikan setiap lekuk dari wajahnya.

Tangan Arisha meraih sunscreen yang ada di sudut meja. Perlahan ia mengoleskan sunscreen tersebut ke wajahnya. Rangkaiannya belum sampai di situ, Arisha melanjutkan dengan mengenakan BB cream, blush, alis, pokoknya semua rangkaian sehari-hari Arisha gunakan. Termasuk rutinitas kebingungan memilih pewarna bibir.

"Baju gue warna item, harusnya lip stick apa pun cocok-cocok aja." Arisha mengaduk-aduk pouch yang berisi banyak sekali pewarna bibir koleksinya. Ujung-ujungnya Arisha memilih untuk mengenakan lip tint yang ringan. Sentuhan terakhir, ia menyemprotkan parfum beraroma manis miliknya ke seluruh tubuh.

Setelah dirasa semuanya sudah siap, Arisha segera pamit pada maminya dan menuju ke pos ronda. Ia berjalan sambil memainkan ponselnya, jadi ia tidak fokus menatap depan.

"Mau ke mana Neng? Cakep amat, mau kondangan?"

Langkah Arisha terhenti. Ternyata ia sudah berada di depan pos ronda, empat orang temannya sudah duduk rapi di sana. Dan suara tadi berasal dari mulut Arvan. Arisha menoleh dan menatap Arvan tajam.

"Jam berape nih? Sibuk bener jadi artis ya," lanjut Arvan lagi. Arisha tetap diam.

"Van jangan gitu," sergah Anin menepuk paha Arvan.

Anin beralih memandang Arisha, lalu ia tersenyum. "Sini Ca, kita mulai aja." Anin menepuk-nepuk tempat kosong di sampingnya.

Arisha segera duduk dan sempat membetulkan rambutnya.

"Eh Ca, lain kali jangan telat dong," protes Arian yang kini sedang menyantap roti bawaan Abra.

"Gue nggak tahu kalau udah setengah sebelas sekarang. Nggak nyadar tadi," Arisha berusaha membela diri.

"Dandan lu kelamaan!" timpal Arvan lagi.

"Lo ada masalah apa sih sama gue?" sungut Arisha. Dia sudah mulai tidak nyaman dengan celetukan-celetukan dari Arvan.

"Nggak ada bercanda doang bos!" Arvan mengangkat tangannya bermaksud untuk tos dengan Arisha. Sudah bisa ditebak, Arisha hanya melengos tak memedulikannya. Arvan tetawa geli, melihat reaksi Arisha seperti ini, Arvan tidak tahan untuk tidak menggoda Arisha lagi.

Abra mulai berdeham. "Udah ya jangan berantem? Kita mulai aja biar cepet."

"Nah setuju gue!" Arian mengacungkan jempolnya pada Abra.

"Oke, gue mulai aja yah. Jadi seperti yang kita tahu, kita semua ini berlima diberi amanah oleh Bu Deva buat ngurusin acara 17 Agustus di RT kita. Nah berhubung ini masih bulan Juni, seharusnya kita bisa santai buat nyiapinnya, nggak perlu buru-buru. Jadi gue mohon banget partisipasi dari kalian. Gue udah nyiapin role yang harusnya cocok sama kalian semua. Gimana?" Abra mulai menjelaskan.

"Sebelum kalian pada jawab, gue mau bilang sesuatu." Anin mengacungkan tangannya tepat setelah Abra selesai berbicara. "Jadi, sebelum kalian beneran jawab mau atau nggak, gue cuma mau cerita sesuatu. Kemaren, Bu Deva ke rumah gue. Ngobrol sama Ibu kayak biasa. Beliau terlihat sangat kepikiran soalnya ngelihat ekspresi kita yang seolah nggak ikhlas ngejalanin ini semua. Beliau kedengeran kecewa banget. Jadi boleh nggak gue minta kalian buat jawab mau dulu buat sekarang. Dan coba jalanin selama 2-3 minggu, kalau karena hal ini aktivitas sehari-hari kalian jadi keganggu, baru deh kalian bisa berhenti dari ini semua."

Geng 5A [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang