#03

46 7 0
                                    

#03

Arian sedang bengong menatap kosong kanvas putih di hadapannya. Sudah berjam-jam ia hanya diam menyesap rokok yang terselip di antara bibirnya. Tak kunjung inspirasi datang. Arian sedang ada kerjasama dengan salah satu penerbit buku untuk membuat cover sebuah novel yang bercerita soal kehidupan romansa anak kuliahan. Dan klien yang sekarang ingin covernya dibuat langsung menggunakan tangan, tidak berupa gambar digital yang biasanya.

Sebenarnya tidak masalah digital atupun manual menggunakan tangan. Yang dipusingkan Arian adalah inspirasi objek yang harus ia lukis. Dirinya memang seorang anak kuliahan, tapi urusan romansa? Arian masih perlu bimbingan. Selama hidupnya, Arian hanya peduli soal menggambar, bermain game, dan nongkrong sama teman-temannya. Belum ada kisah yang mengatasnamakan cinta dalam hidupnya.

Selagi ia duduk merenung, suatu saat ia merasa ada yang memerhatikannya. Arian menoleh ke arah rumah yang ada di seberang rumahnya. Seorang cewek yang sedang melihatnya langsung membuang muka dan cepat-cepat pergi meninggalkannya. Arian tersenyum. Ia mengenal cewek itu. Tetangganya yang dulu juga sering bermain bersamanya. Namanya Anin. Arian berdiri dari duduknya, lalu menginjak batang rokoknya yang mungkin hanya tinggal beberapa isapan lagi.

Arian keluar dari rumah menuju toko Bu Tarjo untuk membeli permen. Sebenarnya tak hanya itu, ia ingin menyapa Anin saja. Rasanya sudah lama sekali ia tak berhubungan dengan tetangganya satu itu. Sebelum-sebelumnya Arian tak pernah terpikir untuk menyapa dan menghubungi Anin, tapi entah kenapa setelah melihat Anin tadi ia ingin menyapa cewek itu.

Mendekati toko Bu Tarjo yang sebenarnya ada di sebelah rumahnya persis. Samar-samar ia bisa mendengar suara mas Setyo, pegawai baru Bu Tarjo, yang nyaring itu.

"Neng orang baru di sini? Cakep amat. Mau beli apaan?" Arian dapat melihat mas Setyo yang berbicara penuh nada genit dan tidak ditanggapi sama sekali oleh Anin. Anin hanya memasang muka jutek dan bicara seperlunya.

"Mie instan tiga," kata Anin singkat dengan nada datar.

Arian muncul dengan tampilan gembelnya sambil menahan tawa melihat kelakuan mas Setyo. Ia mendekati Anin. "Mas jangan digodain, temen gue ini," celetuk Arian disambut lirikan tajam dari Anin.

"Eh, temen lu Yan?"

"Iya, mas. Itu rumahnya di depan rumah gue pas." Arian membuka stoples berisi permen Kopiko. Ia mengambil beberapa.

"Namanya siapa Yan?" tanya mas Setyo seolah manusia yang sedang menjadi topik pembicaraan itu tidak ada di sini.

Anin menarik napas panjang. "Anin, Mas." Anin memberi banyak penekanan ketika menyebut kata "mas" tadi.

Arian hanya tersenyum-senyum akhirnya si cewek ini bersuara juga. Namun Arian masih bisa melihat raut tidak suka dari Anin. Entah karena apa.

"Makasih, Mas!" ucap Anin usai menyelesaikan transaksi pembeliannya. Anin langsung berbalik pergi tanpa mengucap satu kalimat pun pada Arian.

Merasa tidak dihiraukan Arian pun memanggil Anin yang sedang berusaha berjalan cepat. "Anin!" panggil Arian membuat Anin berhenti melangkah.

Ragu-ragu, Anin membalik badannya menghadap ke Arian. Teman kecilnya yang entah bagaimana sekarang sudah menjadi setinggi ini. "Gue?" tanya Anin.

Arian tersenyum lalu mendekati Anin. Sebenarnya ia juga bingung mau bicara apa setelah memanggil Anin. "Siapa lagi yang namanya Anin?" jawab Arian sambil nyengir.

Merasa Arian terlalu dekat dengannya, Anin pun mundur satu langkah. Mendongak, menghadapi lawan bicara yang ternyata memang setinggi itu. "Ada apa ya?" tanya Anin canggung.

Geng 5A [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang