#05

38 7 3
                                    

#05

Dengan bantuan ibunya, akhirnya Anin berhasil mendapatkan nomor HP Arvan juga Arisha. Orangtua keduanya sangat kooperatif. Namun, ketika Anin meminta tolong untuk mencarikan nomor HP Arian, ibunya langsung menolak.

"Nggak mau Ibu berhubungan sama singa kelaparan," jawab Laila ketika Anin meminta tolong untuk menghubungi ibunda dari Arian.

Anin hanya meringis mendengarnya, sudah memaklumi. Ibu Arian memang orang yang sangat kaku dan berprinsip. Tegas, tapi lebih sering dianggap orang yang semaunya sendiri. Pokoknya banyak yang merasa untuk lebih baik menjauh saja, dari pada menimbulkan masalah dengan ibu Arian.

Maka dari itu, di sinilah Anin. Berdiri di depan pagar rumah Arian. Masih menimbang-nimbang apakah ia harus benar-benar menemui Arian hanya untuk meminta nomor HP. Kepala Anin sudah celingukan di depan rumah yang supersepi itu. Sebenarnya Anin takut kalau tiba-tiba Bu Johan, atau ibu dari Arian tiba-tiba muncul. Anin hanya mondar-mandir di depan rumah masih dengan penuh pertimbangan.

"Cari siapa ya?"

Satu suara yang membuat Anin terkejut. Langkahnya terhenti, berbalik menatap oaring yang mengejutkannya. Ternyata muncul sosok lelaki yang memakai jaket parasut lengkap dengan sepatu berlarinya. Mukanya penuh dengan keringat, tapi Anin tahu dia siapa.

"Bang Gerald?" Laki-laki yang kini berdiri di hadapan Anin adalah Gerald. Kakak kedua dari Arian. Kakak laki-laki Arian yang superganteng dan sempat dijadikan idola oleh Anin dan Ica ketika masih SMP dulu.

"Anin ya? Wah apa kabar? Mau cari Ian?" Anin tersenyum mengetahui bahwa Gerald masih mengingatnya. Rasanya Anin seperti terlempar ke masa-masa dulu.

Anin dan Arisha dulu sering alasan mau main ke rumah Arian hanya untuk melihat Gerald yang baru pulang sekolah. Usia Gerald memang tidak terpaut begitu jauh. Hanya lebih tua dua tahun. Yang paling disuka Anin dan Arisha ketika setiap hari Sabtu sore. Gerald baru selesai latihan basket, lalu karena SMA mereka dekat dengan rumah, teman-teman Gerald sering main ke rumah. Saat itu rumah Arian berasa dihuni oleh manusia-manusia tampan. Semuanya idaman wanita. Bagaimana tidak, Gerald dan teman-temannya memiliki postur tubuh yang atletis. Rambut mereka sering kali dibiarkan berantakan karena habis berolah raga. Dan yang pasti semuanya ramah. Anin dan Arisha jadi semakin betah kalau berlama-lama di rumah Arian.

"Ehm, iya Bang, Ian di rumah kan?"

"Ada kok, yuk masuk." Gerald membukakan pagar rumahnya lalu mempersilakan Anin masuk. Anin duduk di kuris yang ada di teras rumah Arian. "Lo kuliah di mana sekarang Nin?" tanya Gerald sambil membuka sepatu larinya.

"Di Surabaya Bang. Siang-siang gini lari? Apa nggak panas banget?" Anin mulai penasaran. Ini baru pukul dua siang. Dan Gerald sudah lari dalam balutan jaket parasut. Anin tidak terbayang saja bagaimana panasnya.

Gerald membalasnya denga tawa kecil, "Iya nih, lagi program nurunin berat badan cepet. Ada pertandingan basket bulan depan. Harus cepet-cepet ngurusin badan."

"Masih aktif aja di basket," celetuk Anin.

"Iyadong, bentar ya gue panggilin dulu Ian-nya." Gerald masuk ke dalam rumah meninggalkan Anin yang duduk sendirian di teras.

Anin menunggu sekitar sepuluh menit, Gerald maupun Arian tidak keluar juga. Ia sudah mulai berdiri dan berjalan mondar-mandir.

"Nin,"

Namanya dipanggil, otomatis Anin langsung berbalik ke sumber suara yang memanggilnya, "Bang Ge?"

"Ian lagi sibuk banget katanya. Gue suruh nemuin lo dianya nggak mau. Maaf banget ya? Mungkin ada nitip pesen atau apa?" jelas Gerald sambil menunjukkan eaut minta maaf.

Geng 5A [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang