#07

31 6 0
                                    

#07

Sepeninggal Arvan dan Arisha, Abra berusaha untuk mengajak Arian untuk mengobrol lebih banyak. Entah sekadar untuk tahu kabar atau apa pun, Abra hanya ingin hubungan mereka tidak lagi canggung.

"Sibuk apa Yan sekarang? Gapapa kan kalo tetep gue panggil Ian?" tanya Abra.

"Santai lah kalau gue, orang rumah juga masih manggil Ian. Ya gue udah bilang kan, lagi ngerintis bisnis desain. Ya, gue nerima kerjaan bikin desain cover buku, desain produk, macem-macem lah."

Anin tersenyum mendengarnya jawaban Arian yang cukup antusias. Ia pun memberikan pertanyaan-pertanyaan lain. "Bandung gimana? Adem banget ya? Gue perasaan pengen dulu pengen kuliah di sana, tapi kenapa jadi di Surabaya yah."

"Dingin sih, tapi kalau siang kadang juga kerasa panasnya. Emang iya Nin? Lo jurusan apa sih? Gue ingetnya lo paling pinter aja di antara kita semua."

"Gue ambil akuntansi. Paling pinter mah bukan gue, tapi Abra," seru Anin menatap Abra yang hanya denyum-senyum sendiri.

Arian menepuk punggung Abra pelan. "Oh iya, lupa gue. Pantesan masuk UGM, betah nggak Bra di Yogya?"

"Betah dong. Murah-murah di sana, makanannya juga enak-enak. Nggak kalah lah sama Bandung."

"Tapi kalo cewek-ceweknya gue jamin masih lebih cakep di Bandung kan?" tanya Arian sambil menaikkan kedua alisnya dan nyengir pada Abra.

"Bisa jadi," jawab Abra. "Makanya lo ajak gue ke Bandung, kenalin cewek-cewek di sana."

"Ah bisa aja lo, boleh-boleh!" Arian menepuk-nepuk bahu Abra sambil tertawa kecil.

Anin memutar bola matanya mendengarkan obrolan dua orang ini. "Katanya cewek di Bandung cakep-cakep, tapi kok lo masih jomlo sih Yan?" Pertanyaan sengit dari Anin membuat Arian diam seketika.

"Emang belum punya pacar Yan?" tanya Abra memastikan ketika melihat Arian terdiam. "Kok lo tahu sih Nin?" Abra beralih ke Anin karena Arian tak kunjung menjawab.

Anin terkikik melihat respon Arian karena pertanyaannya tadi. "Padahal gue nebak doang. Tapi kalau dilihat dari responnya kayaknya bener nih."

"Iya-iya emang gue belum punya. Udah sempet punya tapi putus." Arian berusaha membela diri.

"Putus kenapa Yan?" Anin mulai ingin tahu.

Arian berdeham. Ia seperti tidak ingin mengatakan alasannya, tapi kedua temannya memberinya tatapan penuh harap. "Yhaa, dia lebih milih cowok teknik. Lo tahu kan kampus gue kan sebenernya kampus teknik, gue diselingkuhin anjir sama anak teknik mesin."

Abra tak dapat menahan tawa ketika temannya yang satu ini diselingkuhin. "Jurusan gue tuh, emang sih jurusan gue lebih keren-keren orang-orangnya. Ya nggak? Ya nggak?" Abra menyenggol-nyenggol lengan Arian. Tatapannya yang tengil membuat Arian cukup kesal. Anin juga ikut tertawa mendengar kisah cinta Arian yang cukup menyedihkan.

"Eh bentar-bentar itu siapa ya cewek yang di depan rumah Arvan?" Anin bersuara sambil menunjuk seseorang yang berdiri di rumah Arvan sambil menatap layar ponselnya.

Tak lama setelah itu ada bunyi deringan telepon. Anin, Abra, dan Arian mengecek ponsel masing-masing. Nihil, itu bukan suara ponsel mereka. Ternyata itu adalah suara ponsel milik Arvan yang tertinggal. Ketiganya saling bertatapan seolah saling berkirim pesan.

Arian menyodorkan ponsel tersebut ke pada Abra.

"Apaan?" tanya Abra tak mengerti.

"Angkat bego!" sahut Arian lagi.

Geng 5A [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang