Chapter 16

279 37 3
                                    

"Besok anda sudah bisa pulang, Pak. Cek sebulan sekali di sini."

"Syukurlah, Dok. Terima kasih sekali," Pria tua menangis haru sambil memeluk istri dan juga putrinya.

Eren tersenyum, "Sudah menjadi tanggung jawab, Pak."

"Semoga Tuhan senantiasa mempermudah segala urusanmu, Dokter. Kami tidak akan melupakan jasamu."

Eren menunduk dan membiarkan pasangan suami istri tadi menepuk pundaknya. Anak perempuan mereka masih kecil, mungkin berumur kisara 7 sampai 10 tahun.

"Amin. Terima kasih doanya. Sekarang, saya akan melanjutkan pekerjaan dulu. Permisi," Eren membungkuk untuk terakhir kalinya dan hendak keluar.

"Dokter, terima kasih telah menolong Papa," anak kec tadi menatapnya dengan binar haru.

Eren membalikkan tubuhnya dan mentangguk, "Berkat kekuatan Papamu juga akhirnya beliau bisa sembuh."

Anak kecil tadi tersenyum dan kembali memeluk kedua orang tuanya. Eren pun keluar dari ruang inap. Melihat keluarga tadi membuatnya teringat permintaan Carla dan Grisha untuk segera menikah. Eren mau membahagiakan orang tuanya, jadi dia memutuskan untuk menikah dalam waktu dekat.

Dokter muda tadi kembali ke ruangannya dan duduk di kursi kerja. Janji hari ini sudah ia tepati, tapi Eren tetap harus berjaga apabila ada panggilan mendadak lagi.

Perutnya berbunyi. Eren segera membuka tasnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang. Ia bangkit dari kursi dan membenahi jas panjangnya. Pandangan santai diedarkan pada jendela di sampingnya. Di depan sana, ada alun-alun kota. Eren memicingkan matanya pada gedung yang terlihat kecil -karena rumah sakitnya ini besar sekali dan Eren ada di lantai 5- berada di selatan alun-alun.

Light Esther Publisher. Tempat Levi bekerja. Eren tidak menyangka sana sekali, tempat kerja mereka berdekatan. Memang, alun-alun kota adalah tempat sejuk dengan berbagai gedung megah di sekelilingnya, tapi sungguh mengejutkan apabila kau bekerja di dekat orang yang kau cinta.

Eren merogoh kantungnya dan nenelpon Levi. Pandangannya masih melekat pada gedung percetakan tersebut. Ponsel diketuk pelan sampai akhirnya telepon tersambung.

"Halo?"

"Hei," seketika Eren canggung. Ini sudah lama sekali sejak mereka menelpon, "Emm... Kau pulang jam berapa?"

"Oh, itu," terdapat jeda sementara, "pukul 4 tepat. Kau?"

"Malam, seperti biasa."

"Baik. Kau akan berkunjung?"

"Ya, aku akan berkunjung. Sebenarnya aku ingin mengajakmu keluar, makan siang."

"Ah, maaf, Eren. Aku ingin sekali tapi tidak bisa. Jadwalku sedang padat sekarang."

Eren menghela nafas dan mengangguk. Sepertinya Levi menyadari hal itu.

"Lain kali, kita bisa keluar, makan bersama."

Eren mengangguk pelan, "Iya. Selamat bekerja. Hati-hati selalu."

"Baik. Kau juga."

Sambungan diputus. Eren menghela nafas pelan dan mendudukkan dirinya di kursi. Pintu ruangannya diketuk tiga kali.

"Masuk."

Pintu digeser. Nampak Armin dan wajah berbinarnya, "Ayo makan siang bersama!"

Mikasa menyusul dan menutup pintu ruangan. Eren pun menegakkan tubuh sambil melihat kedua orang yang penting di hidupnya. Armin menyodorkan kotak makan dari kardus pada Eren, "Sesekali makanlah sesuatu yang murah tapi enak. Aku dan Annie sering ke rumah makan ini."

Regret || Part 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang