10. PERHATIAN BANGET

60 3 0
                                    

Para siswa tengah berhamburan menuju parkiran sekolah. Koridor penuh dengan anak-anak SMA PANTHERA yang tengah berlalu lalang. Rapat guru yang berada diakhir pelajaran membuat siswa berpulang dengan sendirinya.

Sedari tadi Andara bimbang, antara pulang dengan Adam atau naik angkutan umum. Sejak ia tidur di UKS sampai sekarang ia tidak menemukan batang hidung Adam. Apa ia sudah pulang? Atau ada urusan? Entahlah Andara tidak tahu, ia juga tidak ingin berharap lebih. Ia hanya ingin pulang. Hari ini Metta ada ekstra kurikuler padusa, jadi ia tidak bisa pulang bersama.

Sesekali Andara menghela napas. Ia belum terlalu sehat, wajahnya masih pucat kadang juga disertai rasa pusing.

"Maaf lama."

Andara membelak. Adam datang dari belakang sambil menautkan jarinya dengan jari Andara. Hari ini Adam ada bimbingan, tetapi ia tidak bisa meninggalkan Andara begitu saja.

"Lagian gue bisa pulang sendiri," ucap Andara. Kedua tangan mereka masih tertaut.

"Panas."

"Ha?"

Adam meletakkan telapak tangannya ke dahi Andara. Seperti biasa, Andara selalu merasakan dingin di tangan Adam. Bukankah seharusnya suhu tangan biasa saja? Tidak panas dan tidak dingin? Tetapi lain yang Andara rasakan, tangan Adam selalu dingin.

"Ngapain tadi main?" ucap Adam datar.

"Main basket? Ya nggakpapa, udah lama nggak main soalnya." Andara nyengir.

"Bandel." Adam mengacak pucuk rambut Andara. Si empunya merasakan panas di pipinya ysng merah seperti tomat.

Keduanya berjalan menuju parkiran. Adam membuka pintu untuk Andara, lalu melesat dengan kecepatan rata-rata.

Keduanya hanya diam. Andara terus menyender kursi mobil sambil menatap jalan raya yang sudah mulai macet. Sesekali ia menutup mata dengan lama.

"Pusing?" tanya Adam. Ia tidak mengabaikan Andara.

"Sedikit," ucap Andara tersenyum tipis.

Andara bisa diam jika sakit. Lain jika tidak sakit, ia selalu usil, membuat keributan, dan tidak bisa diam. Kadang Adam tersenyum memikirkannya, Andara sangat berubah ketika sakit. Ia membelokkan setir, membawa Andara ke rumah sakit yang jaraknya tidak jauh dari sekolah. Sudah sejak pagi Adam ingin membawa Andara ke rumah sakit, tetapi karena tadi Andara sudah bisa tidur, jadi Adam tidak tega untuk membangunkan.

"Turun."

"Kok nggak bilang si kalo ke rumah sakit? Guekan nggak perlu buat di periksa,"

"Terlambat."

Lagi-lagi tangan Adam dan Andara saling tertaut. Mereka menuju ruangan yang di tuntun oleh suster rumah sakit.

Andara mengeratkan pegangannya. "Gue nggak mau di suntik," ucap Andara pada Adam.

"Nggak di suntik, mari." ucap dokter dengan ramah sambil menunjukkan senyum.

"Masnya tolong tunggu di luar ya." ucap suster.

"Mari, berbaring." ucap dokter.

Dokter itu memasang termometer serta tensimeter pada Andara. Ia juga memasang stetoskop ke telinganya untuk mengecek detak jantung Andara.

tit tit tit

Termometer berbunyi. "Sudah selesai mari," ucap dokter itu dengan ramah. Ia duduk di kursi untuk inteview pasien.

Suster membuka pintu, seolah membolehkan Adam untuk masuk. Ia duduk di kursi dekat Andara.

"Suhu tubuhnya 39, hampir 40 jadi usahakan meminum obatnya nanti tepat waktu. Tekanan darahnya rendah. Apa haidnya lancar?" jelas dokter itu.

ANDARA (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang