Rasa yang Sulit untuk Ditolak

5.3K 308 15
                                    

"Kamu ngomong apa, Mas?" tanya Jelita menatap dengan lekat, tak seperti biasanya.

"Entahlah, itu pertanyaan spontan dari setiap kesedihan yang kudengar dari bibir kamu," jawab Reno menggaruk pipinya yang berbulu halus.

Jelita tersenyum, ia mengangguk dan mulai menyentuh makanannya.

"Tapi aku serius, aku mulai berpikir untuk menikahimu." Reno menatap Jelita yang baru saja akan menyuapkan nasi ke mulutnya.

"Aku tahu Mas Reno baik, tapi itu mustahil, Mas." Jelita melanjutkan makan meski tatapannya kosong. Ada rasa haru yang begitu besar di hatinya. Baru kali ini dia bisa bicara begitu luas kepada seseorang, tapi bukan siapa-siapa dirinya.

Sayangnya lagi, lelaki ini juga bukan suaminya. Dan yang paling amat disayangkan, dia tak memiliki keyakinan dalam hidupnya.

"Aku sudah suruh si Bahri urus perceraian kalian," ujar Reno lagi dengan berjalan ke jendela, membuka sedikit celah kaca dan menyalakan rokok di sana.

"Cerai?" tanya Jelita terkejut.

"Ya, aku sudah beri dia uang agar urus perceraian kalian. Supaya kamu bisa menikah denganku," jawab Reno serius.

Jelita menatap kosong. Ia tak mengerti dengan jalan pikiran Reno. Kadang baik, kadang jahat, tapi yang pasti meski ia baik ada banyak perbedaan yang tak mungkin disatukan terutama soal agama.

"Kita gak mungkin nikah, Mas." Jelita menunduk dan tak melanjutkan makannya.

"Apalagi? Jika kau janda aku bisa menikahimu."

"Mas Reno tidak percaya Tuhan, Allah, mana mungkin aku menikah dengan seorang pria yang tak seiman denganku?" Jelita sedikit hati-hati, takut Reno tersinggung.

Pria itu malah terkekeh sambil membuang asap rokok keluar celah.

"KTP-ku islam. Orang tuaku juga keturunan Arab."

"Tapi aku menikah bukan dengan KTP-nya kan?"

"Mulai belagu? Aku menikahimu karena kasihan, jadi jangan banyak laga. Aku bukan mencintaimu atau butuh. Ah ya, aku butuh memang untuk bisa kutiduri dan mengurus rumahku." Reno terkekeh kesal.

"Mas Reno gak usah repot-repot. Bantu Lita cerai dari Mas Bahri saja, itu sudah sangat membantu. Tak harus sampai menikahi. Semoga Mas Reno dapat istri yang sesuai dengan keyakinan Mas juga." Jelita tersenyum dan menunduk.

Entah kenapa ada rasa sedih, berharap lelaki itu mengatakan siap memeluk keyakinan yang sama dengan dirinya. Nyatanya dia hanya memiliki agama sebatas KTP, tapi tidak secara keyakinan hati atau mengimani.

Tidak sama sekali. Reno terang-terangan mengolok konteks ketuhanan. Tak hanya islam, bahkan agama mana pun. Jelita tak mau mengambil resiko, karena baginya suami adalah imam yang harus dia ikuti.

"Terserah, kalau gak mau. Aku gak jamin pria licik seperti Bahri akan melepaskanmu." Reno mematikan rokok dan kembali ke meja. "Dia tadi minta 500 juta untuk menceraikanmu. Gila kan? Dia juga sudah iklanin kamu di facebook." Reno membuka ponsel dan memperlihatkan kegiatan Bahri di sana.

Jelita melebarkan mata, melihat banyak sekali komen untuk menyewa dirinya meski hanya beberapa jam dan beberapa malam.

"Siap?" tanya Reno lagi.

Jelita menggeleng. "Mas Bahri atau Mas Reno di mataku sama saja," gumam Jelita.

"Belagu kamu!" sentak Reno bahkan mendorong kepala Jelita dari samping.

Lelaki itu bangkit dan meninggalkan Jelita yang menunduk kaget.

Sakit, baru saja dia merasakan angin sejuk dalam hati. Kini, berubah lagi dengan kepedihan diperlakukan kasar oleh seorang lelaki.

CINTA BERKALUNG DOSA (Terpikat Istri Sahabat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang