Part 7

4.6K 167 8
                                    

Rizal POV

"Gimana kalo aku jadi gay aja?" kataku pada dua manusia di depanku.

Bruk. Dua buah bantal mendarat tepat di mukaku.

"Kau gila?!" teriak Radit dan Vina secara bersamaan.

"Aku tau kalian berdua itu suami istri. Tapi enggak usah pakai teriak secara bersamaan, bisa kan?" Ketusku pada mereka berdua.

"Apa sih yang ada di otakmu? Kok bisa-bisanya berpikir kayak gituan?" tanya Radit.

"Aku pusing ngadapin wanita. Mereka ribet. Mereka makhluk yang paling tidak bisa ditebak." kataku dan menyandarkan tubuhku di sofa ini. Sudah lama aku tak merasakan kenyamaan duduk di sofa ini.

"Tapi tidak itu juga jalan keluarnya." kini Vina yang membuka suara.

"Jadi apa, Vin? Aku pusing. Aku baru tau gimana rasanya berurusan sama wanita. Pantesan aja Radit kayak gitu." kataku padanya dan satu bantal mendarat lagi di mukaku. Radit sialan.

"Enggak usah bahas masa lalu deh." umpatnya.

"Wanita memang memusingkan. Tapi bukan karena itu juga kamu berubah jadi Gay, kan? Lelaki juga memusingkan. Semua tergantung sama diri kita sendiri, bagaimana kita cara menyikapinya." katanya lembut.

Ah Vina, kalau udah bicara lembut gini buat aku hampir khilaf aja.

"Vin, kamu enggak tau gimana jadi aku saat ini. Memang, banyak yang bilang wanita ingin dimengerti. Lah gimana aku mau ngertiin mereka sedangkan mereka aja susah dimengerti. Terus juga, mereka enggak pernah ngertiin perasaan aku. Contohnya Lena, dia tak pernah mau mendengar penjelasanku lagi." kataku.

"Sayang, kamu ke atas gih, Ravi nangis. Biar aku bicara sama anak satu ini dulu." kata Radit. Vina pun meninggalkan kami.

"Gini Zal, mungkin saat ini Lena memang tidak mau mendengar penjelasanmu karena dia masih terkejut sama apa yang dia ketahui. Mungkin beberapa hari lagi, setelah dia tenang, dia pasti akan mau mendengar penjelasanmu. Insya Allah, dia akan menerima penjelasan darimu." kata Radit yang kini sudah di sebalahku.

"Iya kalau dia mau mendengarkan semua yang ku katakan nanti. Ah mungkin menjadi gay solusi yang baik. Lelaki itu bukan manusia yang ribet. Mereka simple-simple saja. Tidak merepotkan, seperti halnya wanita." kataku.

Yah, sebelumnya aku sudah memikirkan apa yang ku katakan ini. Dan aku sudah yakin dengan pilihan ini. Ada salah satu temanku yang menjadi gay. Dia berubah karena selalu disakiti oleh wanita. Sajauh ini, hubungannya dengan kekasihnya yang gay itu, baik-baik saja. Ketika aku tanya, apa dia bahagia dengan hidupnya sekarang, jawabnya ya bahagia.

"Jangan! Kau mau ngikuti jejak temanmu itu? Jangan aneh-aneh. Jangan karena wanita kau jadi gini. Kalau sempat kau ngelakuin ini, aku pastikan wajah mu enggak terbentuk lagi." kata Radit.

"Malam ini aku tidur di sini." kataku mengalihkan pembicaraan. Aku tau Radit emosi tadi, jika aku melanjutkan pembicaraan tadi, entah akan kemana jadinya.

Tak lama, Vina turun dari atas, membawa keponakan lucuku ke bawah.

"Pulang aja kau. Lihat istrimu. Gimana pun dia butuh perhatian darimu. Dia kan lagi hamil. Lagian sejauh ini kalau dilihat dia baik kok, tutur bicaranya pun baik. Sama sekali tidak menggambarkan kalau dia itu wanita jahat," kata Radit.

"Udahlah jangan bahas dia. Aku kemari bukan mau bahas dia." kataku.

"Malam ini aku tidur di sini. Ravi sama aku aja. Biar kalian berdua bisa asoi geboy tanpa Ravi yang mengganggu." kataku dan mengambil alih gendongan Ravi dari Vina.

He Loves Me? Impossible!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang