00

689 53 23
                                    

"Waiting me, sun"




Suara ketikan laptop dan dentuman jantung beradu dalam satu ruangan yang gelap sore itu. Aku mengutak atik benda kotak yang ada di hadapan ku saat ini sambil terus menggigit jari. Entah sudah berapa lama aku duduk, rasanya bokongku sudah panas sekali, pinggangku juga terasa sangat pegal.

Beberapa notifikasi pesan masuk dalam ponselku tapi aku rasanya tidak ada niat untuk melihatnya atau bahkan membalasnya. Moodku sedang benar-benar tidak baik sekarang. Aku digantung sangat lama oleh pengumuman ini. Menyebalkan.

Aku meregangkan sedikit badanku bergerak ke kiri dan ke kanan merasakan tulang-tulang ku yang kaku mulai berbunyi seperti saling menyahut. Rasanya benar-benar sangat lega.

Krekkk!

"Aaahh.." Erangku saat peregangan terakhirku berakhir dengan nyaman. Ototku sudah tidak terasa kaku, tapi yah tetap saja meminta untuk direbahkan dengan manja. Dasar badan.

Aku berdiri dari kursiku berjalan menuju tempat tidurku lalu merebahkan diriku diatas, memanjakannya.

Hah, Melanjutkan study ke Korea Selatan ya..

Aku sangat menantikan ini tentu saja. Di saat-saat mendebarkan seperti ini mengapa aku terus mengingat dia?

Kupejamkan mataku menikmati dinginnya hujan sore ini, langit yang sedang menangis. Seperti mengekspresikan perasaan seseorang saat ini. Menangis hebat, hati yang hancur, lelah, dan rasa tidak adil yang didapatkannya dari dunia yang kejam ini.

Sejujurnya, aku sangat menantikan masa ini. Dimana aku harus berjuang demi menggapainya. Ya hanya menggapai, tapi tidak untuk bersanding bersama. Itu terlalu beresiko.

Aku sangat ingin ke Korea Selatan. Melanjutkan study ku kesana, mendapat gelar ahli sejarah, dan yang paling penting, untuk bertemu dengan Dia.

Akan ku ceritakan sedikit tentang dia. Yang orang-orang sebut sebagai matahari, laki-laki yang disebut sebagai gudang talenta, laki-laki dengan pandangannya yang sempurna terhadap dunia yang mampu mengubah hari-hariku dengan membawa kebahagiaan dan kehangatannya, yang bisa membuatku tersenyum sendiri hanya dengan mengingat wajah bahagianya tanpa pernah sekalipun terlihat lemah dihadapan para penggemarnya.

Ya dia, Lee Haechan.

Laki-laki berkulit tan dengan sifat lucunya, imutnya, dan ke-randomannya, HAHAHAAHA.

Berada diantara lelaki lainnya dengan beribu kelebihan juga.

Lee Haechan.

Sudah hampir 6 tahun rasanya aku tidak pernah jatuh cinta pada siapapun. Sudah 6 tahun rasanya aku tidak menangisi laki-laki seperti yang dilakukan anak remaja pada masa Sekolah Menengah Atas sekarang. Dan sudah 6 tahun juga hari-hariku hanya dipenuhi oleh Cahaya Matahari Haechan.

Pikiranku hanya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan aneh yang sangat ingin ku ajukan pada Haechan.

Seperti, sedang apa dia sekarang? Apa yang dia makan? Bagaimana tidurnya? Apakah dia lelah latihan? Bagaimana hubungannya dengan mark sekarang? Apa dia masih ingin merubah wajahnya seperti Taeyong? Dan masih banyak lagi.

Aku juga tidak tahu mengapa pikiranku mengenai Haechan se-random ini. Dan yang paling penting aku tidak tahu sampai batas mana rasa kagum ku pada Lee Haechan.

Temanku selalu saja bertanya mengapa aku sangat suka dengan haechan? Tidak, tidak, aku tidak menyukainya seperti itu. Sama sekali tidak. Tapi entah kenapa saat aku bilang tidak menyukai Haechan seperti itu rasanya ada yang aneh dalam diriku.

Helios Mystiko | HAECHAN✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang