66 Nightmare

69 14 2
                                    

Beberapa tahun yang lalu..

Ruangan bercat putih, dindingnya dihiasi gambar bentuk otak manusia, bergambar seseorang sedang bercemin namun melihat pungungnya.

Ditengah pusat ruangan ada meja berisi beberapa dokumen, dan papan Nama seorang dokter.

Sedangkan ditengah ruangan itu terletak sofa, empat orang duduk saling berhadapan membicarakan sesuatu.

Dua diantaranya adalah sepasang suami istri, dua lainnya adalah dokter spesialis kejiwaan psikolog.

Samping sofa terdapat sebuah cermin satu arah, menunjukkan ruangan di sebrang terlihat polos dengan satu bangkar, seorang remaja terbaring tak bergerak diatasnya matanya tertutup rapat, dengan nafas teratur.

Suami istri memandang khawatir pada remaja didalam sana.

"Saya sudah memantaunya sebagai prioritas namun tak ada keinginan dari anak itu untuk bertahan" Dokter berumur setengah baya itu terlihay menghela nafas.

Sang wanita berwajah pucat pasih mendengar ucapan itu, lengannya di usap oleh suaminya untuk menenagkannya.

Dokter yang satu lagi berpakaian santai, terlihat muda mengerutkan alisnya tak setuju dengan pendapat itu. "Dokter gio, bukankah di terlihat jelas ingin bertahan?. Ditengah kekacauannya dia membuat dirinya tidur demi menjadi tenang, itu adalah tanda dia ingin bertahan!."

"Adrian, kamu tidak mengerti. Saya sudah memantaunya sejak lama, pasien ini tidur karna rekasi pikirannya terlalu lelah dan memaksa sel tegang diotak mengirim respon semacam gerak reflek membuatnya tidur. Sejak awal depresi untuk anak kecil sangat berbahaya, ditambah terakir kali mendengar kematian saudaranya, selama dua bulan penuh tidak penah tidur kecuali diberi penang. Karna itulah  secara refleks ia akan tertidur akibat kelelahan selama dua bulan itu."

"Senior!. Saya tidak percaya anda mengatakan ini" raut tak percaya terpancar dari wajah dokter adrian.

Pasangan itu terdiam mendengar perdebatan di mereka.

"Kamu harus percaya!. Dia tak punya harapan, tidak ada pegangan untuknya bertahan, orang tuanya, kakaknya, semua orang kesayangannya meninggalkannya sendiri."

Dokter Adrian mengertakkan gigi "Dia punya!, anda yang menutup mata untuk kemungkinan itu!"

"Adrian!" Peringatnya, "Saya pikir kamu seharusnya tidak datang ke Indonesia, kembalilah"

"Tidak!, jika memang anda menyerah dengan pasien ini. Saya akan mengambil alih mulai sekarang, Tuan dan Nyonya mohon persetujuannya. Saya percaya dia ingin bertahan, saya akan menaruhkan segalanya demi kesembuhannya. Dia masih muda, perjalanan panjang masih menunggunya." Ujarnya meminta pendapat pada pasangan tadi.

Mereka terlihat ragu, "Dokter apa benar tidak ada jalan lagi?" tanya wanita berhijab didepan sang dokter dengan ragu.

Dokter Gio mengelengkan kepalanya menghela nafas berat, "Saya sudah angkat tangan untuk ini. Jika boleh disarankan, setujui saja tak ada salahnya memegang harapan apapun, sekalipun itu sangat kecil. Mungkin yang lebih muda bisa saling mengerti"

"Baiklah dokter gio, saya percaya pada Anda dokter adrian. " Ucap pria menjabat tangan dokter adrian.

"Terimakasih"

"Kalau begitu, kami pamit" pasangan itu pergi meninggalkan ruangan menyisakan dua dokter dalam keheningan menatap pasien diruangan lain.

"Senior terimakasih!"

"Dasar, bocah keras kepala!. Kamu harus berhasil, jika tidak saya usir kamu kembali ke Meksiko "

"Hehe"

mi elección (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang