Perasaan

8 5 11
                                    

"Hal yang paling menyakitkan dan menyedihkan adalah di saat kamu menjadi penyebab sakit hati seseorang yang kamu sayang."
____________________


Semua menoleh ke arah suara, dan mendapati Arthur yang sedikit terkejut. Tampaknya tidak hanya vampir tampan itu saja yang mengalami sport jantung, para tamunya juga mengalami hal yang sama karena kehadirannya. Semua orang yang ada di sana mematung untuk beberapa saat.

"Eh, Arthur," ujar Silla seraya terkekeh menyembunyikan kecanggungan mereka.

'Apa Arthur denger pembicaraan kami?' batin Lidya yang terlihat bingung ingin apa.

"Jubah itu ... kalian dapat dari mana?" Arthur kini menghadap ke arah Raga yang masih terpaku.

"Kami membawanya, hanya untuk menyesuaikan diri di sini." Alasan macam apa itu? Raga terlihat menggigit lidahnya, di saat seperti ini otak encernya berubah menjadi sebongkah es padat yang sulit berpikir. Pemuda itu menatap ke arah rekannya. Lidya yang tidak jauh dari tempat Raga berada, yang seharusnya memiliki tanggung jawab yang sama justru berpura-pura tidak menyadari tatapannya.

Raga mendesis kesal. Beruntung Arthur terlihat percaya dengan kebohongan itu. Jadi kali ini Raga selamat, sangat beruntung juga Arthur yang dikira mendengar pembicaraan mereka ternyata tidak tahu apa pun. Kali ini mereka selamat.

Setelah pembicaraan kecil untuk mengalihkan perhatian Arthur, vampir itu akhirnya pergi. Napas lega seketika menguar menciptakan suasana gamblang di ruang tersebut.

"Besok siang, waktu semua vampir tidur, kita bakalan keliling buat cari prasasti mawar hitam." Bgitulah ucap Raga sebelum pergi bersama Jeon dan Alzio.

***

Siang hari terasa datang sangat cepat. Kesembilan anak muda itu kini berada di kamar tamu khusus tim Dua Dunia, dengan niat untuk membicarakan perjalanan singkat, mencari prasasti mawar hitam. Siang adalah waktu yang tepat karena semua vampir sedang tidur untuk menyambut malam yang menurut mereka adalah siang.

Sialnya. Karena sembilan anak muda itu menyamar sebagai vampir. Mereka harus menahan kantuk tadi malam, tidak hanya malam itu, siang ini juga sama karena harus menyelesaikan misi. Begitulah tegas dua kapten tanpa perasaan yang kini berdiri dengan kayu rotan di tangan mereka, seperti guru galak mereka menatap semua anggota dengan tatapan membunuh, sehingga kantuk yang sempat mengganggu itu hilang.

Kini semua orang berdiri tegak. Achaira masih setengah menguap, Silla yang berusaha menahan kelopak mata dengan jarinya, Chellyvia yang terus saja meminum kopi hitam, sementara Anifah si gadis mager, justru terjaga tanpa ada keluhan.

"Jadi kita bakalan keluar dari kastil dengan terpisah, jangan berbondong-bondong, karena itu bisa membuat kecurigaan. Karena itu juga kita harus berpisah. Jadi ... ayo kita bagi kelompok, satu kelompok dua orang, dan mungkin salah satunya tiga orang," jelas Raga.

"Duh gue roman-romannye gue bakalan jadi obat nyamuk," gerutu Anifah.

Sontak semua tatapan mengarah ke gadis yang baru saja mengeluh. Namun, Anifah justru berpura-pura tidak tahu dengan memandang ke sudut dinding dengan bibir mengerucut. Kesal pastinya, ternyata keputusan Anifah untuk jadi perawan tua bukanlah hal yang baik.

"Mari kita undi," ucap Lidya dengan beberapa gulung kertas kecil yang ia masukkan ke dalam botol.

"Kayak emak-emak arisan," celetuk Jeon. Tampaknya pemuda pintar itu tertular Anifah yang asal ceplos.

"Kelompok pertama ...." Lidya membuka kedua gulungan perlahan. Seketika manik matanya terkejut membaca nama yang tertera. Ia menelan salivannya kasar, seraya menatap ke arah Alzio dengan sorot tajam.

Dua DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang