Terancam

6 5 0
                                    

"Terkadang pengorbanan untuk sebuah perasaan memang melampaui nalar, hingga tidak tahu mana salah dan benar. Maka di sanalah, cinta buta berlaku."

____________________

Gadis itu melirik rekannya yang tengah memijit pelipisnya ringan, sunggingan senyum miring ia lempar pada Jeon yang tengah pusing.

"Selesaikan masalahmu, Tuan hakim," ledek Achaira.

Dua minggu kemarin, Jeon bersedia menggantikan posisinya menjadi hakim alias penengah antara Raga dengan Lidya. Sebenarnya ini terbilang aneh, saat anak buah dua tim begitu kompak, tapi kaptennya justru tidak pernah kompak. Jangankan kompak, akur saja tidak bisa.

Sama halnya dengan malam ini, Lidya dan Raga kembali ribut hanya karena soal sepele. Siapa yang akan membuka diskusi tentang perjalanan mereka besok untuk menghadapi Troll. Padahal bisa saja keduanya menjadi pembuka, tapi karena kekerasan kepala mereka, hal ini justru didebatkan.

"Gue pusing, Cha! Gue baru dua minggu udah kliyengan, gimana lo yang udah berbulan-bulan? Hebat! Malam ini gue turun jabatan," putus Jeon. Perbincangan mereka seperti serius saja, padahal mereka sendiri yang membuat hakim untuk perkara Lidya dan Raga.

Brak!
Gebrakan meja mengalihkan atensi semua orang yang ada di ruangan tengah. Chellyvia sang pelaku hanya nyengir tanpa dosa, ternyata gadis itu bisa juga memukul meja. Padahal hatinya paling lembut, saat Silla menghadang jalan semut saja dia marah.

Semua anggota tim Dua Dunia dan Treis Keis yang duduk terpisah, termasuk Lidya dan Raga yang tengah ribut kini berjalan ke arah meja yang terletak tepat di tengah ruangan. Di mana, Chellyvia dan Silla duduk di sana.

"Hehe. Kami punya solusi untuk masalah dua kapten kepala batu, dijamin ampuh!" ujar Silla menggebu-gebu, kalimatnya sudah menyamai sales obat bintang lima.

Lihatlah, fokus semua orang tertuju padanya dan Chellyvia, penasaran dengan solusi apa yang akan ia tawarkan.

"Tara!"

Chellyvia menunjukkan gelas dengan tutup kertas yang dilubangi bagian tengahnya. Lagi-lagi, Jeon harus berkomentar sama. "Kayak Mak-mak arisan!"

"Arisan pun arisanlah, asalkan nggak ada yang ribut," sela Silla membela diri.

"Nggak! Gue nggak mau. Gue ngalah, cukup jadi pembaca buku aja," putus Lidya sepihak, sembari berjalan ke arah ranselnya, berniat mengambil buku tebal.

Tapi, lagi-lagi Raga juga diam-diam sudah menggenggam buku yang sama dengan Lidya membuat helaan napas kasar terdengar bersahutan dari teman-temannya.

"Ya udah, pakai usulan Silla aja. Ribet amat jadi orang!" ketus Anifah, membuat Achaira terkekeh di sampingnya. Gadis itu memang tidak memiliki filter kosakata.

Setelah pengundian konyol yang selalu ditentang oleh Jeon, karena seperti arisan itu, akhirnya diputuskan Raga yang memimpin rapat diskusi malam ini.

||

"Ok, untuk rute perjalanan, kita putuskan dibagi dua. Tim pertama akan dikawal Arthur, dan tim kedua dikawal Alvin. Karena mereka berdua yang mempunyai mantra perlindungan Troll."

Raga memutuskam poin pertama hasil rapat. Semua tim setuju, karena mereka akan melakukan rencana besar melenyapkan Troll yang butuh pembagian tim.

"Alvin, lo bisa banyak mantra, 'kan?" tanya Anifah seolah meremehkan. Sedangkan pemuda yang sejak tadi asyik membolak balikkan buku milik Raga itu kini menatap lurus ke arah Anifah. Mengangguk adalah jawaban Alvin.

"Kalau lo bisa banyak mantra, harusnya lo juga bisa mantra pelet, dong! Lo nggak harus capek-capek naklukin hati Achaira kayak gini. Huh! Treis Keis semuanya emang goblok kalau urusan perasaan!"

Dua DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang