Awal Perjalanan

9 6 0
                                    


"Seribu satu cara sudah dilakukan, tetapi tetap saja sulit untuk mendapatkannya."

_Treis Keis_
.
.
.
.

Keheningan menyelimuti ruang dapur. Yang terdengar hanya suara dentingan antara kuali dan spatula yang sedang digerakkan oleh Lidya. Tidak ada minat untuk membuka percakapan, Lidya dan Raga saling bungkam, dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sebenarnya ia terjebak di sini bersama Raga karena undian konyol yang diusulkan oleh Achaira.

Ruangan sempit ini mendadak sesak karena kehadiran Treis Keis. Siang ini, mereka memutuskan untuk makan siang bersama guna membahas tentang ke mana mereka mengawali perjalanan. Pulau mana yang menjadi tempat pertama, ya, walau masih ada alasan lain. Karena itu, untuk mempersiapkan makanan Achaira mengusulkan untuk mengundi dua orang yang akan bekerja di dapur kecil mereka. Lantas? Kalian sudah tahu apa yang terjadi sekarang di dapur.

Di ruang kerja terlihat Anifah yang terus terduduk dengan posisi mager khasnya. Sedangkan Achaira dan Alvin membahas obat-obatan yang akan dibawa, serta saling bertukar informasi. Silla dan Jeon yang terus ejek-ejekan, Chellyvia yang berubah cuek, dan Alzio yang berusaha mendekati gadis itu.

Entah sejak kapan Chellyvia berubah sikap seperti itu.

"Udah siap, nih." Raga menyerahkan potongan bawang yang sudah diiris rapi.

Lidya menerima dalam bungkam. Jujur, Raga tidak tahan dengan keadaan seperti ini. Ia sangat ingin mendengar ocehan gadis keras kepala ini. Namun, apalah daya, seperti apa pun usaha ia mengajak bicara, Lidya tetap diam dan hanya menganggapi dengan anggukan atau gelengan kepala saja.

Raga tersenyum sinis, ia mengambil seikat sayur dan membawanya ke wastafel untuk dicuci. Akan tetapi, dengan jailnya pemuda itu mengibaskan sayur basah itu ke wajah Lidya. Seketika gadis itu menjerit histeris seraya menutupi wajahnya. Sementara Raga, pemuda itu tertawa puas karena akhirnya mendapatkan respon lebih dari Lidya. Dasar caper!

"Lo apa-apaan, sih!" teriak Lidya seraya membersihkan wajahnya.

"Ululu, sini gue bantuin." Raga mengambil tisu dan membantu Lidya membersihkan wajahnya.

Namun, Lidya menepis kasar tangan kekar itu dan memilih melakukan hal itu secara mandiri. Ia cukup kesal dengan kelakuan Raga yang mulai aneh. Penolakan Lidya tidak membuat pemuda itu menyerah, ia masih berusaha mendekati. Akan tetapi, dengan kasar Lidya mendorong pemuda itu. Hingga menciptakan sedikit keributan.

Orang-orang yang awalnya bersantai segera bangkit dan menengok ke dapur saat mendengar suara ribut dari sana. Semuanya tercengang saat melihat Raga yang terlentang di lantai dengan Lidya yang berdiri seperti seorang psikopat dengan pisau di tangannya.

"Udah gue bilang, keputusan ini salah. Biarin Lidya sama Raga yang masak, sama aja kayak kita memulai perang dunia ketiga," bisik Anifah pada Achaira yang masih tertegun.

"Ada apa ini?" tanya Silla dengan wajah panik.

Perlahan anggota Treis Keis menolong sang kapten yang masih pada posisinya. Tatapan tajam Lidya masih tidak bisa pudar. "Gue nggak suka cowok nggak jelas!"

Setelah kalimat itu terlontar Lidya kembali melanjutkan aktivitasnya. Tanpa memperdulikan guratan tanya dari wajah para sahabatnya.

Dua DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang