Chapter 7

391 49 1
                                        

"Mean, ada apa?" Plan kaget. Ia berbicara dengan suara pelan. Ia berpikir Kew mungkin akan mendengarnya.

"Aku putus dengan Kew," ujar Mean. Mereka duduk bersebelahan di tepi ranjang.

Plan terperangah. Ia tak merespons. Ini hal baik atau bukan untuknya, persoalannya bukan itu sekarang.

"Karena aku?" Plan bertanya setelah mereka hening beberapa saat.

"Aku juga bingung menjawabnya," ujar Mean. Plan mengernyitkan alisnya tanda bingung.

"Nagaku tak bisa bangun, kecuali membayangkannya atau melakukannya dengan dirimu. Meskipun, ini ada kaitannya denganmu, aku tak bisa menyalahkan dirimu, bukan?" Mean menatap Plan dan berkata dengan lirih.

"Eh, jadi itu benar! Kew mengatakan yang sebenarnya?" Plan agak terperangah. Kew pernah mengutarakan hal itu, tapi ia pikir itu hanya permainan Mean.

"Ah, Kew pernah berbicara denganmu," sahut Mean juga sama kagetnya dengan Mean.

"Dia tanya tentang kau selingkuh atau gay. Aku tak menjawab apa-apa," sahut Plan.

Mean menganggukkan kepalanya. Mereka diam lagi terpaku pada pemikiran masing-masing.

"Aku ingin bersamamu," sahut Mean setelah beberapa waktu mereka tenggelam dalam lamunan masing-masing. Mean menatap Plan lembut dan ia memegang tangannya.

"Bukankah aku ada dengan dirimu saat ini?" ujar Plan lagi.

"Kau tahu yang kumaksud," ujar Mean. Ia mencium tangan Plan dan menyimpannya di atas naganya.

"Kau bisa merasakan sesuatu berkembang di sini, bukan?" Mean menatap Plan sambil tersenyum. Plan meneguk ludah seraya menganggukkan kepalanya. Wajahnya merah karena malu.

"Itu artinya hanya dirimu yang membuatnya hidup. Sama seperti yang lainnya. Kau membuatku bisa bernapas. Kau paham?" Mean menjelaskan dengan lantang.

Plan menundukkan kepalanya. Sungguh ia tengah berpikir. Pagi  saat mereka bercinta di taman, ia pikir karena keduanya sama-sama terbawa suasana. Ia baru saja merasa bebas dari bayang-bayang Joss setelah ia cukup lama menderita karena mencintainya dengan dalam, dan sejujurnya, ia belum siap lagi untuk membuka pintu hatinya. Tidak secepat ini dan dalam pula.

Benar Plan memang menyukai Mean  tapi untuk menjalin hubungan seserius itu ia belum siap. Setelah yang terjadi kepada Mean di bar itu, Plan memang memberikan dirinya kepada Mean. Itu juga bukan tanpa perasaan. O, ini sungguh sulit dijelaskan. Pikiran Plan sejak tadi hanya berputar-putar di situ seperti hamster yang mengayuh rodanya, terus begitu.

"O, kepalaku sakit," sahut Plan lagi. Mean tersenyum.

"Kupikir hanya mahasiswa yang begitu," komentarnya ringan. Dia tersenyum.

"Hei, aku tahu kau pernah disakiti dan  sangat paham dengan yang kau pikirkan saat ini. Tolong percaya kepadaku. Aku janji, sesudah kau tak akan ada yang lain lagi. Kau memang bukan yang pertama bagiku. Aku juga begitu di dalam hidupmu, bukan? Dan aku tak keberatan. Aku janji kau adalah yang terakhir untukku," terang Mean. Ia mencium tangan Plan dan menatapnya teduh.

Plan mengembuskan napasnya. Ia kemudian menganggukkan kepalanya.

"Okay, aku akan menerimamu," ujar Plan. Wajah Mean berubah sumringah. Matanya terlihat berbinar cerah dan dipenuhi dengan harapan.

"Itu, artinya sekarang kau kekasihku, bukan?" tanya Mean  memastikan.

"Uhm," gumam Plan sambil tersenyum.

"O, Plan, aku sangat bahagia," sahut Mean dan ia langsung memeluk Plan.

"Aku juga," sahut Plan sambil membalas pelukan Mean erat.

"Berjanjilah kau tak akan berkhianat kepadaku!" Plan berkata lagi setelah mereka melepaskan pelukan.

"Iya, aku janji," sahut Mean sambil mendekatkan wajahnya dan mencium kening Plan. Ppan memejamkan matanya. Ia membiarkan Mean menysuri setiap bagian wajahnya dan tak lama bibir mereka bergamitan dan mereka tenggelam dalam hangatnya ciuman, bukan hanya ciuman kebersamaan, melainkan juga ciuman kerinduan.

"Nnnngh,  O, Meaaaan! Aku merindukanmu," desah Plan dan tubuh Plan tidaklah berbohong. Setiap sentuhan Mean diresponsnya dengan penuh kerinduan.

"Aku juga Plan. Aku merindukan semuanya," desah Mean sambil memaju-mundurkan naganya di dalam nona Plan.

"Nnnngh, oooo, mmmmph." Rintihan Plan kembali memenuhi telinga Mean.

"O, Baby, ungggh, mmmmph," desah Mean tak kalah membangkitkan berahi Plan dan membuatnya semakin bergairah.

Malam itu mereka tenggelam dalam kebahagiaan yang tak hanya bisa dikemukakan lewat bahasa. Semuanya bisa dirasakan dari tatapan dan sentuhan dan perasaan yang saling bersambut.

"Plan," ujar Mean lirih.

"Uhm," jawab Plan juga dengan lirih.  Tangan Plan di dada Mean dan ia sama sekali tak merasa sungkan untuk mengistirahatkan kepalanya di dadanya juga.

"Kita menikah, na!" bisik Mean sambil mengelus rambut Plan pelan.

"Hah?" Plan kaget. Ia mengangkat kepalanya dan menatap Mean.

Mereka baru selesai bercinta dan sekarang berpelukan dalam balik selimut dan penuh kebahagiaan.

"Aku serius. Aku tak mau berpisah denganmu," ujar Mean lagi.

"Tapi ...," sahut Plan lagi ragu. Menikah sangat berbeda dengan hanya sekadar menjalin ikatan. Ini hal besar. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan, khususnya, setelah sebelumnya ia gagal membangun sebuah keluarga.

Menikahi Mean tentunya akan membuat keduanya bahagia. Keduanya saling mencintai. Namun, bagaimana dengan orang tua Mean saat mereka tahu bahwa istrinya lebih pantas menjadi bibinya atau kakaknya dan bukan pasangan hidupnya. Apa pula tanggapan teman-temannya jika ia tahu bahwa ia menikahi seseorang yang terlampau tua untuknya?

"Aku tak peduli dengan apa yang orang-orang pikirkam tentang kita. Yang kutahu aku mencintaimu dan aku bahagia bersamamu. Jika mereka tak bisa menerimanya, itu urusan mereka. Dan tolong jangan pikirkan tentang orang tuaku. Mereka akan menerimamu. Mereka orang yang berpikiran terbuka. Percayalah!" Mean menjelaskan seolah ia bisa membaca pikiran Plan.

"Eh?" Plan hanya bisa menganga.

"I love you. Rak, Plan," lirih Mean. Ia mengelus wajah Plan dan kemudian mencium pipinya.

"Rak, Mean," lirih Plan.

Mereka berciuman lagi dna kemudian melakukannya lagi. Malam ini menjadi lebih jelas bagi keduanya dan mereka siap menyongsong masa depan bersama.

Bersambung







UNDER THE SAME ROOFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang