Plan mencintai Mean dan tak akan melepaskan Mean. Ia akan membuat keluarganya berkumpul tapi ia sadar untuk memeroleh hal ini, ia harus melakukan sebuah proses yang sangat panjang dan memerlukan pengorbanan yang amat berat.
Waktu tak banyak. Ia mulai menjalankan rencananya. Pertama ia memberi Mean sebuah hadiah berupa kunci loker yang ia sewa untuk kurun waktu waktu yang cukup lama, tiga tahun.
Loker itu adalah segalanya yang akan memudahkan dia dan Mean berkomunikasi selama berjauhan. Setelah itu, ia mulai menulis buku harian.
Pada halaman pertama, Plan menuliskan perasaannya kepada Mean lalu setiap halaman akan dimulai dengan sebuah kalimat yang menyuguhkan seberapa besar ia mencintai Mean dan bagaimana ia ingin menghabiskan hidupnya dengan Mean.
Buku harian itu tidak menyajikan banyak cerita. Hanya beberapa kalimat yang isinya menggambarkan perasaan atau gambar yang sengaja Plan buat di sana dengan terperinci. Gambar pada halaman kedua adalah bagaimana ia bertemu pertama kali dengan Mean, Plan yang menjemputnya di bandara dan selanjutnya bagaimana mereka kemudian menjadi dekat dan sampai kemudian memutuskan untuk bersama.
Ada sebuah gambar juga di sama yang menjelaskan bagaimana Mean dan Kew saat mereka di rumah Plan dan bagiamana perasaan Plan digambarkan saat itu. Semuanya sangat jelas.
Gambar beralih pada kebersamaan mereka di Inggris, termasuk saar Mean memperkenalkan Plan kepada orang tuanya dan yang terjadi kepada Plan di belakang Mean. Jelas terlukis di sana sebuah pertemuan antara Plan dan orang tuanya dan di halaman berikutnya, Plan menempelkan surat perjanjian yang sudah mereka sepakati.
Gambar berlanjut dengan kebahagiaan mereka saat wisuda dan setelah itu Mean yang bersekolah lagi dan menjalankan bisnis ayahnya. Ada seorang perempuan cantik di sana di dekat Mean dan gambar dari kejauhan seorang perempuan yang tengah mengandung tersenyum mengamati Mean.
Lembar-lembar selanjutnya hanya gambar-gambar yang acak seolah petunjuk harus diintepretasi sendiri. Hanya ada gambar sebuah batu memanjang di sebuah gurun pasir. Lalu selanjutnya ada gambar pantai dan terlihat beberapa orang seperti orang asing berselancar di sana.
Pada halaman selanjutnya, terdapat gambar seorang perempuan dan anak kecil lelaki dengan boneka kangguru di tangannya. Setelah itu ada gambar seorang perempuan yang juga bersama dengan anak kecil perempuan dengan boneka koala di tangannya.
Pada halaman terakhir, terdapat sebuah rumah dengan gambar sebuah jembatan yang sangat terkenal di Sydney dan di bawahnya tercatat sebuah alamat dan seorang perempuan dan anak kecil menunggu di sana sambil melihat matahari terbit. Punggung Mean terlihat jelas di sana dengan tangan merangkul sang perempuan dan menggendong anak kecil.
Di bawahnya lagi, terdapat gambar seorang lelaki dan perempuan cantik tadi yang menikah dan sang lelaki menggambarkan sosok Mean yang bahagia dan sang perempuan dengan anaknya menatap mereka dari kejauhan.
Apa itu maksudnya? Apakah itu pilihan untuk Mean dalam mengguratkan kisah cinta mereka atau bagaimana? Tidak tahu. Akhirnya, Mean lah yang akan memutuskan.
***
"Nnnngh, mmmmph, nnngh, Meaan, pelan-pelan," bisik Plan saat Mean menggoyangnya dengan kecepatan yang agak kencang."Maafkan aku!" desah Mean sambil melambatkan pacuannya dan mereka saling menatap dan kemudian berciuman sambil terus membiarkan bagian bawahnya merasakan kenikmatan.
"Astagaaa! nnnnngh, Plaaan, nnnngh!" Desahan Mean semakin kencang terdengar. Tak lama kemudian, mereka sama-sama mencapai puncak kenikmatan.
Mereka berciuman. Mean masih berada di atas Plan. Ia bahkan belum mencabut naganya dari dalam. Sang naga cukup lama bertahan di dalam gua kehangatan itu dan bersemayam nyaman.
"Simpan kunci ini baik-baik. Inu kunci hidup kita dan ini melambangkan perasaanku kepadamu," lirih Plan sambil menatap Mean lembut. Tangannya mengelus wajah Mean dam bibirnya merekah indah.
"Aku bahagia denganmu," sahut Plan.
"O, Baby, aku juga. Entah apa yang terjadi jika kau tak ada di sampingku. Aku sangat mencintaimu," sahut Mean lagi sambil mencium kening Plan dan kemudian memeluknya hangat.
"Mean," lirih Plan.
"Uhm," gumam Mean dan ia mengangkat kepalanya, menatal istrinya dengan lembut.
"Apapun yang terjadi, aku sangat mencintaimu. Berjanjilah kepadaku, kau tak akan berpaling kepada siapapun, meski kau tak bisa melihatku," lirih Plan.
Mean mengernyitkan alisnya.
"Aku tak suka bicaramu. Itu sangat menyedihkan dan seolah kita akan berpisah," ujar Mean sambil merebah di samping Plan. Tatapannya ke langit-langit kamar. Ia memperbaiki posisi tidurnya dan kemudian merangkul Plan ke dalam dadanya.
"Jangan bicara seperti itu kepadaku. Aku tak suka," sahut Mean sambil mencium pucuk kepala Plan.
"Kau tahu aku mati tanpamu, nagaku saja tak akan bangun," sambung Mean.
"Aku ingin kau berjanji tiga hal kepadaku," sahut Plan lagi. Tangannya yang mungil beristirahat nyaman di dada bidang Mean.
"Apa?" Mean melirik ke arah Plan.
"Pertama, kau akan melanjutkan sekolahmu dan melaksanakan perintah orang tuamu, melanjutkan perusahaannya," ujar Plan memulai.
"O, itu. Pasti aku akan melakukannya. Aku satu-satunya harapan mereka. Aku juga tak mau mengecewakan mereka," jawab Mean dengan mantap.
Plan menganggukkan kepalanya. Ia merasa tenang.
"Dengan atau tanpa aku, kau alan melakukannya, kau paham?" Plan memastikan.
Sekali lagi Mean mengernyitkan alisnya.
"Plan, kau akan meninggalkanku?" Mean mulai penasaran.
"Hei, aku dan bayi kita tak akan pernah meninggalkan dirimu. Kau harus percaya kepada kami. Kami sepenuhnya milikmu. Jarak tidak penting. Kami selalu ada di sini dan di sini," lirih Plan sambil menunjuk kepala Mean dan hati Mean.
"Uhm, aku tahu," sahut Mean sambil tersenyum lega.
"Yang kedua, kau harus berjanji tak akan berpindah ke lain hati. Aku sangat mencintaimu dan aku janji hanya kau yang ada di dalam hidupku," sahut Plan lagi.
"Jangan ragukan aku. Bagiku juga, hanya kau satu-satunya," sahut Mean. Ia mengecup kening Plan lembut.
"Satu lagi," ujar Plan.
"Uhm, satu lagi dan itu yang terakhir. Jangan tambah. Aku khawatir tak bisa melakukannya," ujar Mean lagi dengan nada sedikit membujuk.
Plan tergelak. Ia memukul dada Mean pelan.
"Kau akan mencariku jika aku tak ada," sahut Plan.
"Hah! Jangan buat itu sebagai janji sebab saat kau tak ada di sampingku sedetik saja aku bisa gila. Kau lari dariku, aku akan memburumu, kau paham?" Mean menatap Plan dengan tajam.
"Kau menakutkan!" sahut Plan.
"Kau yang menakutkan! Mengatakan hal-hal yang membuatku khawatir saja," sahut Mean dan ia memeluk Plan.
"I love you," bisik Mean.
"Aku juga mencintaimu," lirih Plan.
Mereka berciuman.
"Main lagi, na!" sahut Plan.
"Lima kali lagi. Jatahku kemarin masih kurang," bisik Mean sambil tersenyum.
"Hah?" Plan menganga tapi kemudian menganggukkan kepalanya dan ia membiarkan Mean menindihnya lagi.
Bersambung