Tak ada yang tahu bagaimana garis takdir seseorang terbentuk. Pun ke mana garis itu tertarik; membentuk garis lurus atau malah berliku. Bahkan mungkin cenayang takkan bisa menebak secara akurat ke mana garis itu akan tertulis pada hidup seseorang. Terdengar seperti hidup manusia hanyalah media permainan para pembuat garis takdir. Seperti kehidupan si tuan yang membeku dalam sepersekian detik karena kehadiran seseorang di depan matanya.
Setelah sekian lama menunggu, setelah semua usaha yang tampak sia-sia, perempuan itu datang. Membuka belenggu yang menahan dada Jungkook selama ini. Tangannya perlahan terulur, dengan gemetar ia mencoba mendekat, ingin sekali memastikan kalau perempuan yang ada di sana bukan lagi hasil halusinasi yang selama ini menghantuinya.
Hingga permukaan jemari menempel tepat pada pipi sang dara dan tak ada yang berubah dengan pandangannya. Hebatnya lagi, suara sang dara sama persisnya.
Antara percaya-tak percaya. Jungkook masih terdiam di tempatnya, enggan bergerak sebab tak tahu harus bagaimana. Sudah membeku karena kehadiran halusinasi yang terlalu nyata untuk diabaikan. Setidaknya sampai seorang gadis kecil mulai berjalan dan berseru dengan apa yang dilihatnya.
"Ayah! katanya jangan—
Suara si gadis kecil tertahan sesaat ketika kedua mata tiba-tiba membulat sempurna dan kedua tangan menutup mulutnya yang terbuka.
—Ibu!"
Si gadis kecil berteriak. Tungkai kecilnya berlari menghampiri wanita yang masih terduduk di hadapan Jungkook, mengulurkan tangan dan memeluk leher wanita itu. Pelukan erat yang mengalirkan kerinduan. Pemandangan di depannya membawa si tuan di sana percaya tentang kehadiran wanita itu; bahwa dirinya nyata.
Satu dorongan dan Jungkook berhasil mendekap sang dara; ia bahkan bisa memeluknya. Sebuah dekap rindu yang akhirnya bisa ia lepaskan setelah semua yang ia lewati. Bagaimana Tuhan bisa membuatnya menunggu begitu lama hanya untuk dipertemukan kembali dengan sang pujaan hati.
"Aku rindu," bisiknya tanpa melonggarkan pelukan. Tak peduli bagaimana orang akan memandangnya, tak peduli apa yang akan mereka semua katakan tentang adegan yang baru saja terjadi, yang ia pikirkan saat ini hanyalah rasa terima kasih karena telah dipertemukan kembali dengan Joohyun. Karena tak ada lagi yang bisa membuatnya hampir hilang akal selain Joohyun, apalagi ketika perempuan itu menyebut namanya.
"Jungkook?"
Jungkook menganggukkan kepalanya lembut, air mata tak terbendung akibat haru. "Iya, ini aku. Jeon Jungkook, suamimu," balasnya.
"Dan ini anak kita, Jeon Hana."
Bagi Jungkook dan Hana, pertemuan mereka dengan sang dara mungkin adalah moment paling mengharukan setelah semua yang telah terlewati. Namun bagi gadis Bae itu, ia masih perlu mencari tahu jati dirinya jauh lebih dalam. Sebab ingatan di hari kemarin pun ia tak punya. Ia hanya punya satu nama yang mungkin bisa membawanya pada sebuah jawaban; Jungkook.
Jemari lentik nan mungil terulur, menggenggam tangan Jungkook yang masih betah menempel pada pipinya. Kasar dan besar, namun hangat dan entah kenapa membuat Joohyun merasa nyaman menggenggamnya. "Ano— aku, tak ingat apa pun."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ripped Pages - COMPLETED
Fanfiction"Life is shorter than you think. You shouldn't be hung up on the past." "Kecuali jika kau berusaha untuk memperbaiki segala kesalahan yang pernah terjadi. Mungkin, masa depan akan berubah." [ BTS ] Jeon Jungkook, [ OC ] Jeon Hana, [ Red Velvet ] Bae...