02. Permintaan Konyol

7.2K 494 2
                                    

Lagunya sama sekali nggak ada hubungan sama chapternya. Biar kalian nggak bosen aja pas baca.

Note: Cerita ini tanpa revisi, jadi kalo ada typo komen yah.

Vahrizal Haris Munandar

Pukul 10 malam, Manda menari-nari dari jalan kecil yang akan mengantarnya ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 10 malam, Manda menari-nari dari jalan kecil yang akan mengantarnya ke rumah. Inilah suasana yang Manda suka. Petang, sunyi dan menenangkan. Ia bisa berbuat apa pun tanpa dilihat oleh orang lain.

Manda membuka gerbang besi yang catnya sudah termakan karat. Bahkan untuk membukanya saja menimbulkan decitan yang membuat telinga terganggu.

Saat membuka pintu masuk, dirinya sudah disambut dingin oleh kedua orang tuanya. Mereka hanya duduk sambil menatap Manda kesal. Bagaimana tidak, Manda adalah anak satu-satunya yang mereka besarkan, tapi perkataan mereka tidak ada yang Manda lakukan.

“Assalamualaikum, Manda.” Ibunya membuka suara saat Manda ikut diam menatap orang tuanya.

“Waalaikumsalam,” jawab Manda.

“Duduk!” pinta ayahnya. “Jam berapa sekarang?”

Manda mendudukan tubuhnya di samping sang ibu. Setidaknya hanya ia yang akan melindungi Manda ketika ayahnya marah.

“Sepuluh.”

“Kamu anak gadis bukan?” Manda langsung mengangguk. “Pantas tidak kalau jam segini baru pulang?” Manda menggeleng.

Walau ia pemberani dan sering melakukan apa yang orang tuanya larang, tetap saja ia hanya bisa bungkam ketika bau kemarahan ayahnya sudah tercium. Entah aura apa yang ayahnya punya hingga Manda begitu takutnya.

“Haris saja yang laki-laki sudah pulang dari jam 9. Itu pun karena mengajar ngaji di kampung sebelah atau karena tugas kuliah. Kamu?” Manda hanya menunduk.
Haris adalah sepupu Manda yang tinggal bersama mereka. Orang tuanya ada di Sukabumi bersama kakak dan kakak ipar ibunya Manda.

“Manda mau apa dari Abi biar omongan Abi di pakai sama Manda? Hah?”

Tidak ada nada tinggi memang, tapi itu saja sudah termasuk marahnya sang ayah bagi Manda. Selembut apa pun bagi orang lain, menurut Manda tetap ada bedanya saat biasa dan saat marah.

Manda membuka mulutnya dengan sedikit takut. “Manda nggak mau diatur, Pak.”
Ayahnya membuang napas pelan sambil merapalkan istighfar. “Tentang Abi yang suruh Manda pakai kerudung?”

“Bukan cuma itu. Manda tau kok kewajiban Manda. Tapi jangan diperintah, Manda justru malas kalau diperintah.” Manda sudah berani untuk mengangkat kepalanya.

Begitulah Manda, walau dia tau akibatnya namun tetap ia lakukan. Ia hanya tidak suka di atur sana sini hanya untuk hidupnya. Sekedar mengingatkan boleh, tapi menurutnya ia tidak diingatkan, selalu diperintah.

Silly Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang