07

72 10 0
                                    

Pukul delapan pagi Yoongi sudah berpakaian rapi, siap berangkat ke rumah sakit. Namun sebelum itu, dia ingin melihat kondisi sang ibu lebih dulu. Dia langkahkan kakinya menuju kamar sang ibu. Tepat ketika dia masuk, ibunya membuka mata, bangun dari tidurnya sejak semalam. Dalam hati dia bersyukur karena ibunya bangun dengan tenang, tanpa amukan.

Yoongi mulai mendekati sang ibu, berniat memeriksa kondisi ibunya. Sekedar memastikan jika ibunya tak demam. Sedangkan Jihyun masih diam, menatap lurus ke arah langit-langit kamar ketika tangan Yoongi terulur mengecek suhu tubuhnya. Setelah dirasa kondisi sang ibu sudah kembali normal, Yoongi berbalik, berniat memanggil Perawat Yoo untuk mengurus ibunya.

Namun baru selangkah dia bergerak, sebuah suara memanggil namanya. Suara yang sudah sangat lama tak memanggil namanya. Lirih namun masih jelas terdengar. Bahkan hingga membuat tubuh Yoongi menegang.

"Yoongi..."

Panggilan itu terdengar lagi. Panggilan yang entah kapan terakhir kali masuk ke telinganya. Panggilan yang paling ia rindukan.

Yoongi memejam sejenak, mencoba menenangkan debar jantungnya yang tak karuan. Lalu berbalik, bertemu tatap dengan mata milik ibunya. Yoongi hampir saja hilang kendali dan menangis penuh rasa bahagia ketika menemukan binar dalam tatap sang ibu. Tak seperti dua tahun terakhir, hanya kekosongan yang bisa ia temukan dalam tatapan penuh luka itu.

Apa ini artinya yang Yoongi rencanakan akan berhasil?

"Yoongi,"

Pria itu tersadar dan buru-buru mendekat ke arah sang ibu. Duduk di samping ranjang, menggenggam tangan sang ibu penuh kehangatan.

"Iya, Eomma. Ada apa? Eomma butuh sesuatu?"

Jihyun menggeleng pelan. "Baekhyun... dia kembali, Yoon. Baekhyun kembali," lirihnya mulai menangis. Namun kali ini merupakan tangis bahagia.

Jihyun balas menggenggam tangan Yoongi. "Dia sungguh kembali, 'kan? Dia tak akan meninggalkan Eomma lagi, 'kan?"

Yoongi mengangguk dan tersenyum lembut. "Iya, Eomma. Dia sudah kembali. Dia tak akan meninggalkan Eomma lagi. Jadi berjanjilah padaku jika Eomma akan benar-benar sembuh, eoh?"

Yoongi merengkuh tubuh kurus ibunya. Entah kapan terakhir kali dia memeluk sang ibu dalam keadaan tenang dan sadar. Karena selama dua tahun terakhir Yoongi hanya memeluk sang ibu untuk menenangkannya ketika sedang mengamuk dan berteriak meminta Baekhyun kembali.

"Yoongi – ya,"

"Hm," sahutnya tanpa melepas pelukan hangat itu.

"Apa Baekhyun sudah pergi ke sekolah?"

Yoongi menggeleng pelan, "Hari ini dia libur. Eomma ingin bertemu dengannya?"

Jihyun melepas pelukan itu dan mengangguk penuh antusias. Yoongi yang melihatnya hanya bisa terkekeh pelan.

"Eomma mandi dulu dan ganti baju. Akan kupanggilkan Perawat Yoo untuk membantu. Setelah itu kita sarapan bersama Baekhyun, eoh?"

Lagi, Jihyun mengangguk dengan senyum bahagia. Hal itu membuat Yoongi turut menarik kedua sudut bibirnya. Hatinya merasa bahagia dan sedih di saat yang sama.

Bahagia karena sang ibu setidaknya sudah sedikit sadar dan bisa diajak berkomunikasi. Sedih karena hanya Baekhyun yang ada di pikiran sang ibu kendati Yoongi ada di sampingnya dan memeluknya dengan erat. Namun itu tak masalah bagi Yoongi, asalkan ibunya bisa benar-benar sembuh.

.

.

.

Taehyung menunggu di meja makan dengan gugup dan perasaan campur aduk. Setengah jam yang lalu, Yoongi datang ke kamarnya. Memberitahu jika sang ibu sudah sadar dan ingin bertemu dengannya. Taehyung buru-buru berganti baju dan merapihkan penampilannya. Memastikan jika dirinya sudah benar-benar menyerupai Baekhyun. Lalu menunggu di meja makan sambil berpikir apa yang harus ia lakukan dan katakan ketika kembali bertemu dengan ibu Yoongi.

HiraethTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang