Page 1

2.7K 347 78
                                    

"Oh, craps!" Jennie Kim, dua puluh satu tahun, rambut cokelat gelap digerai, baju kaus ukuran L warna kuning, berseru mengkal sembari memukul meja—mengimbuhi ratusan suara di tengah kepadatan kafetaria kampus waktu jam makan siang.

Sementara di depannya duduk, Lisa hanya mengerutkan alis. Bingung. Bertanya-tanya sendiri. Apa yang sedang terjadi?

"Namamu viral. Anggota buletin berhasil membuatmu terkenal. Selamat!" Jennie bertepuk tangan patah-patah.

Demi mendengar itu, kerutan di antara alis Lisa semakin menjelas. Ia mencoba memastikan dengan suara ragu, "Apa yang aku lakukan?"

"Kau bodoh." Jennie menunjuk wajah Lisa, kedua matanya menyipit, mendramatisir keadaan supaya terlihat benar-benar mengerikan. "Kita tunggu sampai besok atau nanti sore, para penggemar King Card akan menggelar peperangan untuk menerormu. Memenjarakan namamu berbulan-bulan di dalam papan pengumuman. Membuatmu merasa dihantui rasa penyesalan karena berani meludahi pangeran kampus."

"Oh, astaga." Lisa menjatuhkan punggung pada sandaran kursi, bolamata kecokelatan khas orang Asia Tenggara memandang malas pada teman di hadapannya. "Itu terlalu berlebihan. Aku sama sekali tidak meludahi seniormu, Jennie Kim."

Jennie melipat tangan di atas meja serta dagu yang ditinggi-tinggikan beberapa senti. "Siapa yang peduli soal kenyataan? Mereka punya bukti. Itu artinya..." tiba-tiba Jennie mencondongkan wajah, berbisik pelan, "kau, tidak, bisa, mengelak lagi, Lalisa Manoban."

"Ayolah, Jen. Aku bahkan tidak melihat seniormu waktu Chuseok (festival panen) minggu kemarin." Lisa masih berusaha meyakinkan.

Jennie mengibaskan satu tangan, meraih gelas di meja. "Kau ingat kalau kau hilang selama Chuseok berlangsung?"

"Jangan seolah-olah menghakimiku!" Lisa berseru geram. "Aku hanya berpindah tempat sembahyang. Dan saat itu, aku benar-benar tidak bertemu kakak tingkatmu, Jennie."

"Bohong!" Jennie mendesis seperti ular, meletakan gelas dengan kasar. "Gambar tidak bisa membohongi kejadian, Lisa-ssi. Kau dalam masalah besar. Aku tidak ikut campur."

Lisa masih dalam posisinya, Jennie pula begitu. Keduanya berpandangan. Hening menyelimuti mereka. Suara keributan kafetaria mengisi waktu menuju pukul satu siang. Walau begitu, Lisa masih sempat mendengar Jennie menghela napas berat. Amat berat.

"Apa yang akan kau lakukan jika mereka benar-benar mendatangi kelas kita atau memburu kita sampai ke lubang kloset, huh?" Jennie memasang wajah serius.

"Mereka tidak akan membunuh kita!" Lisa menggeleng yakin. "Itu hanya kesalahan editing! Aku benar-benar tidak meludahi King Card!"

Jennie mengembuskan napas, menyambar ransel di meja. "Terserah."

"Kau mau ke mana?" Lisa bertanya acak, menegakkan punggung, segera beranjak.

Jennie menoleh. "Kau lupa? Kita masih ada dua jam untuk menghadiri seminar."

"Seminar?" Ia mengerutkan alis.

Jennie mendengus. "Ayolah, jangan bertingkah bodoh lagi. Kemarin Dosen Im sudah membagi surat pengumuman tentang seminar hari ini."

Jennie bergegas meneruskan langkah.

Lisa berlari-lari kecil menyusul. Keduanya berjalan beriringan meninggalkan kafetaria kampus menuju koridor yang lumayan ramai. "Tidak ada yang mengingatkanku kemarin."

"Tidak ada yang peduli, mungkin?" jawab Jennie lurus. "Lagi pula, siapa yang peduli dengan gadis pemberontak pada senior tingkat?"

"Oh, kau sedang menyindirku?" Lisa manggut-manggut tidak terima.

TINKERBELL || LizkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang