Jennie Kim melontarkan senyum jutaan dolar kepada Lisa lewat balik jendela mobil yang terbuka. Ia mengedikkan dagu ke tempat duduk samping kemudi dengan ekspresi mayor. "Naik!"
Sementara Lisa terlihat kebingungan menatap mobil sedan mewah seharga angsuran asramanya selama delapan belas bulan dan wajah Jennie bergantian. Mata besarnya memicing, sembari kakinya mendekat ke arah jendela. Ia berbisik pelan, "Kau mencuri, Jen?"
"Sembarangan!" Jennie memekik—khas pemain film. "Cepat naik atau kutinggal."
Lisa bergegas menarik kenop pintu.
"Jangan lupa sabuk pengamannya." Jennie mengingatkan. "Keselamatan selalu nomor satu."
Lisa mencibir, berbalik menghadap Jennie setelah memakai sabuk pengaman. "Kau belum menjawab pertanyaanku."
Jennie melirik Lisa lewat spion kemudi. "Pertanyaan apa?" Satu kakinya menginjak pedal gas. Mobil melaju dengan kecepatan normal meninggalkan halaman depan kampus, sekejap berbaur bersama ratusan kendaraan di jalur protokol Kota Seoul.
Lisa mendengus. "Mobil ini."
"Oh," Jennie tertawa. "Kakakku yang membelinya. Hebat, bukan?"
"Kakakmu membelinya?" ulang Lisa.
Jennie mengangguk.
"Dalam rangka apa?" tanyanya ragu.
"Tidak dalam rangka apa pun. Kita bisa menggunakan mobil ini untuk pergi ke kampus. Jadi, tidak ada alasan kalau kau menumpang mobil Sunmi Sunbae lagi."
"Kenapa jadi Sunmi Sunbae?" Lisa menyelidik, namun beberapa saat setelahnya ia terlihat menahan tawa. "Kau cemburu, ya?"
"Cemburu?" Jennie mengernyit. "Apa untungnya aku cemburu?"
"Benar?" Lisa menggoda Jennie.
"Ah, sudahlah. Omong-omong, kita sudah dekat. Apa kau sudah siap?"
Gadis itu sedikit tersentak. Pandangannya bergulir menatap sekeliling; memeriksa. Mendadak kegelisahan dan ketakutan membuat wajah riangnya mengendur. Kemarin—setelah perbincangan penuh drama yang menyebalkan—Soo-ahn kembali membuat keputusan agar Lisa tetap dalam pengawasan Jungkook. Sebenarnya pria itu yang mengusulkannya. Lisa jelas keberatan, tentu saja. Tapi tidak ada pilihan lain selain menurut. Dan ia bercerita kepada Jennie soal pertemuannya besok dengan Tuan Psikeater—mungkin itu juga yang membuat Jennie merengek minta dibelikan mobil—awalnya Jennie ragu, tapi lama-kelamaan ia ngotot ingin ikut. Ingin menjaga pacarnya, jawabnya tempo hari.
"Gwaenchanha. Bukankah aku menemanimu?"
Lisa menoleh, mendapati Jennie sedang tersenyum lembut. Ia balas tersenyum, namun agak kaku. Suatu hal tiba-tiba mengusik pikirannya. "Jennie-ya, apa semua orang menyukai wangi sitrus?"
"Sitrus? Kenapa kau bertanya seperti itu?"
"Jawab saja."
"Baiklah," katanya. "Aku menyukai aroma sitrus karena baunya enak. Tapi aku tidak tahu pendapat orang lain. Selera orang berbeda."
"Bukan itu yang aku tanyakan!" Lisa menggeleng. "Maksudku, apa laki-laki juga menyukai aroma sitrus?"
"Laki-laki?" Jennie menautkan alis. "Itu wewangian untuk wanita, Lisa. Parfum, shampo, sabun, toner, dan apalah biasanya dicampur dengan aroma sitrus. Kenapa kau bertanya begitu?"
"Jungkook menggunakannya kemarin waktu di ruangan Ibu Kwon."
"Jungkook siapa?"
"Astaga, Psikeater Sinting itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TINKERBELL || Lizkook
Fanfiction[M] You know that place between sleep and awake? The place where you can still remember dreaming? That's where i will always love you. That's where i'll be waiting. -Peter Pan