Page 8

1.7K 266 105
                                    

"Bagaimana ini?" Lisa bertanya kalut.

Jennie menggeleng, meremas sebelah bahu Lisa. "Kau tidak akan ke mana-mana!"

Sementara di depan pintu sana, Jeon Jungkook justru sedang berdiri gelisah. Satu tangannya terlihat memencet bel secara berkala, sementara satu tangan yang lain berkacak di pinggang.

Ia juga sama bingungnya dengan dirinya sendiri. Bagaimana mungkin dia bisa ke mari? Padahal sudah jelas kalau kolom jadwalnya nihil dengan Lisa. Ada yang tidak beres. Sebelum pria itu benar-benar melajukan mobilnya ke alamat asrama ini, ia sempat mondar-mandir di depan kalender. Matanya tidak lepas dari gurat bolpoin yang melingkari lima angka hitam berturut-turut.

Mana bisa dia bertahan selama itu.

Lagi pula, bukankah pertemuan terakhirnya dengan Lisa sudah cukup meninggalkan kesan buruk? Ayolah, Jungkook hanya ingin meluruskan hal yang sudah keliru. Maka ia meraih kunci mobil di sebelah mejanya, beranjak dari duduk. Tapi, hei, tiba-tiba ia teringat sesuatu-yang otomatis membuatnya berpikir ulang. Lisa bukan gadis bodoh. Gadis itu amat pintar dan perhitungan. Tentu, dia akan menolak untuk menemui Jungkook walau pria itu membawa nama Kwon Soo-ahn sebagai alasan.

Sialan. Jungkook mengetuk tangannya di meja. Obsesinya terhadap Lisa semakin tinggi dan tidak ternilai. Ia benar-benar membutuhkan Lisa.

Cause she is like a morphin.

Pikiran Jungkook kacau. Peduli setan. Ia mengambil lagi kunci mobil yang tergeletak. Mau atau tidak. Lantas mencopot jas kerjanya-menyisakan kemeja formal warna putih. Jungkook harus menemui Lisa dan Lisa harus bertemu Jungkook. Pria itu segera mengosongkan agendanya untuk beberapa jam ke depan. Ia berlari-lari kecil menuju lobi. Mengeluarkan mobil dari deret parkiran. Bergegas menginjak dalam pedal gas. Melaju cepat menuju alamat asrama Lisa yang kemarin Soo-ahn berikan.

Jungkook berhela panjang seribu meter kemudian. Melirik sepion kemudi. Seharusnya ia tidak usah mengganggu Lisa sampai sejauh ini. Dari awal saja gadis itu sudah menampakkan rasa tidak sukanya kepada Jungkook. Tapi, astaga, ini tidak bisa dicegah. Sesuatu di dalam dirinya amat bebal-entah apa. Ia juga tidak mengerti kenapa rasa kering selalu datang ketika bersama Lisa. Rasanya... benar-benar menyiksa.

Tidak apa kali ini saja, gagasan itu tiba-tiba muncul dan menguatkan pendirian Jungkook. Benar, tidak apa. Minimal Jungkook berharap yang pertama kali membuka pintu untuknya adalah Lisa. Lalu ia bisa pergi dan menunggu lima hari. Itu lebih dari cukup.

Sial-dadu yang dilempar menampakkan sisi kosong-teman Lisa justru yang pertama kali menemuinya.

Jungkook tepekur di depan pintu. Mematung bingung. Ia mengarahkan kepalan tangannya, membuat gerakan mengetuk sebanyak tiga kali.

"Nona Manoban?"

Hening.

Jungkook mengulum bibir gusar. Meremas jemari. Tidak mungkin Lisa pergi ke Busan. Apa yang dikatakan temannya itu jelas sekali kebohongan. Jungkook seorang psikeater-tentu saja dia tahu bagaimana gelagat orang ketika sedang membual. Terlebih, klauter kereta pertama sudah pergi lima jam yang lalu. Kalau ada, pun nanti sore. Benar-benar kebohongan yang tidak logis.

Jungkook mengembuskan napas berat. Kembali menekan bel.

"Nona Manoban?"

Hening masih terasa. Tidak ada yang menyahut dari dalam.

"Lisa, aku tahu kau bersembunyi." Jungkook mengetuk pintu sekali lagi. "Keluarlah, aku ingin berbicara sesuatu."

Jemari Jungkook hampir saja hinggap di kenop pintu, namun sedetik kemudian ia menggeleng. Dia bukan golongan pria gegabah. Sementara di dalam sana, Jungkook tidak tahu kalau Lisa sedang membujuk Jennie.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TINKERBELL || LizkookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang