🌻Chapter tiga🌻

15 2 4
                                    

*****

Bukan hal biasa lagi melihat siswa-siswi berebut tempat duduk di kantin bernuansa Oren di SMA Kencana. Akibat kepala yang dijejali pelajaran atau memang karena lapar membuat para siswa-siswi ingin berleha-leha di kantin yang mengakibatkan minimnya bangku kosong yang tersisa.

Selain itu, bau keringat yang dipadukan dengan bau jajanan kantin sudah tercium saat kaki baru menapak di lantai depan kantin. Tapi itu bukan masalah, yang penting perut terisi dan hati pun senang.

Seperti siang ini, Zee dan teman-temannya sudah duduk melingkar di meja bundar sudut kantin yang tak jauh dari prasmanan.

"Gue ngantuk," keluh Seyun sambil menyandarkan kepalanya di meja yang lebih dahulu dilapisi tisu oleh Acok.

"Tidur aja terus kerjaan lo," kata Adis dan menatap Seyun dengan raut malas.

Seyun hanya mengedikkan bahu, lalu bertopang dagu dan menyesap jus jambu milik Zee.

"Lo tahu nggak, kakek gue—Albert Einstein, faktanya tidur selama 10 jam dalam Semalam dan selalu tidur siang." Acok tersenyum miring setelah mengucapkan kalimat bernada bangga itu.

Adis menatap Acok dengan raut geli, sedangkan Seyun hanya mengacungkan jempol ke arah cowok bermata hazel itu.

Jika Seyun, Adis dan Acok sibuk bercengkrama ria, lain halnya dengan Zee. Cewek yang selalu menggunakan jepit rambut itu hanya membolak-balikkan naskah drama yang diberikan Ibu Susi seraya menyesap permen lollipop yang selalu ia bawa kemana-mana. Sama sekali tidak terganggu dengan bising di sekitar dan bau-bau tak sedap yang mengarungi indra penciumannya.

"Kalian ada cium bau-bau nggak sedap nggak, sih?" tanya Adis sambil menjepit hidungnya dengan jari telunjuk dan jempol.

"Bau ketek bukan?" timpal Seyun. Cewek itu mengendus-endus pakaiannya, lalu berpindah di sekitar Zee. "Zee, lo nggak cium bau sesuatu?"

Cewek yang ditanya itu mengerjap. Lalu mengangguk. "Bau terasi bukan?"

Adis dan Seyun menggeleng serempak.

"Bau ikan asin ini mah." Adis menyahut dengan tangan yang sibuk mengipasi wajahnya.

"Kayak bau kentut." Seyun menimpali. Zee dan Adis saling lirik. "Hayo ngaku! Di antara kalian berdua siapa yang kentut?"

Zee menggeleng. "Bukan gue."

"Masa, iya, gue?" sahut Adis tidak terima.

"Bisa aja lo yang kentut. Dari awal juga lo yang sadar duluan. Bau banget!" desis Seyun dan berpindah ke samping Acok.

"Bukan gue yang kentut!" sentak Adis dan menepuk meja dengan keras.

"Kenapa, sih, ribut-ribut?" tanya Acok dengan wajah polos. Matanya memindai tiga cewek di samping kiri-kanannya, sedang tangannya sibuk menari di layar ponsel.

"Baunya makin kerasa di dekat lo, Cok!" keluh Seyun. Tiga detik kemudian cewek itu sudah melototkan matanya dan menarik rambut Acok tanpa ampun. "Lo, kan, yang kentut? Ngaku Lo!"

"Woi ... aduh-duh. Segitu sukanya kalian sama kentut gue?"

"Najis!" desis Adis.

Zee tertawa melihat kekonyolan sahabatnya. Namun tawa itu tak berlangsung lama saat netranya tak sengaja menangkap kehadiran Tara dan Naila yang saling bergandeng tangan.

Kemudian dua sejoli itu duduk di meja yang tak jauh dari Zee. Kemudian Tara memesan sebuah jus buah dan kembali ke hadapan Naila yang menyambutnya dengan wajah sumringah.

Kamu JumantarakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang